KEMAH SASTRA KUDUS AJAK ANAK MUDA BERKARYA
Kemah Sastra Kudus Ajak Anak Muda Berkarya
Entah kenapa, saya sangat senang sekali dengan dunia sastra. Seperti karya puisi, cerpen, novel, drama, esai, dan yang lainnya. Saya merasa dunia sastra itu unik, indah, dan mengesankan. Oleh karena itulah, saya selalu mencari event sastra, seperti diskusi atau konferensi sastra, lomba-lomba sastra, dan yang lainnya. Pada Maret 2020, saya mendaftarkan diri untuk mengikuti event Kemah Sastra Kudus di Jawa Tengah. Saya menemukan informasi ini di grup facebook Komunitas Negeri Poci, yaitu grup sosial media para penyair berkumpul. Di grup inilah saya selalu update informasi tentang perkembangan sastra, puisi, dan lain-lain, karena cukup banyak para penyair senior berkumpul di sini.
Orang yang share poster event Kemah Sastra Kudus tersebut bernama Tiyo Ardianto. Sebelum saya langsung ikut event itu, saya mencari tahu terlebih dahulu institusi yang mengadakan dan orang yang share poster tersebut. Terpercaya atau tidak, abal-abal atau tidak. Setelah saya mencari tahu melalui beberapa sumber, ternyata event Kemah Sastra Kudus ini berada di bawah naungan Omah Dongeng Marwah, Komunitas Fasbuk, dan Jagong Sastra yang berasal dari Kudus. Nah, saya pun mendaftarkan diri saya dengan mengisi google formulir sebagaimana link yang tertulis di poster.
Berdasarkan planning yang tertera di poster, event Kemah Sastra Kudus ini akan dilaksanakan selama kurun waktu 4 bulan, yang mana akan diadakan kelas menulis puisi dua kali setiap bulannya. Karena tujuan dari event ini adalah belajar dan berproses bersama dalam menulis puisi untuk diterbitkan menjadi antologi puisi bersama yang akan dilaunching pada puncak acara event ini di bulan Juni 2020.
Namun sayangnya, realita ternyata menyimpang dari planning panitia. Kehadiran pandemi corona pada pertengahan Maret 2020, membuat serangkaian event ini tidak bisa dilaksanakan seperti yang direncanakan di awal untuk berkumpul dan bertatap muka. Kelas menulis puisi pertama berhasil dan lancar dilaksanakan di minggu pertama bulan Maret 2020. Akan tetapi, kebetulan waktu itu saya tidak bisa ikut karena ada kegiatan dan tanggungjawab yang tidak bisa ditinggal di Asrama. Saya pun menyampaikan hal ini dan izin kepada salah satu panitia. Awalnya panitia menyarankan agar menyusul untuk tetap tergabung dalam kelas puisi tersebut, namun saya tidak menyanggupi karena perjalanan dari Surabaya ke Kudus itu cukup jauh. Acara kelas puisinya dimulai jam 09.00 pagi, sedangkan kegiatan di Asrama saya juga baru selesai sekitar jam 10.00 pagi, maka saya pikir sangat tidak mungkin sekali untuk masih bisa berpartisipasi di kelas menulis itu.
Saya mengira dan berencana akan mengikuti kelas menulis puisi kedua yang akan dilaksanakan di akhir bulan Maret. Ternyata, manusia hanya bisa merencanakan dan berniat yang terbaik. Hanya Allah semata yang berkuasa, memberikan ketentuan, ketetapan, dan keputusan yang terbaik untuk hamba-Nya. Pandemi corona yang tak berkesudahan membuat panitia mengalihkan acara ke sistem daring. Alhamdulillah, saya bisa mengikutinya sampai puncak acara selesai.
Melalaui diskusi sistem daring tersebut, ternyata tidak menutup kemungkinan bagi diri saya untuk mengenal orang-orang baru yang tidak pernah saya kenal sama sekali sebelumnya. Saya pun kenal dengan beberapa orang sebagai teman baru dari kelas menulis yang dilaksanakan secara daring tersebut. Mereka kebanyakan orang Kudus, ada juga yang berasal dari luar Kudus seperti dari Jepara dan Semarang. Beberapa kali ketua pelaksana, Tiyo Ardianto, mengajak semua peserta yang ada di grup WhatsApp untuk diskusi puisi bersama di luar agenda kelas puisi yang dijadwalkan. Satu peserta dengan peserta lainnya, saling menanggapi, memberi respon, komentar, dan masukan. Dari situlah kami semua saling menyapa.
Agenda serangkaian kelas puisi tetap diadakan sebagaimana rencana sebelumnya, walaupun tanggal pelaksanaannya tidak sama, karena memperhatikan situasi dan kondisi juga, seperti kesepakatan dengan peserta serta kemauannya untuk berpartisipasi aktif bersama-sama. Kelas menulis puisi yang kedua pun dilaksanakan secara daring, dengan mendatangkan pemateri untuk mengisi. Beliau bernama Pak Ali. Membedah tema “Kebangkitan Kaum Muda” yang diusung dalam event Kemah Sastra Kudus. Sebab, nanti para peserta diwajibkan untuk menulis puisi dengan tema tersebut. Pak Ali mengajak para peserta untuk berpikir akan hal itu di awal sebelum beliau memberikan pencerahan terkait tema itu yang cukup membuat bingung para peserta dan saya pribadi.
Singkat cerita, komunikasi semakin terjalin antar peserta di grup WhatsApp dengan sendirinya seiring berjalannya waktu. Kelas menulis puisi ketiga dan keempat pun juga dilaksanakan secara daring. Berbeda dari sebelumnya, di kelas puisi ketiga dan keempat, para peserta dibentuk menjadi kelompok. Kalau tidak salah ada sekitar 10 kelompok. Saya sendiri tergabung dengan kelompok 5 yang terdiri dari lima orang, di antaranya adalah saya sendiri, Ana, Ari, Lada, dan Safina. Setiap kelompok dimentori oleh para penulis/penyair di Kudus. Di kelompok saya sendiri, dibina oleh Kak Aditya Galih Erlangga. Dari saya pribadi, matur sembah nuwun Kak Adit, atas semua ilmu dan bimbingannya tentang menulis puisi.
Di kelompok inilah, saya kenal dengan sosok Kak Adit, Ana, Ari, Lada, dan Safina. Kelas puisinya pun juga dilaksanakan secara berkelompok menggunakan zoom meeting dan diskusi di grup WhatsApp kelompok 5 langsung. Dengan terbentuknya kelompok ini, tentu tidak memutus komunikasi para peserta di grup inti Kemah Sastra Kudus, jadi masih tetap berjalan.
Kesan dibimbing Kak Adit itu, sangat bersyukur sekali. Beliau ramah dan santai. Ya, selama berkomunikasi dengan beliau melalui WhatsApp. Beliau sharing cukup banyak terkait puisi. Bahkan beliau sampai memberikan sebuah draft antologi puisi yang dimuat di Media Tempo untuk dibaca oleh saya dan teman-teman, sebagai nutrisi yang bisa menginspirasi dan belajar dari karya tersebut. Serta masih banyak lagi hal lainnya terkait puisi.
Untuk event Kemah Sastra Kudus ini, ada 3 puisi yang saya ciptakan dan telah diberi masukan oleh Kak Adit, berjudul Cong-Koncong Konce, Pesapean Pappa, dan Ti’ Titti’ Liya Liyu. Puisi yang saya ciptakan tersebut adalah tentang tradisi nyanyian anak terhadap pembentukan karakter anak Madura usia sekolah dasar. Yang mana, saya pribadi, yang masih bisa dikatakan anak muda ini (masih jomblo dan belum nikah, wkwkwk), ingin bertutur dan menghidupkan tradisi itu ke dalam sebuah puisi. Karena tradisi akan benar-benar hilang tanpa jejak jika tidak ada anak muda yang memperhatikannya sama sekali.
Ketiga puisi saya itu dan semua karya peserta Kemah Sastra Kudus pun disetor ke ketua pelaksana, Tiyo Ardianto, karena akan dibaca dan dikurasi langsung oleh penyair senior dari Kudus, yaitu Bapak Mukti Sutarman SP. Alhamdulillah, ketiga puisi saya ternyata lolos kurasi. Kesannya senang dan bersyukur saat dikabari lolos semua oleh salah seorang panitia perempuan.
Hingga akhirnya, pada tanggal 26 September 2020, dilaksanakanlah puncak acara dari serangkaian event ini secara online dan offline. Puncak acara dilaksanakan dalam waktu sehari, mulai dari pagi sampai malam hari. Pagi harinya adalah launching buku Boeng, antologi puisi kami bersama. Siang harinya dialog bersama pemateri. Malam harinya pentas pembacaan puisi.
Karena adanya pandemi yang masih belum usai, saya masih belum bisa untuk datang langsung ke Kudus. Saya hanya bisa mengikutinya secara daring, melalui live Youtube. Sayang sekali. Benar-benar sayang sekali. Karena tidak bisa berjumpa dengan kawan-kawan peserta semuanya di Kudus. Sedangkan teman-teman di Kudus mengikuti puncak acara tersebut di tempat langsung. Awalnya saya bertekad untuk datang langsung ke Kudus, tapi salah satu persyaratan untuk mengikuti acara tersebut, harus tes swab terlebih dahulu. Pikir saya, gimana ya, bingung dan khawatir pokoknya ketika itu. Kalau tes swab, takut hasilnya reaktif. Tetapi kemudian setelah dipertimbangkan lagi bersama orang tua, sepertinya memang lebih baik saya untuk tidak keluar jauh kemana-mana dulu, dan memilih ikut acara puncak dari Kemah Sastra Kudus secara daring.
Tak apa, saya ikhlas. Mungkin ini sudah yang terbaik. Dan inti dari event ini yang paling penting adalah ilmu yang didapat serta berkarya dan terus berkarya. Saya ucapkan terima kasih kepada pihak penyelenggara, Omah Dongeng Marwah, Fasbuk, Jagong Sastra, Tiyo Ardianto, Kak Aditya Galih Erlangga, Ana, Ari, Lada, Safina, dan teman-teman lainnya pula, dalam serangkaian acara Kemah Sastra Kudus mulai dari awal hingga akhir. Senang bisa berbaur dan belajar bersama orang-orang dari Jawa Tengah.
Tak lama kemudian, awal Oktober 2020, saya mendapat sebuah paket dari panitia Kemah Sastra Kudus, berupa buku antologi puisi, kaos, totebag, dan sertifikat. Sekali lagi, saya ucapkan terima kasih banyak atas semuanya. Jika ada event sastra atau menulis lagi, jangan lupa, kabari saya dan bagi informasi. Barangkali saya bisa mengikutinya lagi. Selama nafas ini masih terus berhembus. Semoga silaturahmi di antara kita semua akan tetap terjaga dalam bingkai sastra. Demikian, cerita yang bisa ditulis oleh perempuan asal Madura ini, sebagai salah satu catatan perjalanan hidupnya. Salam sastra dan budaya!
Sumenep, 10 November 2020
Comments
Post a Comment
Beri komentar, kritikan, saran, dan masukan yang membangun. Terima Kasih! Salam Sastra dan Literasi!