BERJODOH DENGAN UIN SUNAN AMPEL

 

Berjodoh dengan UIN Sunan Ampel

    Teringat saat dulu melihat sebuah pengumuman SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi), diri ini benar-benar beryukur, senang bercampur haru, bahagia pun tumpah dalam sujud syukur, tak henti-henti berterima kasih atas anugerah Allah SWT yang nyata, sangat-sangat berterima kasih atas segala doa dan restu Ayah-Ibu, dukungan para guru di sekolah, dan doa semua orang-orang yang mendoakan.

    Tak akan pernah terlupakan, dulu saat daftar SNMPTN, dibimbing dan dituntun langsung oleh Pak Khairul Umam (Guru di MA saya) melalui via telepon. Saat itu, saya belum punya HP Android. Untuk pendaftaran SNMPTN, saya pinjam HP Androidnya Paman (Pak Amjid). Ditemani sama sepupu saya, Syarifatun Jamilah. Saya daftarnya H-1 sebelum masa pendaftaran ditutup. Sinyal agak susah di rumah. Butuh mencari tempat yang agak tinggi agar sinyal menjadi lancar. Sehingga, saya dan Syarifa harus ke tengah ladang (tegal) di sebelah timur rumah, karena tanahnya lebih tinggi. Alhamdulillah, saya pun dapat melakukan pendaftaran di situ.

    Ternyata, Allah masih menguji tekad saya ketika itu. Saat tengah mengisi data, gerimis rintik-rintik hujan tiba-tiba turun. Saya dan Syarifa pun mengambil payung dulu ke rumah. Takut HP Android Paman basah terkena rintik. Setelah itu, kami kembali lagi ke ladang, untuk melanjutkan pendaftaran SNMPTN. Di situlah, anak kampung ini mendaftarkan dirinya yang memiliki impian untuk thalabul ‘ilmi ke sebuah Perguruan Tinggi Negeri.

    Alhamdulillah, di tengah rintik hujan, pendaftaran SNMPTN dapat terlaksana seraya dibimbing langsung melalui via telepon oleh Pak Khairul Umam. Jadi, saat itu memakai 2 Handphone. HP yang dibuat untuk tersambung dengan Pak Umam, saya pinjam punya Ibu. Jangan ditanya itu HP apa. Bukan HP Android kok. Ia adalah HP Nokia sederhana yang tidak memiliki aplikasi untuk mengakses internet. Itupun Ibu dikasih sama Kakak Ipar (Kak Arso), untuk dipakai kebutuhan sehari-hari ketika ada perlu dengan orang-orang. Sedangkan HP satunya lagi, yang bisa dipakai untuk daftar SNMPTN itu miliknya Ayah sepupu. Saya sendiri belum punya HP ketika itu. Karena orang tua menginginkan saya untuk fokus sekolah dan belajar.

    Ya, seperti itulah proses pendaftaran SNMPTN saya. Mungkin, nampak berbeda dari yang lain, yang langsung didaftarkan oleh sekolahnya. Karena saya kan sekolah MA-nya di sebuah Ponodok Pesantren, seluruh santri yang lulus MA itu diwajibkan untuk mengabdi terlebih dahulu selama satu tahun, khususnya santri yang bermukim di Pesantren. Sedangkan santri yang nyolok atau PP dari rumah ke Pesantren, tidak wajib mengabdi dulu selama satu tahun sebelum menuruskan kuliah. Disamping itu, sekolah juga tidak langsung asal mendaftarkan para siswa dan siswi mengikuti SNMPTN, tanpa ada konfirmasi restu dari wali santri. Maka dari itu, semuanya dikembalikan pada pilihan dan kemauan santri sendiri, ingin daftar kuliah melalui SNMPTN atau tidak. Karena hal ini berkenaan langsung dengan biaya kuliah yang melibatkan orang tua wali santri apabila putrinya diterima kuliah. Maka dari itu, baru apabila telah mendapat restu dari orang tua masing-masing, bisa langsung disampaikan ke sekolah. Sekolah siap untuk membantu. 

    Waktu pertama kali saya menyampaikan keinginan saya kepada Pak Suyuthi (BK/BP sekolah saya) untuk meneruskan kuliah ke luar, beliau meminta saya untuk terlebih dahulu meminta restu kedua orang tua. Jika diberi restu, maka barulah saya akan diberikan password dan cara login untuk mengisi data dan upload berkas. Semangat saya untuk kuliah benar-benar terpatri ketika itu, dan langsung mengajak Ayah dan Ibu untuk bermusyawarah bersama dalam hal meminta restu dan keridhoan beliau berdua. Dua peguruan tinggi islam negeri di Jawa Timur dan tiga jurusan, saya sebutkan di hadapan beliau. Alhamdulilah, tanpa harus menunggu lama jawaban dari beliau berdua, ternyata Ayah-Ibu mengiyakan untuk saya daftar SNMPTN. Jujur dalam hati senang sekali, karena mendapat restu. Terima kasih ya Allah, selangkah demi selangkah akan saya tempuh niat yang telah membesarkan hati saya untuk meneruskan kuliah, batin saya.
    
    Singkat cerita, setelah menapaki proses pendaftaran, hari pengumuman pun tiba. Kalau tidak salah ingat jam 13.00 siang, pengumuman kelulusan sudah bisa dicek. Seusai shalat dzuhur dan mengaji, saya pun bergegas menghampiri Syarifa, untuk pinjam HP Android Ayahnya. Dada sudah berdegub akan hasilnya. Tangan juga sedikit gemetar saat mulai browsing.  
 
    Beberapa kali saya browsing untuk cek lulus tidaknya, selalu saja hasilnya error. Bikin tambah khawatir saja. Hati sudah berkecamuk akan kenyataan yang sebentar lagi akan diterima. Mungkin karena saat itu hari pertama pengumuman, makanya terjadi error beberapa kali, sebab pasti di luar sana banyak yang mengakses untuk cek hasil seleksi juga. Saya pun berhenti sejenak, memberi jeda beberapa menit untuk mengakses lagi. 
 
    Setelah mengakses kembali, beh, mata saya terbelalak, Alhamdulillah ya Allah. Huruf bertuliskan LULUS itu, mampu memunculkan air mata dan langsung sujud syukur. Diterima di prodi Sastra Inggris UIN Sunan Ampel Surabaya. Tepat pada pilihan pertama saya. Pilihan kedua adalah prodi Psikologi di UIN Sunan Ampel juga. Dan pilihan ketiga adalah prodi Pendidikan dan Bahasa Inggris di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.  
 
    Kalau boleh jujur, sejujur-jujurnya. Sebenarnya sejak MTs saya ingin sekali kelak kuliah di UIN Maulana Malik Ibrahim. Sempat juga terlintas punya impian ingin meneruskan belajar ke Pondok Pesantren Darut Tauhid Bandung, yang diasuh oleh K.H. Abdullah Gymnastiar (AA Gym). Pernah juga berkeinginan untuk lanjut ke Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo di Kiai Fawaid Syamsul Arifin. Pernah juga nangis-nangis ingin lanjut ke Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk di Kiai Warits. Namun, akhirnya tidak jadi mondok, karena saya sakit dan harus rawat jalan selama 6 bulan lebih. Orang tua khawatir melepas saya mondok dalam keadaan sakit, jadi saya pun ikhlas dengan takdir yang saya alami dengan menjalani rawat jalan dan akhirnya lanjut sekolah MA di desa, di bawah pengawasan orang tua langsung. 
 
    Ketika menjalani masa MA, ternyata impian untuk kuliah tak pernah buyar dalam benak saya. UIN Maulana Malik Ibrahim masih tetap saya impikan. Lalu, Universitas Trunojoyo Madura pun diimpikan juga oleh saya. Semua yang saya impikan, pasti selalu saya utarakan kepada orang tua. Karena tanpa restu dari beliau berdua, maka kedua kaki ini tidak akan beranjak ke mana-mana. Kedua perguruan tinggi yang saya sebut itu, benar-benar dipertimbangkan oleh kedua orang tua. Ternyata, saya tidak melihat sinyal restu untuk lanjut ke UTM. Sedangkan keinginan untuk lanjut ke UIN Maulana Malik Ibrahim, sinyal restu yang diberikan orang tua tampak semu, belum jelas, seperti iya dan sepertinya tidak. Di sisi lain, ternyata Mbak dan kakak ipar saya memberikan sinyal dukungan untuk nanti lanjut kuliah di UIN Maulana Malik Ibrahim, dengan syarat harus hafal Al-Qur’an minimal 3 juz agar nanti bisa kuliah dengan beasiswa. Pikir saya ketika itu, bisakah kiranya hafal 3 juz? Kemudian harus berguru ke siapa untuk setoran dan membina hafalan saya? Toh di kampung saya kebanyakan semuanya didominasi adanya guru-guru yang ahli dalam kitab kuning. Sebenarnya ada, hanya saja kediamannya agak jauh dari rumah, sudah beda kampung, tidak kenal dekat pula. Akhirnya, saya memutuskan untuk mulai menghafal berawal dari juz 30 sejak kelas 2 MA dengan cara saya sendiri. Karena syarat restu kuliah ke UIN Maulana Malik Ibrahim, setidaknya minimal harus hafal 3 juz. 
 
    Sampai di semester dua saat kelas 3 MA, ternyata hafalan saya belum sampai 3 juz. Kesedihan pun datang menghampiri hati. Jadi bisa lanjut kuliah ataukah tidak. Hingga sampai dipertemukan dengan sosok teman yang memiliki keinginan untuk kuliah ke Surabaya. Dari dialah, jalan-jalan informasi terbentang hingga saya sampai menapaki langkah-langkah untuk daftar SNMPTN. Saya disarankan untuk menyampaikan keinginan saya untuk kuliah ke Pak Suyuthi & dihubungkan dengan Kakak kelas MA kami yang kuliah di UIN Sunan Ampel. Lalu, saat nama UIN Sunan Ampel saya sebut di tengah keluarga, tiba-tiba Syarifa bilang kalau di sekolahnya ada brosur UINSA dan poster lengkap SNMPTN, SBMPTN, SPAN PTKIN, dan UM-PTKIN. Masya Allah, tepat sekali, informasi yang saya butuhkan. Keesokannya, Syarifa membawakan brosur dan poster tersebut untuk saya. Entah keajaiban apa yang telah membuat orang tua memberikan sinar restu bagi keinginan saya, untuk meneruskan belajar ke UIN Sunan Ampel. Tiba-tiba saja begitu cepat prosesnya dan diberikan kemudahan secara perlahan-lahan oleh Allah bagi diri saya untuk menapaki langkah-langkah pendaftaran kuliah yang menjadikan UIN Sunan Ampel sebagai tujuan utama. 
 
    Dari pengalaman hidup saya sendiri, saya benar-benar mengambil hikmah darinya. Bahwa Gusti Allah pasti memberikan yang terbaik untuk saya. Ketetapan Allah adalah sebaik-baiknya ketetapan. “Karena sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 5-6). Sekenario Allah adalah seindah-indahnya skenario. Gusti Allah Maha Tahu, sedangkan saya tidak tahu apa-apa. “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216). Jika Gusti Allah telah menghendaki, pasti langsung diberikan jalan untuk mencapainya. Padahal UIN Sunan Ampel Surabaya bukanlah impian saya sejak dahulu. Baru pas mendengar namanya di awal semester dua saat kelas 3 MA, hati saya langsung mau untuk kuliah ke sana. Dan saya jalani proses serta langkah demi langkah untuk menggapainya. Yang mana, Allah kasih saya jalan dari arah yang tidak saya sangka-sangka. Singkat dan tepat. Ya, benar. Kalau jodoh memang tidak akan kemana. 
 
    Dan Alhamdulillah, pada akhirnya perempuan atau anak kampung ini pun kuliah di prodi Sastra Inggris UIN Sunan Ampel Surabaya. Perempuan kampung ini kuliah ke tengah kota. Yaitu di kota para pahlawan, kota terbesar nomer dua setelah Jakarta. Masya Allah. Jujur, saya merasa seakan kisah hidup saya sendiri sudah seperti sinetron-sinetron di TV saja. Tapi, kisah ini benar-benar nyata, sebuah realita dalam kehidupan saya. Untuk segala ketetapan hidup dari Allah, saya sangat berterima kasih dan bersyukur akan hal itu. Semoga diri saya, akan selalu dituntun pada jalan yang baik dan selalu berbaik sangka atas kehendak Allah. 
 
    Ini adalah sekelumit cerita tentang bagaimana akhirnya saya berjodoh dengan UIN Sunan Ampel untuk meneruskan thalabul ‘ilmi. Sebenarnya cukup panjang kisah-kisah yang belum saya utarakan di sini. Sesungguhnya ada cerita yang cukup kental yang saya lalui, sebelum akhirnya berjodoh dengan UIN Sunan Ampel yang belum saya tuliskan di sini. Untuk segala kisah yang belum saya tuliskan di sini, semoga di kesempatan yang lain, saya dapat menuliskannya masing-masing kisah itu secara lebih detail, rinci, dan dalam porsi yang lebih baik. 
 
    Untuk semua orang yang pernah memiliki impian dan segala niat baik untuk thalabul ‘ilmi, percayalah bahwa Allah pasti menentukan yang terbaik untuk hidup kita. Serta kita pun harus selalu melakukan yang terbaik untuk menjalani skenario Allah. Gusti Allah Maha Baik. Ia Maha Sempurna. Jangan pernah putus asa, karena rahmat Allah begitu terbentang luas. Ia Maha Rahman. Ia Maha Rahim. 
 
    “Rabb-mu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang.” (QS. Al-An’am: 54). “Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu.” (QS. Al-A’raf: 156). 
 
Sumenep, 14 November 2020

Comments

POPULAR POST