SYUKUR ALHAMDULILLAH KEPADA ALLAH YANG MAHA SEGALANYA



Syukur Alhamdulillah Kepada Allah Yang Maha Segalanya
(Perahu Basmalah & Pelangi Kearifan)
           
Sungguh, saya sangat terharu saat nama saya disebut dan dinobatkan sebagai Juara 1 Lomba Cipta dan Baca Puisi Islami di aula utama masjid Ulul Azmi Universitas Airlangga Surabaya pada malam Minggu, 26 Oktober 2019 yang lalu. Dalam perasaan campur aduk, antara ingin menangis dan bahagia, saya merasa seakan seperti sebuah mimpi dan masih belum percaya saat saya maju ke depan menerima Award dari penyelenggara, yaitu Jama’ah Intelektual Mahasiswa Muslim Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Sebelumnya, ada sebuah proses dan perjuangan lah yang membuat saya ingin menangis dan ingin menyerah sehingga membawa saya sampai di sini.
-----
 Pengiriman Naskah Puisi    
Tanggal 28 September 2019, saya mendaftar membawa nama kampus saya UIN Sunan Ampel Surabaya dan mengirim naskah puisi saya yang berjudul “Perahu Basmalah” ke laman pendaftaran online CBPI ISEF 2019 serta dengan melampirkan KTM (Kartu Tanda Mahasiswa) dan foto bukti pembayaran pendaftaran. Biaya pendaftarannya tidak mahal, yaitu Rp. 10.000. Saya mengirim naskah puisi saya tersebut pada sore hari di samping utara gedung Twin Tower dengan memanfaatkan bantuan wi-fi yang ada di dalam kampus ditemani oleh adik kamar saya, yaitu Dawi Farah Adibah (Dewan Mahasantri Angkatan 2019).  Saat naskah puisi saya berhasil terkirim dan mendapat konfirmasi melalui email bahwa naskah dan data diri saya telah diterima, saya pun merasa lega. Dan harus menunggu sekitar hampir dua minggu untuk mengetahui naskah puisi saya lolos seleksi untuk maju ke Babak Semifinal atau tidak.
            Keesokan harinya, setelah saya mengecek update informasi terkini di medsos saya, ternyata pendaftaran CBPI ISEF 2019 diperpanjang sampai tanggal 09 Oktober 2019 dan peserta yang lolos ke Babak Semifinal akan diumumkan pada tanggal 18 Oktober 2019. Dengan hati yang berusaha untuk ikhlas dan terus belajar sabar, maka saya harus menunggu selama setengah bulan lebih.
-----
            Banyak motivasi yang memacu diri saya untuk mengikuti lomba ini. Salah satunya adalah untuk mengisi banyak waktu luang di Semester 7, saya memproyeksikan diri saya untuk intens menulis seperti dulu dan mengikuti kompetisi-kompetisi menulis. Saya pun mencari informasi lomba-lomba menulis di instagram dan facebook. Termasuk informasi lomba CBPI ISEF 2019 ini, saya dapatkan dari instagram. Semua informasi lomba yang saya dapatkan, saya kumpulkan dan saya data semuanya, lalu saya catat batas deadline pengumpulan naskahnya. Bahkan saya sampai membuat kalender literasi pribadi mulai dari bulan September-November 2019 yang saya buat sendiri sebagai bentuk remainder untuk diri saya agar tidak lalai dalam berkarya dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin.
            Akhirnya, banyak lomba menulis, terutama lomba menulis puisi yang saya ikuti. Karena belum rezeki, maka naskah saya belum lolos seleksi, belum terpilih, dan belum menjadi juara. Banyak kegagalan-kegagalan yang saya alami dan membuat saya sakit hati. Akan tetapi, saya sadar, bahwa saya harus bangkit. Saya harus mencoba lagi dan lagi. Menulis dan terus menulis. Berkarya dan berkarya lagi sebanyak mungkin. Toh, sebuah kemenengan tidak datang hanya dari satu perlombaan saja. Tetapi bisa dari kesempatan dan lomba yang lain yang masih banyak dan menanti.
            Saya pun selalu teringat dengan perkataan Gus Candra Malik bahwa “Yang Berproses, Yang Sukses”. Tak kalah memotivasi pula Mbak Najwan Nada (Penulis Buku Welkom: Catatan Perjalanan 60 Hari di Belanda) mengatakan, “Bermimpilah seribu, dan jadikanlah perjuangan sebagai candu, maka sebuah kemenangan adalah bonus dari kecanduan”.
-----
            Oh iya, mengenai naskah puisi saya yang berjudul “Perahu Basmalah” yang diikutkan lomba CBPI ISEF 2019 tersebut  bersubtema “Pendidikan”. Sedangkan tema utama CBPI ini adalah “Generasi Muslim, Harus Produktif”. Proses saya menciptakan puisi yang berjudul “Perahu Basmalah” itu selama setengah hari. Dari pagi sampai dzuhur berkumandang. Saya benar-benar memikirkan, merenungi, dan memilih diksi-diksi yang dirangkai dalam puisi saya. Intinya, saya mengusahakan yang terbaik untuk hal yang saya ciptakan. Jujur, tidak semudah mengedipkan mata untuk memdatkan makna luas menjadi baris-baris singkat.
            Hampir menjelang dzuhur, rampunglah puisi saya menjadi sebuah puisi sebanyak 27 baris menggunakan tatanan 4, 3, 2 per baris. Tidak ada maksud apa-apa. Saya hanya sangat suka menata dan membuat sebuah puisi terlihat rapi.  
-----
Pengumuman Lolos ke Babak Semifinal    
Lalu, tibalah pada saat yang ditunggu-tunggu. Tanggal 18 Oktober 2019, peserta yang lolos seleksi dan masuk ke Babak Semifinal CBPI ISEF 2019 diumumkan di istagram FST Universitas Airlangga. Buru-buru saya pun mengecek ke IG. Alhamdulillahirabbil’alamin, nama saya dan judul puisi saya “Perahu Basmalah” berada di nomer urut ke-3 diantara 25 nama peserta yang lolos ke Babak Semifinal.
            Bagi yang lolos ke Babak Semifinal, panitia meminta seluruh peserta untuk konfirmasi ke Contact Person tertentu. Saya pun menghubungi Contact Person tersebut dan dimasukkan ke Grup WhatsApp Peserta Semifinalis CBPI ISEF 2019. Melalui grup WA ini, saya mendapatkan himbauan dan informasi mengenai persyaratan yang harus dibawa saat pelaksanaan Semifinal nanti pada tanggal 26 Oktober 2019 di FST Universitas Airlangga.
-----
            Kabar bahagia ini, saya sampaikan kepada Ibu saya. Alhamdulillah Ibu saya datang menyambang saya ke Asrama pada tanggal 20 Oktober 2019. Beliau menginap semalam di Asrama saya. Tentu, saya tidak membuang kesempatan ini untuk meminta doa secara langsung dari Ibu.
            Saya juga menyampaikan kabar ini kepada Ustadzah Fathimah serta meminta doa dari beliau. Tidak hanya kepada beliau saya meminta bantuan doa, tetapi juga kepada Kak Warits Rovi (Guru Puisi saya sejak MTs),  kepada Ustadz Amin (Kepala TPQ tempat saya mengajar), kepada Ustadzah Lia (Musyrifah Asrama saya di lantai 2), kepada Mbak Khoir & Mbak Yuyun (Sahabat Dewan Mahasantri angkatan 2017), kepada Indah & Farah (Adik Dewan Mahasantri di kamar saya tahun ini), dan kepada Syarif (Sahabat dekat saya di Aliansi Mahasiswa Bidikmisi UINSA). Karena saya yakin, bahwa keajaiban doa-doa dari orang-orang terdekat di sekitar kita pasti juga sangat membantu.
-----
Technical Meeting untuk Babak Semifinal & Babak Final CBPI 2019
Namun, ada hal yang membuat saya sampai meneteskan air mata. Yaitu pada saat dilema untuk menghadiri Technical Meeting Semifinal CBPI ISEF 2019 yang dilaksanakan pada hari jum’at, 25 Oktober 2019 jam 19.00 di Masjid Ulul Azmi Universitas Airlangga. Saya khawatir nanti jika tidak mengikuti Technical Meeting ini takut ketinggalan informasi penting yang berimbas pada pelaksanaan Semifinal nanti yang akan saya jalani. Saya pun menyampaikan hal ini pada musyrifah kamar saya (Ustadzah Fathimah) dan adik kamar saya (Indah). Alhamdulillah, mereka memberikan saya saran dan solusi untuk saya pilih. Opsi pertama, saya mencari penginapan di UNAIR mulai dari hari jum’at sehingga bisa mengikuti Technical Meeting dan sekaligus keesokan harinya pada hari sabtu tampil pada Babak Semifinal, agar tidak bolak-balik berangkat dari kampus UINSA. Opsi kedua, izin kepada panitia untuk tidak mengikuti Technical Meeting di malam sabtunya, jadi langsung berangkat ke UNAIR dari UINSA pada hari sabtu pagi ba’da shalat subuh.
            Akhirnya, saya memutuskan untuk mengambil opsi yang kedua setelah melalui banyak pertimbangan. Saya pun bertanya kepada pihak panitia, apakah boleh saya tidak ikut technical meeting. Lalu, panitia memberikan jawaban bahwa saya boleh tidak ikut technical meeting dengan konsekuensi harus setuju terhadap segala hal yang diputuskan pada saat technical meeting. Kemudian saya bertanya lagi, bagaimana terkait informasi yang dibahas saat technical meeting, apakah nanti akan dishare di grup WhatsApp. Panitia mengatakan iya, saya pun merasa lega.
            Mengapa saya mengambil opsi kedua? Pertama, karena pelaksanaan technical meetingnya dilaksanakan pada malam hari setelah isya’. Sedangkan di asrama saya ba’da isya’ ada kegiatan Wajib Baca bersama mahasantri. Jam 09.00 malam pintu Asrama saya dikunci. Oleh karena itulah, saya khawatir technical meetingnya selesai lebih dari jam 09.00 malam. Maka pikir saya, harus tidur dimana saya ini? Di Masjid Ulul Azmi? Duh, sangat tidak mungkin. Bagi saya, it’s rather dangers for woman kalau malam hari ada di luar rumah. Alasan kedua, karena biaya tempat penginapan yang disediakan oleh panitia itu mahal menurut saya. Jadi, saya benar-benar mempertimbangkan ketersediaan uang yang saya miliki untuk bertahan hidup di Surabaya.
-----
            Alhamdulillah, meskipun saya tidak mengikuti technical meeting secara langsung di UNAIR, panitia ternyata benar-benar membagikan seluruh hasil hal-hal yang dibahas pada saat technical meeting di grup WhatsApp terkait pelaksanaan teknis pada Babak Semifinal & Babak Final. Serta Tata Tertib untuk acara esok hari. Dan ternyata, nomor urut tampil peserta juga diundi pada saat technical meeting. Berdasarkan data yang dishare oleh panitia, saya mendapatkan nomor urut tampil 24. Awalnya saya agak merasa kecewa karena mendapatkan kesempatan tampil nomor 2 dari belakang. Tetapi akhirya saya ikhlas menerimanya. Saya percaya bahwa itu adalah yang terbaik untuk saya.
            Malam harinya, sebelum esok pagi berangkat ke UNAIR, saya latihan membaca puisi di kamar dengan meminta penilaian dari Ustadzah Fathimah. Beliau di sini sudah layaknya pengganti Ibu saya yang ada di pulau seberang sana. Beliau selalu memotivasi dan menyemangati diri saya untuk terus berusaha, berikhtiar, dan berjuang melakukan yang terbaik.
-----
Persiapan untuk Hari H Besok Pagi
Hari Sabtu tanggal 26 Oktober 2019 ternyata tiba juga. Seusai shalat jama’ah dan melaksanakan kegiatan subuh di masjid, saya pun menuju kamar dan membaca naskah puisi saya kembali. Tak terasa, saya ketiduran di atas kasur. Untunglah ada Ustadzah Fathimah yang tiba-tiba membangunkan saya untuk segera berangkat ke UNAIR sebelum jam 06.00 Pagi. Saya pun bersiap-siap dan menyiapkan segala peralatan serta berkas-berkas yang harus dibawa. Setelah semuanya beres. Saya meminta tolong kepada Indah untuk memesankan transporsi grab online untuk mengantar saya ke UNAIR. Awalnya saya sempat merasa gelisah karena harganya cukup mahal. Akhirnya, saya ikhlas demi perjuangan saya.
            Sekitar jam 05.30 pagi saya berangkat ke UNAIR. Saya pun berterima kasih dan pamit pada Indah di kamar. Lalu saat saya menuruni tangga, pintu kamar pengurus lantai dua terbuka. Saya melihat Mbak Khoir, Ustadzah Lia, dan Ustadzah Fathimah di situ, hingga akhirnya saya berpamitan pada mereka semua. Ada hal yang sungguh menyentuh hati saya, karena Ustadzah Fathimah tiba-tiba memanggil saya kembali dan menjulurkan tangan beliau kepada saya memberi saya sangu. Ya Allah, sungguh saya sangat tidak menyangka. Kebaikan hati Ustadzah Fathimah begitu memotivasi saya. beliau juga layaknya Ayah saya, menyuruh saya memperbanyak untuk membaca shalawat atas seluruh hajat-hajat saya. Begitu tersentuh hati saya, karena ada sosok seperti orang tua saya yang selalu menyemangati saya dalam perjuangan.
-----
Check In        
Jam 06.21 saya tiba di FST UNAIR. Saya pun menghubungi panitia yang menjadi LO saya. Setelah bertemu, saya diantarkan ke gedung Airlangga Convention Center (ACC), tepatnya ke ruangan perlombaan CBPI 2019. Sebelum saya masuk ruangan, terlebih dahulu saya menyerahkan lembar orisinalitas karya dan menunjukkan KTM saya kepada bagian kesekretariatan. Setelah panitia memberi saya nomor urut tampil, notebook, pulpen, stiker, map, dan konsumsi, saya pun masuk ke ruangan Semifinal CBPI 2019. Sungguh, saya adalah peserta yang datang pertama kali dan paling awal serta check in sebelum waktunya tiba. Sebenarnya check in sesuai jadwal dimulai dari jam 06.30, namun karena saya datang sebelum itu, tentu panitia tidak akan membiarkan saya di luar.
            Di dalam ruangan saya duduk di kursi berdasarkan nomor urut tampil saya. Dingin sekali, soalnya sejajar dengan AC. Untunglah panitia akhirnya mengurangi suhu kedinginannya.
-----
Performance Babak Semifinal CBPI 2019
Jam 08.00 pagi tepat, acara Semifinal CBPI 2019 dimulai. Pada Babak Semifinal ini, peserta harus membacakan naskah puisi yang telah lolos seleksi sebelumnya di hadapan para juri.
Saat panitia membacakan CV para juri, saya pun merasa takut karena semua jurinya adalah orang-orang hebat yang memiliki banyak pengalaman dalam menulis dan merupakan sastrawan profesional. Juri yang paling membuat saya takut adalah juri yang memiliki keilmuan di dunia teater dan baca puisi.
Saya pun meyakinkan hati saya saat itu juga. Bismillah, intinya saya harus memberikan yang terbaik. Menang atau kalah, yang terpenting saya telah berani untuk mencoba dan berusaha menampilkan yang terbaik.
Satu persatu peserta maju ke depan membacakan puisinya. Bagi saya, penampilan mereka bagus bagus semua. Meskipun ada peserta yang dari tingkat SMA, mereka semuanya luar biasa dalam membacakan puisinya dengan ciri khas mereka sendiri.
Saya pun mengambil nafas berkali-kali. Dan berulang kali membaca puisi saya sebelum maju ke depan. Benar-benar deg-degan. Hingga tibalah saatnya saya maju ke depan. Ketika nama saya dipanggil (nomor urut 24), saya telah siap untuk membacakan puisi saya di hadapan para juri dengan penghayatan, ekspresi, intonasi, interpretasi, vokal, dan gestur semampu saya dari hati. Intinya memberikan yang terbaik semaksimal mungkin.
Seusai tampil, aneh sekali. Saya langsung sangat kehausan. Saya pun mengambil dan meminum air yang disediakan oleh panitia di dalam ruangan. Nomor urut 25 pun sebagai peserta terakhir akhirnya selesai juga membacakan puisinya di depan. Kemudian panitia meminta semua juri untuk memberikan evaluasi, kesan, dan masukan mengenai penampilan para Semifinalis tadi. Saya mendengarkan masukan dari beliau-beliau dengan penuh perhatian. Bahkan sampai saya catat sebagai tambahan ilmu untuk saya.
Lalu panitia menutup acara Semifinal ini dan mempersilahkan kita untuk istirahat menunggu pengumuman siapa saja yang masuk ke Babak Final CBPI 2019 nanti. Kami di suruh kembali lagi ke dalam ruangan pada jam 12:05.
Ada  hal yang membuat saya ingin tersenyum dalam mengikuti lomba ini. Karena saya teringat dulu saat kelas 1 dan kelas 2 MA, dimana saya menjadi delegasi sekolah untuk mengikuti Lomba Cipta Baca Puisi Se-Madura di Universitas Wiraraja yang meraih Juara 2 dan Lomba Cipta Baca Puisi Kandungan Al-Qur’an dalam Ajang AKSIOMA Se-Kabupaten Sumenep meraih Juara 1. Jeda waktu yang cukup lama, karena saya baru mendapatkan kesempatan lagi mengikuti lomba Cipta Baca Puisi sekarang ini. Biasanya dulu persiapan saya didampingi oleh guru puisi saya, yaitu Kak F. Rizal Alif. Akan tetapi sekarang berbeda, serba mandiri. Belajar sendiri, dan ke UNAIR pun sendiri tanpa pendamping. Tidak papa, setidaknya saya telah memiliki tabungan pengalaman dari masa MA. Saya telah belajar banyak hal dari penglaman saya itu.
-----
Istirahat, Sholat, dan Makan (Ishoma)
            Mengisi waktu istirahat, saya dan Meda (teman dari jurusan Biologi UNAIR yang kenal di dalam ruangan Semifinal), memutuskan untuk jalan-jalan di sekitar gedung Airlanga Convention Center dan melihat poster LKTIA di lobi. Setelah itu, kami kembali ke depan ruangan Semifinal tadi untuk mengambil makan siang. Kami makan siang bersama di dalam ruangan CBPI. Seusai makan siang, saya shalat ke mushalla gedung ACC sendirian. Karena Meda pada saat itu ketepatan lagi berhalangan untuk shalat.
            Senang sekali saya bisa kenal dengan Meda yang masih semester 3 ini. Anaknya baik dan ramah. Kami saling share sedikit pengalaman masing-masing. Tadi pada saat dia tampil membacakan puisinya, sebelumnya minta tolong kepada saya agar difotokan. Lalu, pada saat saya tampil membaca puisi di sepan, ternyata saya difoto juga sama dia tanpa saya minta sebelumnya.
-----
 Pengumuman Peserta yang Lolos ke Babak Final
Selesai shalat, saya langsung kembali ke ruangan CBPI. Sekitar jam 12.20, panitia di dalam ruangan mengumumkan secara resmi siapa saja yang lolos untuk maju ke Babak Final. Hanya diambil 7 besar yang akan bersaing di Babak Final. Saat panitia membacakan mulai dari peringkat ke-7 saya merasa deg-degan dan pasrah serta berusaha untuk mengikhlaskan apabila saya ternyata tidak lolos ke Babak Final.
Tanpa saya sangka, ternyata nama dan judul puisi saya “Perahu Basmalah” disebut sebagai peringakat atau nilai tertinggi ketiga.  Meda yang ada di samping saya mengucapkan selamat kepada saya. Sayangnya, dia tidak lolos ke Babak Final juga. Padahal sebelumnya saya mengira bahwa dialah yang akan lolos ke Babak Final. Karena menurut saya, dia tadi bagus dalam membacakan puisinya.
7 orang yang telah disebut untuk maju ke Babak Final, digiring oleh panitia ke sebuah ruangan di lantai 1. Jadi, ada 2 tantangan pada Babak Final ini. Pertama peserta diminta untuk menciptakan puisi lagi yang baru dengan tema baru pula yaitu “Budayaku Membangun Negeri Madani” selama 50 menit. Kemudian tantangan yang kedua, setelah selesai menciptakan puisi yang baru, peserta diminta untuk membacakan naskah puisinya di hadapan para juri lagi.
-----
Babak Final
            Sebenarnya tema puisi untuk Babak Final ini telah diberitahu oleh panitia bersamaan pada saat mengeshare informasi hasil technical meeting. Namun, saya pada malam hari itu, fokus latihan membaca puisi. Meskipun sebenarnya sepintas sempat berpikir kira-kira kalau saya lolos sampai ke Babak Final, apa ya ide puisi yang harus saya ciptakan.
            Sambil menuju ke ruangan di lantai 1, saya memikirkan judul puisi saya serta ide pokok yang harus tersampaikan dalam puisi saya yang baru. Sampai di dalam ruangan, panitia benar-benar ketat melarang ada kertas lain di atas bangku selain kertas yang diberikan oleh panitia.
            Saya pun hanya mengeluarkan pulpen dan tipe-x ke atas bangku. Selama 50 menit saya benar-benar mencurahkan segala hati, perasaan, dan pikiran untuk menuangkan ide dan merangkai kata sebaik mungkin sesuai tema. Alhamdulillah, tadi saat saya duduk ke kursi pertama kali, judul untuk puisi saya muncul dalam benak. Yaitu “Pelangi Kearifan”. Dalam waktu 50 menit itu, Alhamdulillah saya menghasilkan sebuah puisi sebanyak 18 baris 6 bait dengan tatanan 4, 3, 2 per bait. Untungnya sejak bulan Agustus saya intens menulis puisi. Sehingga tidak terlalu sulit dalam mencari diksi untuk dirangkai.
-----
 Sekitar jam 13.50, waktu peserta menciptakan puisi telah habis. Kami pun diminta untuk kembali ke ruangan CBPI untuk membacakan puisi kami yang baru diciptakan itu dihadapan para juri lagi. Saya mendapatkan nomor urut tampil ke-6. Sama seperti sebelumnya di Babak Semifinal, memperoleh kesempatan nomor urut dua dari belakang untuk membacakan naskah puisi saya.
Waktu terasa begitu cepat. Hingga tibalah saya saatnya untuk maju ke depan membacakan puisi saya kembali. Alhamdulillah, saya telah menghayati dan mencoba membaca naskah puisi saya sebelumnya beberapa kali. Semaksimal mungkin, saya membacakan puisi saya sebaik mungkin semampu saya.
Entah kenapa, pada saat Babak Final ini, saya melejitkan doa kepada Allah, ya Allah Engkau pasti Maha Tahu harapan terdalam saya, namun apabila saya masih belum juara dalam kesempatan ini, jadikanlah saya orang yang ikhlas untuk menerima semua kehendakmu kepada saya dengan dada yang lapang.
Lalu, juri pun kembali diberikan kesemptan oleh panitia untuk memberikan evaluasi terhadap penampilan para finalis. Setelah itu, panitia mempersilahkan para finalis untuk menunggu dan hadir ke masjid Ulul Azmi pada acara Awarding dan Pengumuman Juara jam 07.00 malam ba’da shalat isya’.
-----
Menunggu Acara Awarding & Pengumuman Juara
            Saya menunggu acara Awarding nanti malam di masjid Ulul Azmi sambil mencari sebuah colokan untuk mencharge HP saya yang sedang low batre. Masya Allah, indah sekali masjid Ulul Azmi UNAIR, modelnya nampak seperti masjid khas Timur Tengah. Adem, sejuk, dan nyaman.
            Di sinilah saya shalat ashar, maghrib, dan isya’. Menunggu acara Awarding sambil membaca surat-surat pilihan di buku Tabarruk. Saya memang sengaja membawanya dari Asrama. Sebab, saya mengatur diri saya harus istiqomah membaca Al-Qur’an setiap selesai shalat. Dan harus membaca Al-Waqi’ah, Yasin, Ar-Rahman, dan Al-Mulk dalam waktu sehari.
            Beruntung sekali memilih istirahat di masjid. Di samping tempatnya memang nyaman, di sini pun dapat menunaikan shalat dengan berjama’ah. Setiap selesai shalat saya berdoa, jika nanti nama saya tidak disebut sebagai pemenang, maka saya meminta agar diberikan hati yang ikhlas dan menerimanya dengan damai. Namun, apabila nanti nama saya disebut dan nobatkan sebagai salah satu pemenang, saya juga meminta agar diri ini tidak sombong, dan tetap konsisten melanjutkan perjuangan selanjutnya. Karena kemenangan hari ini bukanlah akhir dari segalanya.
-----
Pengumuman Juara & Awarding
            Saat yang ditunggu-tunggu akhirnya telah tiba. Semua peserta dari semua cabang lomba ISEF 2019 berkumpul di aula utama masjid Ulul Azmi. Tanpa menunggu lama, MC membuka acara dan menyambut kami semua. Lalu, MC pun membacakan pemenang lomba dalam berkas segel.
            Pemenang lomba pertama kali yang dibacakan adalah bidang lomba CCI (Cerdas Cermat Islami). Hati saya semakin deg-degan saat itu. Karena nama pemenangnya ditampilkan di depan yaitu di sebuah layar proyektor.
            Setelah itu, pemenang lomba CBPI (Cipta Baca Puisi Islami) yang dibacakan. Saat MC mulai membaca dari sebuah berkas yang disegel, hati saya semakin terasa deg-degan. MC membacakan juaranya dari urutan juara ke-3. Saat juara ke-3 dibacakan, ternyata bukan nama saya. Lalu, juara ke-2, ternyata bukan nama saya juga. Terakhir, tinggal juara pertama. Saya semakin merasa deg-degan sampai tidak bernafas sejenak. Seraya dalam hati berkata, berikanlah kedamaian perasaan apabila nanti bukan nama saya yang menjadi juara pertama. Dan, juara pertama pun dibacakan serta ditampilkan di layar proyektor. Masya Allah, ternyata nama saya lah yang disebut, yaitu Siti Ramlah dengan judul puisi “Pelangi Kearifan”. Saya pun melepas nafas yang sempat tertahan tadi dan bersyukur dalam hati sedalam-dalamnya kepada Allah atas semua ini.
            Jujur, saya merasa ini seperti sebuah mimpi rasanya saat saya maju ke depan saat dinobatkan sebagai juara 1 dan menerima Award dari panitia. Ya Allah, sungguh tidak menyangka. Tadi saya sempat gelisah dan mengira bukan saya yang akan menjadi jauara pertama.
            Ya Allah, saya benar-benar speechles. Tidak tau harus berkata apa lagi atas anugerah ini. Intinya, saya harus tetap berjuang lebih gigih lagi ke depannya. Karena ini bukanlah akhir sebuah cerita. Jika kali ini saya Alhamdulillah menjadi pemenang, ini hanyalah sebuah bonus dari candunya perjuangan dan usaha. Karena hal terpenting dari segalanya adalah sebuah proses yang harus dijalani. Jadi, saya tak mungkin bisa berdiri di depan sana tanpa sebuah proses yang saya tempuh sebelumnya yang membuat saya sakit hati, ingin berhenti, bahkan ingin menyerah. Namun, perjuangan telah membuat saya candu kepadanya.
            Saya sangat bersukur sekali. Ya, sungguh. Apa yang saya dapatkan dari Reward yang diberikan, 100 kali lipat lebih banyak dari uang pendaftaran untuk mengikuti lomba CBPI ini. Lebih dari itu, saya juga dapat menimba ilmu baru dari para juri yang luar biasa, serta pengalaman baru dalam berjuang.
-----
Ucapan Selamat & Rasa Terima Kasih
           
            Seusai saya menerima Award, tiba-tiba Ibu menelfon saya. saya pun segera mengangkatnya dan memberitahu kabar ini pada beliau. Beliau menangis dan bahagia sekali. Saya pun juga ikut menangis, sebab doa-doa dari beliaulah yang selalu mengalir untuk saya. Dan doa Ibu adalah doa yang paling mustajab. Betapa ajaibnya beliau di dunia ini bagi diri saya. dan betapa berartinya sosok beliau untuk saya. Tak cukup ditulis dengan kata-kata tentang luar biasanya beliau di muka bumi ini.
Alhamdulillah, atas prestasi yang saya raih ini, banyak sekali teman dekat dan orang-orang di sekitar saya yang memberi ucapan selamat kepada saya. Saya benar-benar mengucapkan terima kasih dari lubuk hati telah memberi saya ucapan selamat atas bonus yang saya raih dari kecanduan perjuangan saya selama ini.
            Sekali lagi, terima kasih. Sungguh, saya mengucapkan terima kasih terhadap semuanya yang turut bersuka cita atas bonus kecanduan perjuangan yang saya raih. Ada yang secara langsung mengucapkan selamat kepada saya, ada pula yang mengucapkan selamat melalui chat WhatsApp. Mereka semua adalah Ustadzah Fathimah (Musyrifah kamar saya di lantai 4 Pesantren Mahasiswi Ma’had Al-Jami’ah UINSA), Indah dan Farah (Adik kamar saya di lantai 4 Pesantren Mahasiswi Ma’had Al-Jami’ah UINSA), Ustadzah Hamilah, Ustadzah Lia, dan Ustadzah Riham (Musyrifah saya di Pesantren Mahasiswi UINSA akan tetapi tidak sekamar), Yuni, Linda, Datul, & Alvi (Adik Dewan Mahasantri di Pesantren Mahasiswi UINSA Angkatan 2018), Mbak Yuyun & Mbak Khoir (Teman seangkatan sebagai Dewan Mahasantri di Pesantren Mahasiswi UINSA), Izzah, Jamilah, Musyarofah, & Azza (Adik Dewan Mahasantri di Pesantren Mahasiswi UINSA Angkatan 2019), Syarifudin, Prita, Hubby, Umma, Ilda, Millah, & Waisa (Teman seangkatan dan satu beasiswa di Bidik Misi UINSA), Albar (Teman senagkatan Dewan Mahasantri di Pesantren Mahasiswa UINSA), Yunita & Mbak Has (Teman satu kelompok saat KKN), Mbak Maftuhah & Mbak Ica (Demisioner Aliansi Mahasiswa Bidikmisi UINSA Angkatan 2015), Elma, Devi, Tika, Asa, Dewi, Nisa’, Lala, Faiqoh, Indri, Fitri, Shofi, Hana, Izzy, Iim, Ummi, Nadial, & Lutfah (Mahasantri Pesmi lantai 4), Ibu Wahju Kusumajanti (Kaprodi Sastra Inggris UINSA), Meda (Teman yang kenal mulai saat Babak Semifinal di UNAIR), Rina (Mahasantri dan anak EC Pesmi), Retno & Kiki (Teman seangkatan di Sastra Inggris UINSA), Kak Dini (LO saya di Lomba CBPI ISEF 2019), Kak Robi (Mahasiswa asal Sumenep yang lagi kuliah S2 di UGM), Abbas & Sanusi (Kakak Kelas saya di MA Nasy’atul Muta’allimin), Ustadz Amin (Kepala TPQ Hidayatullah tempat saya mengajar), Ustadz Alwi, Ustadzah Ila, Ustadzah Ani, & Ustadzah Meme (Guru di TPQ Hidayatullah), Majid (Teman seangkatan selama thalabul ‘ilmi mulai sejak TK-MTs di Madrasah Al-Huda II), Kamilah, Putri, Ikmal, & Haqi (Adik angkatan di Aliansia Mahasiswa Bidikmisi UINSA), Ustadzah Neila (Senior Dewan Mahasantri di Pesantren Mahasiswi UINSA), Ustadzah Heni (Musyrifah saya di Pesantren Mahasiswi UINSA yang sekarang telah tinggal bersama suaminya), dan Ustadz Syam & Ustadz Wasid (Musyrif dan pengurus di Kantor Pusat Ma’had Al-Jami’ah UINSA).
-----
            Inilah, sedikit catatan dan cerita tentang perjuangan saya bersama sebuah puisi yang telah membuat saya candu untuk berproses.

Surabaya, 28-29 Oktober 2019

Comments

  1. Selalu semangat ya Dek... Insyaallah sukses selalu.

    ReplyDelete
  2. Iya Kak Robi... Terima kasih sudah selalu menyemangati... Semoga Kak Robi semakin sukses... Amiinn...

    ReplyDelete

Post a Comment

Beri komentar, kritikan, saran, dan masukan yang membangun. Terima Kasih! Salam Sastra dan Literasi!

POPULAR POST