BELAJAR BAHASA INGGRIS
Belajar Bahasa Inggris
(Studying, Bullying, Struggling)
Setiap seminggu sekali, tepatnya pada malam minggu, mahasantri Pusat Ma'had Al-Jami'ah UINSA ada kegiatan ekstrakurikuler. Salah satunya adalah English Club atau pengembangan bahasa Inggris. Kegiatan ini diorbitkan oleh pengurus atau lebih tepatnya oleh Dewan Mahasantri yang telah disetujui oleh Musyrif-Musyrifah Ma'had. Sedangkan kegiatan English Club ini sendiri di-manage oleh divisi PMB (Pengembangan Minat Bakat), kemudian ada beberapa tutor yang diberikan tanggungjawab.
Pada periode kepengurusan 2019-2020, para tutornya adalah Munir, Nadia, Indah, dan saya sendiri. Dalam waktu 1 bulan ada 3 kali pertemuan. Minggu pertama, belajar bersama kami. Minggu kedua, belajar bersama pemateri dari luar yang kami undang. Minggu ketiga, praktek/performance anggota EC hasil dari teori yang sudah dipelajari dua minggu sebelumnya.
Setiap bulannya, ada ketentuan teori yang telah kami planning untuk dipelajari bersama. Misalnya bulan ini belajar tentang public speaking, bulan depannya belajar story telling, dan bulan depannya lagi belajar speech. Setiap semester kami mengambil waktu selama tiga bulan untuk belajar bahasa inggris bersama. Dan teori yang dipelajari, kami memang sengaja untuk difokuskan melatih skill berbicara dalam bahasa Inggris, karena teori structure telah mereka pelajari di kelas english intensive kampus pada pagi harinya.
Foto di atas adalah salah satu rekam jejak kami selama belajar bersama di English Club. Di foto tersebut, kami mendatangkan pemateri dari luar (maksudnya yang bukan pengurus Ma'had), yaitu Wan Khairina Wan Khalid, dia adalah teman Munir di jurusan Sejarah Peradaban Islam yang berasal dari Malaysia. Ya, dia adalah salah satu mahasiswa international di kampus UINSA yang berasal dari negeri tetangga.
Ternyata anak-anak EC cukup antusias, sebab terkadang pemateri dalam berkomunikasi disamping berbahasa inggris dan berbahasa indonesia, juga sedikit-sedikit keluar bahasa melayunya. Saya sendiri pun juga merasakan impression melihat ada orang Malaysia berbahasa melayu di depan mata, terasa unik gitu, ya bahasanya, ya logatnya.
Ya, belajar bahasa memang memiliki keunikan dan mengesankan bagi saya pribadi. Disamping itu, ada sebuah pepatah arab yang begitu memotivasi (yang artinya): "Barang siapa menguasai bahasa suatu kaum, maka ia selamat dari tipu daya mereka". Nah, dari pepatah ini kita bisa mengambil benang merah, bahwa betapa sangat tidak rugi belajar bahasa orang lain, agar kita bisa paham apa yang dimaksud mereka.
Contoh nih, saya ini kan orang asli Sumenep yang sehari-hari memakai bahasa Madura (walaupun pakai bahasa Indonesia juga terkadang di saat tertentu seperti di sekolah pada guru atau dalam hal formal lainnya), kemudian saya kuliah ke Surabaya yang mana bahasa sehari-hari lingkungan baru saya ini pakai bahasa Jawa (tidak melulu pakai bahasa Indonesia), sedangkan saya nonsense dalam berbahasa Jawa. Secara perlahan-lahan saya pun belajar untuk berbahasa Jawa juga dalam keseharian saya, agar saya mudah beradaptasi dan berkomunikasi dengan teman-teman serta lingkungan saya, sehingga saya bisa survive di lingkungan baru saya ini. Alhamdulillah sedikit-banyak saya sudah paham bahasa mereka dalam tanda kutip bahasa sehari-harinya. Kalau bahasa kromonya saya masih belajar untuk lebih tahu lagi. Apalagi kalau plek kromo banget, aduh bisa-bisa nggak paham saya.
Nah, inilah salah satu kegunaannya. Lalu bagaimana dengan belajar bahasa Inggris? Oke, saya rasa kita semua sudah tahu bahwa bahasa inggris merupakan bahasa internasional. Suka tidak suka, dunia telah menetapkan bahasa inggris sebagai bahasa untuk menghubungkan seluruh manusia dalam berkomunikasi. Mau ke luar negeri, misalnya ke Korea, tidak tahu bahasa Korea, ya pakai bahasa Inggris. Begitu juga sebaliknya, orang luar negeri mau ke Indonesia, tapi tidak tahu bahasa Indonesia, ya pakai bahasa Inggris. Walaupun, tidak semua orang luar negeri dan orang Indonesia tahu berbahasa inggris, tetapi dunia telah menetapkan bahasa inggris sebagai bahasa internasional. Ini salah satu alasan mengapa bahasa inggris memiliki nilai guna dan manfaat untuk dipelajari oleh kita. Ya, bagi yang mau belajar. Bagi yang tidak ingin belajar, tidak ada paksaan untuk belajar. Di sini, saya hanya ingin berbagi serta termasuk orang yang setuju bahwa belajar bahasa inggris ada manfaatnya.
Kalau bagi saya pribadi, sangat penting sekali belajar bahasa inggris dengan sungguh-sungguh, karena saya kuliah di jurusan Sastra Inggris. Harus mau belajar bahasa inggris lebih banyak lagi. Karena apa? Buku referensi berbahasa inggris. Dosen sedikit-banyak di kelas memakai bahasa inggris. Presentasi pakai bahasa inggris. Buat makalah harus berbahasa inggris. Skripsi harus berbahasa inggris. Dan serba bahasa inggris lainnya.
Kalau bagi orang lain bagaimana? Sebenarnya tidak ada paksaan untuk benar-benar dan sungguh-sungguh bisa berbahasa inggris. Tergantung kebutuhan hidup dan pilihan mereka masing-masing. Kalau mereka mau kuliah ke luar negeri, baik pakai beasiswa maupun tidak, ya harus bisa berbahasa inggris untuk komunikasi di sana. Apalagi yang mau melalui beasiswa tertentu, ada persyaratan nilai TOEFL yang harus di penuhi. Kemudian, di UINSA sendiri, ada intensif pembelajaran bahasa inggris bagi mahasiswa semester 1-2, karena nanti sebelum daftar sidang skripsi harus menyerahkan sertifikat TOEFL dengan skor yang telah ditetapkan oleh fakultas masing-masing. Ya, setiap institusi memiliki kebijakan masing-masing. Jika tidak mau memenuhi hal itu, maka bisa mencari atau memilih kampus lainnya yang tidak ada belajar bahasa inggrisnya. Sesimpel itu jika tidak mau sama bahasa inggris. Tidak usah mencari masalah dalam diri sendiri.
Saya jadi teringat, dulu pernah di-bully (dirisak) karena suka dan belajar bahasa inggris. Dikatai katanya bahasa inggris itu bahasanya orang kafir, bahasa inggris itu bahasa munafik. Ya Allah, saya elus dada saya. Saya memilih untuk tidak melawannya. Saya biarkan saja.
Tetapi, saya memiliki kesimpulan mengapa seseorang itu bisa berkata seperti itu. Pertama, mungkin dia memang tidak suka, tidak tahu, dan tidak mau belajar bahasa inggris, makanya dia mencari pembelaan atas apa yang tidak dia sukai dan yang tidak dia inginkan. Kedua, mungkin dia sudah pernah belajar bahasa inggris, tapi tidak ngerti-ngerti, tidak langsung bisa, lalu karena dia tidak mau bersabar dan sungguh-sungguh belajar, dia menyerah begitu saja dan menjelek-jelekkan bahasa inggris. Ketiga, mungkin dengan menjelekkan atau mengatai apa yang disukai dan sedang diperjuangkan oleh orang lain, membuat dirinya bahagia.
Dalam benak dan hati saya, menanggapi argumen negatif yang dilontarkan oleh orang tersebut, bagaimana bisa dia langsung nyeletuk bahasa inggris adalah bahasa orang kafir dan bahasa munafik? Coba kita pikir secara apa adanya. Memangnya semua orang yang berbahasa inggris di dunia ini adalah orang kafir? Kan tidak. Memangnya bahasa itu beragama ya? Aduh asal berkomentar saja deh. Coba mari tengok Ustadz Dzakir Naik. Sudah tahu belum sama Ustadz Dzakir Naik? Orang islam yang telah mengislamkan ribuan orang non-muslim di dunia ini, komunikasinya pakai bahasa apa? Bahasa inggris.
Kemudian ada celetukan lagi “nanti di alam kubur pertanyaannya pakai bahasa Arab”. Baik, berdasarkan sepengetahuan saya dari guru, para ulama berbeda pendapat, ada yang mengatakan pakai bahasa Suryani, bahasa Arab, dan sesuai bahasa kita. (Tolong perbaiki saya jika saya salah). Namun, hal yang perlu untuk diintrospeksi lagi, apakah iya dengan bahasa Arab yang telah kita pelajari saja, sudah cukup untuk menjawab pertanyaan di alam kubur? Apakah tidak butuh iman dan amal kita?
Kemudian, perkataan itu seakan menuding bahwa saya tidak belajar bahasa Arab. Padahal, baik bahasa Inggris maupun bahasa Arab sama-sama saya pelajari. Ayah saya adalah orang pertama yang mengharuskan saya belajar bahasa Arab, harus bisa baca kitab kuning.
Argumen yang kedua, tentang kecaman bahwa bahasa inggris adalah bahasa munafik. Baik, kita sebagai orang Indonesia, mengenal huruf alfabet dibaca a, b, c, d, dan seterusnya sebagaimana yang telah kita ketahui bersama kan. Sebenarnya, huruf alfabet itu hanyalah sign (tanda). Dalam bahasa Indonesia, ya dibaca seperti itu. Sedangkan dalam bahasa Inggris, ya bacaannya ei, bi, si, di, dan seterusnya. Dalam bahasa Prancis, Belanda, Turki, dan yang lainnya dibaca bagaimana? Oh, kalau saya tidak tahu karena belum belajar. Kemudian, apabila dalam bahasa Inggris ada bunyi huruf yang dihilangkan dan dimasukkan pada huruf setelahnya, sama halnya dengan salah satu bacaan tajwid yang mengharuskan menghilangkan/menyamarkan bunyi huruf tertentu dan memasukkannya pada huruf setelahnya. Misalnya, bacaan iqlab; ينبت dibaca yumbitu bukan dibaca yunbitu. Lagi, misalnya bacaan idgham bilaghunnah; رزقالكم dibaca rizqallakum bukan dibaca rizqan lakum. Fahimtum? Understand? Kalau belum, mari belajar bersama-sama. Kalau dalam bahasa Inggris, misalnya seperti kitchen dibaca ki-chn, huruf “t”-nya tidak dibaca.
Jujur, deg sekali perasaan dan dada saya saat dia melontarkan hal itu pada saya. Menyikapi hal itu, butuh hati seluas lautan, bukan hati sesempit gelas, agar rasa pahitnya bisa hilang. Kita juga tidak bisa memaksa orang lain suka terhadap kita, dan kita juga punya kekurangan untuk selalu bisa membahagiakan orang lain.
No hate speech, no bullying! Lebih baik mari kita saling mendukung dan mengapresiasi. Selama hal itu benar dan tidak dosa.
Lepas dari problematika semua ini, saya enjoy banget bisa belajar bahasa inggris dan berbagi bersama di English Club Ma’had UINSA.Untuk yang sedang berproses belajar bahasa inggris, never give up!
Sumenep, 21 September 2020
Comments
Post a Comment
Beri komentar, kritikan, saran, dan masukan yang membangun. Terima Kasih! Salam Sastra dan Literasi!