MENJADI GELAS YANG TAK PERNAH PENUH
Menjadi Gelas yang Tak Pernah Penuh
Seperti gelas, jika sudah penuh, maka ia tak bisa untuk menampung lagi. Namun, jika isinya masih separuh, ia masih bisa untuk menampung air lagi. Ketika sharing bersama banyak orang, penting untuk memposisikan diri seperti gelas yang belum penuh, agar bisa menerima masukan dan pendapat dari orang lain. Sebaliknya, jika memposisikan diri seperti gelas yang penuh, akan merasa paling pintar. Kalau merasa paling pintar, bahaya, bisa-bisa tidak mau belajar lagi, baik dari buku atau dari orang lain.
Melalui tulisan ini, saya ingin berterima kasih kepada Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Qimah Fakultas Adab dan Humaniora yang telah mengajak saya untuk berdiskusi dan sharing sekilas tentang cerpen. Walaupun sebenarnya, saya masih merasa perlu untuk banyak belajar lagi dalam menulis cerpen.
Suatu hari, ada salah satu adik Crew LPM Qimah menghubungi saya pada tanggal 03 Maret 2020. “Mbak, besok bisa ngisi kajian tentang kepenulisan cerpen dan novel?” Jleb. Saya tentu terkejut. Karena adik yang menghubungi saya itu, baru menghubungi H-1 untuk mengisi kajian. Sayangnya, pada hari Rabu, 04 Maret 2020, saya sudah ada agenda lain, yaitu rapat bulanan di TPQ tempat saya mengajar. Dengan berat hati, saya mengatakan tidak bisa dengan alasan tersebut. Lalu, saya ditanyai kembali, kira-kira kalau hari Rabu sore minggu depan, 11 Maret 2020, apakah bisa?
Sebenarnya, setiap hari Senin-Sabtu sore, agenda saya
sejak awal semester 5, adalah mengajar di TPQ. Namun, karena LPM Qimah
bersejarah dalam hidup saya, saya pun bersedia untuk berbagi di sini. Sedangkan untuk
jadwal ngajar di TPQ, saya bisa izin dan mencari badal (pengganti) untuk ngajar di hari itu. Jujur, untung saja masih ada waktu 1 minggu untuk
ngisi kajian. Jadi, saya bisa menyiapkannyauntuk belajar terlebih dahulu.
Surabaya, 11 Maret 2020
Comments
Post a Comment
Beri komentar, kritikan, saran, dan masukan yang membangun. Terima Kasih! Salam Sastra dan Literasi!