KETIKA ADA YANG PDKT PADA PEREMPUAN MADURA

 


Ketika Ada yang PDKT Pada Perempuan Madura

    Pertama, rasanya saya perlu untuk memberikan klarifikasi terlebih dahulu bahwa cerita ini telah mendapatkan izin untuk ditulis. Dengan syarat, nama-nama orang yang bersangkutan harus disensor, beserta identitasnya juga tidak ditampakkan secara jelas.

    Cerita ini diambil dari sebuah catatan perjalanan hidup kerabat saya ketika ia curhat langsung dan bercerita tentang salah satu kisah hidup yang pernah ia lewati. Ia bercerita hal ini saat saya pulang kampung pada Maret 2020 yang lalu. Dan ia mempersilahkan saya untuk menulisnya, agar orang-orang yang membaca tulisan ini dapat belajar dan mengambil hikmah dari ceritanya.

    Kerabat saya adalah seorang perempuan, lahir dan tinggal di Madura. Ia sangat aktif di salah satu organisasi yang ada di Madura. Organisasinya memiliki relasi hingga ke luar Madura. Ia selalu menjadi salah satu bagian dari organisasi tersebut yang selalu dipercaya untuk menghadiri acara-acara yang diadakan oleh relasi organisasi tersebut, baik di Madura sendiri maupun di luar Madura.

    Dari situlah, ia mulai mengenal banyak teman. Sampai suatu hari ia kenal dengan seorang laki-laki dari relasi organisasinya yang berasal dari luar Madura. Terjalinlah komunikasi yang cukup intens diantara keduanya melalui WhatsApp. Ditambah lagi dengan kedatangan laki-laki itu ke Madura untuk menghadiri acara-acara relasi organisasinya di Madura. Di situlah, si laki-laki dan si perempuan sering berjumpa. Hingga terselubung benih-benih perasaan yang berbeda di tengah kedekatan antara keduanya.

   Singkat cerita, ternyata kedekatan komunikasi di antara keduanya membuat si laki-laki itu mengatakan apa yang ia rasakan. Katanya ada niatan serius. Tanggapan si perempuan juga cukup senang akan hal itu, sampai ia menyampaikan hal ini kepada orang tuanya. 
 
    Status di antara keduanya bukan pacaran. Tapi, lebih pada tahu sama tahu. Entah ini apa namanya. Dan, beberapa bulan kemudian, si laki-laki itu tiba-tiba menyampaikan suatu hal lagi kepada si perempuan. Hal inilah yang laki-laki itu sampaikan; “Maaf, saya tidak bermaksud untuk mempermainkan perasaan sampean, tetapi ternyata orang tua saya tidak setuju kalau saya dengan orang Madura”. Jangan ditanya, betapa sedihnya perasaan perempuan itu. Saya saja yang mendengar cerita darinya langsung sampai ikut merasa terharu. 
 
    Oke, sebenarnya soal sakit hati memang cukup rawan dirasakan oleh anak muda. Apalagi ketika kenyataan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Kesannya si perempuan terasa di-PHP/diberi harapan palsu oleh si laki-laki itu. Sakit hati memang tak nampak darah lukanya di mana. Tetapi berdampak pada semangat hidup, pikiran, dan jiwanya. Bahkan, bahayanya bisa berdampak pada mentalnya dan meninggalkan trauma.  
 
    Dari hal ini, kita coba ingat, mungkin inilah alasan kenapa sebagian orang tua kita ada yang melarang anaknya pacaran atau terlalu dekat dengan laki-laki. Mereka khawatir dan takut perasaan anaknya dipermainkan oleh laki-laki. Diakui atau tidak, disadari atau tidak, sebenarnya dan seharusnya memang antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya itu ada batasannya, jangan terlalu dekat, meskipun hanya melalui komunikasi. Dibuat seperlunya saja. 
 
    Mengkaji apa yang disampaikan oleh laki-laki itu, berarti pada saat pertama kali ia menyampaikan ada niatan serius kepada si perempuan, ia belum menyampaikan atau meminta restu terlebih dahulu kepada orang tuanya. Menurut opini saya pribadi, sebenarnya akan lebih baik kalau si laki-laki itu bercerita, meminta restu, dan menyampaikan kepada orang tuanya terlebih dahulu tentang niatan baik yang ia miliki untuk si perempuan orang Madura, jika memang benar-benar serius punya niatan baik. Dengan itu, si laki-laki akan tahu lebih awal bahwa orang tuanya tidak merestui jika ia dengan orang Madura, dan dia tentu tidak akan menyakiti perasaan si perempuan dengan mengatakan bahwa ia memiliki niatan baik untuknya yang berakhir ternyata orang tua si laki-laki tidak merestui. Seharusnya memang perlu disadari bersama, bahwa menikah itu bukan hanya tentang menyatukan perasaan dua orang (lawan jenis) dengan latar belakang yang berbeda, tetapi juga tentang menyatukan dua keluarga yang berbeda pula. 
 
    Perlu diketahui juga, bahwa sebenarnya di daerah Madura itu, ada cara-cara menyampaikan niatan baik seorang laki-laki terhadap seorang perempuan yang lebih arif dan sopan.  
 
    Kemudian, mengkritisi perkataan si laki-laki itu pada potongan kalimat “ternyata orang tua saya tidak setuju kalau saya dengan orang Madura”. Mengapa ia harus menyentil ras/suku si perempuan. Ada apa dengan orang Madura dan apa yang salah dengan suku Madura? Sebenarnya, bagaimana pandangan orang tuanya itu terhadap orang Madura? Sampai ada kata “orang Madura” pada kalimat yang ia sampaikan itu. Seharusnya, katakanlah dengan kalimat lain yang tidak menyentil ras/suku. Saya berkata seperti ini, karena saya pribadi juga orang Madura. Jadi, kalau tidak tahu betul tentang sejarah Madura, jangan sampai streotype.  
 
    Baik, sebenarnya bisa untuk berhusnudzon dengan alasan tidak setujunya orang tua si laki-laki itu. Barangkali, orang tua si laki-laki sebenarnya sudah ada perempuan lain yang ingin dijodohkan dengannya, atau orang tuanya ingin anak laki-lakinya menikah dengan perempuan di dekat-dekat daerahnya saja, atau mungkin orang tuanya sebenarnya ingin merestui namun keberatan dengan transportasi yang harus ditempuh ke Madura, namanya juga orang tua, pasti selalu memiliki pertimbangan baik untuk anaknya. Hanya saja, mungkin si laki-laki itu sudah bingung, hingga keluarlah kata-kata itu. 
 
    Pada saat si kerabat saya itu bercerita di sisi saya, dalam benak saya langsung berdoa, Ya Allah lindungilah, jagalah, jauhkan, jangan Engkau dekatkan, dan hindarkanlah saya dari laki-laki seperti itu.   
    Saya jadi teringat dulu, saat kehilangan HP Android saya di Pesmi saat semester satu, saya jadi sedih karena itu baru pertama kalinya saya beli dan punya HP Android. Tiba-tiba ada seseorang yang bertanya kepada saya; “sudah berapa lama kamu punya HP itu?” Jawaban saya; “baru dua bulan”. Tanggapan seseorang itu lagi; “masih mending baru dua bulan, dan itu Cuma HP lagi.” Saya jadi kaget kok ia berkata seperti itu, mungkin ia ingin menghibur saya ketika itu, dan saya pun lanjut mendengarkan apa yang ia katakan, ia berkata seperti ini; “saya, kehilangan seseorang ti, dan kita sudah 4 tahun”. Deg, ya Allah, saya tidak mengira hal itu yang akan ia katakan. Nggak kebayang, betapa nyesseknya dan sedihnya ia saat itu. 
 
    Kembali lagi ke si perempuan dan si laki-laki tadi. Untuk si perempuan, sebagai kerabat saya, saya hanya bisa mendoakan, semoga akan diganti oleh Allah dengan laki-laki yang lebih baik dan lebih shaleh. Kamu juga sudah besar, bisa membedakan mana yang baik, dan mana yang tidak.  
 
    Dan untuk si laki-laki itu, jika niatan baikmu terhadap kerabat saya itu memang benar, maka jika nanti kamu ingin menyampaikan niatan baikmu lagi pada perempuan lainnya, alangkah lebih baik kamu sampaikan, utarakan, ceritakan, dan komunikasikan terlebih dahulu dengan orang tuamu, agar tidak kejadian lagi hal seperti ini. Jika niatan baikmu terhadap kerabat saya ternyata itu tidak benar/hanya pura-pura, maka berhentilah, bertaubatlah, dan insaflah, coba bayangkan, mungkin kamu punya adik perempuan atau kelak kau punya anak perempuan, apa kamu mau dan menerima kalau seandainya adik/anak perempuanmu, perasaannya juga dipermainkan oleh laki-laki sepertimu.

Sumenep, 29 Septemner 2020

Comments

POPULAR POST