MEMILIH TINGGAL DI MA'HAD AL-JAMI'AH

 


Memilih Tinggal di Ma’had Al-Jami’ah

    Ketika kuliah di tanah rantau yang cukup jauh dari tanah kelahiran, tentunya membutuhkan tempat tinggal untuk berteduh dan bertahan hidup. Contohnya seperti diri saya, seorang anak perempuan kelahiran asal Sumenep yang sangat bersyukur diterima melanjutkan thalabul ‘ilmi/kuliah S1 di UIN Sunan Ampel Surabaya pada tahun 2016 lalu melalui jalur SNMPTN. Saya pun merantau dan mencari tempat tinggal untuk kelangsungan hidup saya di tanah rantau.

    Alhamdulillah, selama kuliah di UIN Sunan Ampel Surabaya, saya tinggal di pesantren kampus yang merupakan sebuah ma’had/asrama/rusunawa milik kampus sendiri, yang juga berlokasi di dalam kampus. Pesantren kampus yang juga disebut sebagai Ma’had Al-Jami’ah UINSA itu terbagi menjadi dua, yaitu Pesma & Pesmi. Nah, Pesma (Pesantren Mahasiswa) itu untuk laki-laki, sedangkan Pesmi (Pesantren Mahasiswi) untuk perempuan.

    Alasan mengapa saya memilih tinggal di pesantren, di samping karena memang keinginan dan minat sendiri, kedua orang tua saya juga sangat merekomendasikan agar saya tinggal di pesantren/asrama, sebab beliau merasa sangat khawatir apabila saya tinggal di sebuah kost.

    Dulu sebelum berangkat ke Surabaya, saya menggali informasi terkait pesantren/asrama yang ada di tempat kuliah dari seorang kakak kelas saya saat MA dulu, yang waktu itu sedang kuliah di UINSA. Saya bertanya ada pesantren/asrama apa saja, biayanya berapa, dan lokasinya jauh dari kampus atau tidak.

    Dari sekian banyak pesantren/asrama yang diberitahukan oleh kakak kelas saya, pilihan saya jatuh pada pesantren kampus atau Ma’had Al-Jami’ah UINSA. Pilihan saya ini telah berdasarkan musyawarah, pertimbangan, dan kesepakatan bersama orang tua serta saudara di rumah. Alasannya adalah, pertama lokasinya ada di dalam kampus yang sudah tentu jarak untuk menuju fakultas dan kuliah setiap harinya tidak jauh. Kedua, biaya tinggal di pesantren kampus juga memang lebih murah dari asrama lainnya. Yaitu Rp.1.800.000 untuk satu tahun, yang mana di tahun itu bisa di angsur 2 kali atau dibayar di setiap awal semester sebesar Rp.900.000.

    Saya daftar untuk tinggal di Ma’had Al-Jami’ah UINSA adalah pada saat verivikasi UKT yang bertempat di Auditorium kampus. Untunglah, saat itu kouta calon mahasantri yang akan tinggal di pesantren kampus masih ada. Dan Alhamdulillah saya masih kebagian.

    Lalu pada 27 Agustus 2016, saya berangkat ke Surabaya untuk check-in dan mulai menetap di pesantren kampus. Diantar oleh Ibu, Kak Arso (kakak ipar), Mbak Laili (saudara kandung), dan Rabith (keponakan), menggunakan mobil travel yang kami sewa untuk mengantar saya ke Surabaya. Kami berangkat dari kampung halaman sekitar jam 04.00 pagi. Sampai di Surabaya sekitar jam 09.00 pagi. 

    Sebenarnya, saya itu sudah sangat ingin sekali berangkat menetap di pesantren kampus sebelum 27 Agustus. Saya ingin lebih awal. Ternyata tidak diperbolehkan oleh Ustadz Bahtiyar setelah saya izin kepada beliau, karena kata beliau asrama masih dalam tahap strerilisasi/dipersiapkan untuk ditempati nantinya pada tanggal check-in yang ditetapkan. Alasan saya ingin menetap/check-in lebih awal adalah karena agar saya tidak bolak-balik Sumenep-Surabaya. Kebetulan beberapa minggu setelah verivikasi UKT, ada Technical Meeting (TM) OSCAAR (Orientasi Cinta Almamater). Duh, mungkin karena saya dulu termasuk mahasiswa yang nurut, jadi saya bela-belain ke Surabaya ikut TM OSCAAR dan menginap di rumah Nanda (di Sedati-Sidoarjo), sosok teman (perempuan) yang saya kenal saat verivikasi UKT dulu.

    Sampai di kampus UINSA, kami pun segera menuju gedung asrama. Ternyata kami salah tempat. Kami mendatangi gedung asrama putra yang ada di sebelah gedung Auditorium. Sebab dulu saat verivikasi UKT, kami kira gedung yang kami lihat itu adalah asrama putri. Ternyata asrama putri ada di belakang gedung Fakultas Ushuluddin. Untunglah, ada seorang pengurus asrama atau Ustadz yang baik hati (beliau adalah Ustadz Bima, dulu saya belum tahu siapa nama beliau) mengantar kami sampai ke gedung asrama putri.

    Sampai di gedung asrama putri, ternyata memang sudah banyak mahasiswi yang juga mulai check-in di hari itu. Padahal itu baru hari pertama. Saya pun mendatangi meja registrasi dan ternyata saya kebagian untuk menempati Lantai 3 kamar 23 di gedung asrama yang terdiri dari 5 lantai itu. Sebelum naik ke lantai 3, di lobi dalam asrama saya masih membayar uang seprei, bantal, dan kitab. Semuanya Rp.100.000 pada saat itu.

    Baru setelah itu, saya bersama Ibu, saudara, dan keponakan saya naik ke lantai 3 menuju kamar 23. Ternyata sudah ada 2 orang yang datang lebih dulu dari saya. Kebetulan saat itu orangnya tidak ada di kamar. 1 kamar terdiri dari 2 ranjang susun. Artinya, 1 kamar untuk 4 orang. 2 orang yang lebih dulu datang dari saya telah memilih ranjang di bagian bawah. Jadi, saya menempati ranjang di bagian atas.

    Seprei yang baru saya dapatkan di bawah tadi langsung dipasangkan ke kasur, dibantu oleh Kak Arso. Barang-barang saya, seperti pakaian, alat mandi, buku, makanan, dan lain sebagainya juga langsung di tata ke lemari. Di dalam kamar ada 2 lemari, 1 lemari untuk 2 orang, yang terdiri dari sisi kanan dan sisi kiri.

    Setelah semua selesai, Ibu, Kak Arso, Mbak Laili, mendoakan saya kerasan di asrama serta memberi nasehat-nasehat positif lainnya. Kalau tidak salah, baru pas ba’da dzuhur Ibu, Kak Arso, Mbak Laili, dan Rabith pulang ke Sumenep. Saya mengantarnya sampai ke depan gerbang kampus. Meskipun saat itu masih dengan perasaan berat harus berpisah dengan orang tua, saya pun tinggal di asrama kampus, menjalani kehidupan di tanah rantau dan thalabul ‘ilmi di sini.

    Balik ke kamar, saya pun berjumpa dengan 2 orang teman kamar saya. Mereka adalah Puji berasal dari Medan dan Silvi berasal dari Bojonegoro. Selama 1 semester kami hanya bertiga saja di kamar. Saling mengenal, mengakrabkan, menghargai, memahami, dan berbagi banyak hal. Bahkan untuk melengkapi fasilitas kamar bersama, demi kelangsungan hidup bersama, kami berbagi untuk melengkapi hal itu, seperti Puji membeli kipas angin, Silvi melengkapinya dengan cosmos dan setrika, saya membeli heater, untuk digunakan bersama. Lalu pada semester berikutnya, kami ketambahan 1 teman kamar lagi, namanya Abidah berasal dari Gresik. Over all, saya senang bisa kenal mereka semua.

    Selama satu tahun menjadi mahasantri atau mahasiswi baru yang tinggal di asrama kampus, kami tentu mengikuti segala kegiatan dan aturan asrama yang berlaku saat itu. Apa saja kegiatan asrama saat saya menjadi mahasantri ketika itu? Untuk kegiatan harian, dimulai dari pagi adalah shalat berjama’ah subuh di masjid, membaca wirdhul lathif seusai shalat, lanjut kegiatan tahsinul qur’an (Setiap hari Senin & Rabu) dan tahfidzul qur’an juz 30 (Setiap hari Selasa & Kamis) sampai sekitar jam 05.30 pagi, shalat berjama’ah isya’, dan membaca ratibul haddad seusai shalat. Untuk kegiatan mingguan di antaranya adalah ngaji kitab bidayatul hidayah ba’da maghrib setiap malam kamis, ro’an (bersih-bersih) kamar dan lantai di hari minggu, dan kegiatan ekstrakurikuler di hari tertentu seperti tilawah, banjari, debate, dan lain sebagainya bagi seluruh mahasantri berdasarkan minat yang dipilih. Serta ada juga kegiatan bulanan, yaitu jalan-jalan bersama.

    Jujur, sebenarnya saya dulu di kegiatan ekstrakurikuler asrama memilih banjari, tetapi tidak jalan, entah karena fasilitasnya atau karena apa gitu, saya lupa. Sehingga kemudian saya berganti gabung ke ekstra tilawah.

    Dan sepertinya, di masa saya menjadi mahasantri ketika itu, saya belum pernah merasa ikut kegiatan jalan-jalan bersama. Atau pernah ikut, tetapi hanya sekali, dan saya tidak ingat moment tersebut. Mungkin karena sudah lama sekali, sudah 4 tahun yang lalu, sehingga saya tidak cukup untuk mengingat semuanya. Alasan saya tidak ikut kegiatan jalan-jalan bersama kalau tidak salah selalu bertabrakan dengan kegiatan diklat UKM/prodi/LPM kampus yang saya ikuti. Dan kegiatan diklat itu diselenggarakan di luar kota. Yah, seperti yang pernah saya ceritakan pada tulisan-tulisan sebelumnya, bahwa di semester 1 kuliah, saya banyak bergabung/mengikuti organisasi intra kampus. Untunglah, saya masih bisa berusaha dalam mengatur dan membagi waktu agar tetap mengikuti kegiatan rutin asrama sehari-harinya.

    Adapun peraturan asrama diantaranya yang cukup krusial adalah tidak boleh membawa teman luar/non-mahasantri (yang tidak tinggal di asrama) ke kamar. Hanya diperbolehkan di depan atau di lantai dasar asrama, itupun yang diperbolehkan teman perempuan, teman lawan jenis tidak boleh. Di awal-awal masih diperbolehkan membawa teman non-mahasantri di lantai dasar asrama, lalu ada peraturan baru lagi di tahun tersebut hingga sekarang, tidak diperbolehkan membawa teman masuk ke dalam asrama meskipun hanya di lantai dasar. Yang diperbolehkan hanya di depan asrama. Karena takutnya ada barang hilang atau ada suatu kejadian yang tidak diinginkan. Kemudian, maksimal sudah harus ada di asrama sebelum jam 09.00 malam. Jadi, tidak boleh masih ada di luar asrama atau malah masih berkeliaran di luar lebih dari jam 09.00 malam. Karena jam 09.00 malam asrama sudah dikunci. Bagi yang melanggar mendapatkan ‘iqob/punishment. Jika memang ada hal/darurat yang membuat balik ke asrama lebih dari jam 09.00 malam, maka harus konfirmasi/izin terlebih dahulu ke pengurus/musyrifah lantai masing-masing. Serta peraturan-peraturan lainnya, yang mana harus menjaga nama baik sendiri, pesantren, dan kampus.

    Di setiap lantai itu ada pengurusnya, yaitu Dewan Mahasantri dan musyrifah. Dulu di lantai 3, musyrifah saya adalah Ustadzah Nelud dan Ustadzah Nia. Sedangkan Dewan Mahasantrinya adalah Ustadzah Neila dan Ustadzah Lili. Selama satu tahun, kami dibina, dibimbing, diajari, dibangunkan sebelum subuh, diajak shalat berjama’ah, dan masih banyak lagi peran, dedikasi, dan kebaikan hati beliau semua kepada saya dan seluruh mahasantri di lantai 3.

    Oh iya, di asrama itu juga ada kegiatan tahunan, yaitu Festival Pesantren. Acara ini cukup besar. Karena dimeriahkan dengan berbagai macam lomba yang bisa diikuti oleh seluruh mahasantri putra dan putri. Seluruh kegiatan lomba dilaksanakan di asrama putra. Dulu saya ikut lomba Baca Kitab dan Pidato 3 Bahasa. Saya ikut pidato 3 bahasa bersama Puji dan Widia. Widia adalah teman samping/tetangga kamar saya di lantai 3 blok selatan. Setiap macam lomba wajib diikuti oleh perwakilan/delegasi dari setiap blok lantai. Nah, gedung asrama putri itu kan terdiri dari 5 lantai, tetapi di lantai 1 itu tidak ditempati mahasantri, hanya ruangan perpustakaan, ruangan supervisor, dan visiting room.  Yang ditempati mahasantri itu mulai dari lantai 2 sampai lantai 5. Itupun setiap lantainya terbagi menjadi 2, yaitu blok utara dan blok selatan. Karena model gedung asrama itu seperti balok yang menghadap ke barat. Jadi kamar mahasantri ada di bagian sisi kanan dan kiri yang memanjang ke timur itu.

    Jujur, saat lomba Pidato 3 Bahasa dulu, saya kebagian berpidato yang menggunakan bahasa inggris. Sialnya, saya ngeblenk  saat di atas panggung. Sampai saya ngomong sebisa saya di luar text. Entah mungkin dari saking dredeg dan nervousnya saya, sampai tiba-tiba lupa text yang dihafalkan. Juga, seusai perform lomba Baca Kitab, tiba-tiba saya nangis setelah kembali duduk ke tempat audiens, merasa masih belum memberikan yang terbaik.

    Lalu pada malam puncak Festival Pesantren, ada hal-hal yang tidak saya sangka. Pertama, ternyata saya juara 3 lomba Baca Kitab (Alhamdulillah). Dan yang paling tidak saya sangka adalah dinobatkan sebagai Mahasantri Teladan di Lantai 3. Ya Allah, ini benar-benar tidak saya ketahui kalau bakal ada penghargaan ini. Jujur, selama setahun menjadi mahasantri saya pernah kebablasan bangun agak kesiangan sampai tidak ikut jama’ah shalat subuh di masjid, tetapi shalat subuh di kamar. Mungkin satu kali, atau dua kali, atau bisa saja lebih dari dua kali. Saya pernah sekali tidak pulang ke Pesmi karena sudah lebih dari jam 09.00 malam, karena waktu itu saya baru datang dari Malang, ada acara Comparative Study bersama Himpunan Mahasiswa Prodi Sastra Inggris, sehingga saya tidak berani pulang ke asrama dan memilih tidur di masjid bersama teman seprodi. Di kegiatan ngaji kitab, saya pernah sekali izin tidak ikut, itupun terpaksa karena disuruh senior saya agar tidak ikut kegiatan ngaji kitab di asrama dulu, karena harus mempersiapkan acara organisasi besok pagi dengan matang di malam itu juga. Ya, organisasi yang akhirnya saya eleminasi dan tidak saya ikuti lagi. Sebab, saya merasa ditekan/paksa, bahkan sudah berani-beraninya menyuruh saya tidak ikut kegiatan di asrama. Jujur bukan bermaksud melebih-lebihkan diri sendiri, secara nurani atau naluriah, saya tipe orang yang tidak suka melanggar dan mau mengikuti peraturan di mana saya tinggal/sekolah/kuliah atau lembaga tempat saya bernaung. Sesibuk apa pun saya dulu, saya pasti selalu berusaha membagi waktu dan tetap mengikuti seluruh rangkaian kegiatan dan rutinitas sehari-hari di asrama. Apapun itu, saya minta tolong kepada para pembaca, perbuatan negatif/kurang baik saya, jangan diikuti. Ambillah yang baik-baik saja. 

    Banyak yang bertanya kepada saya, enakkah/nyamankah/bagaimana hidup dan tinggal di asrama kampus? Karena saya yang ditanya, tentu jawaban saya adalah nyaman dan aman. Para pengurus layaknya badal orang tua dan saudara saya di rumah. Saya merasa dijaga, dilindungi, dan dibimbing dengan baik, serta hati saya ditata di asrama ini. Biasanya kalau di rumah, saya sudah diharuskan balik ke rumah sebelum maghrib oleh orang tua, apa pun kegiatan di sekolah. Ternyata di asrama malah lebih longgar dari rumah, yaitu maksimal sudah harus pulang ke asrama sebelum jam 09.00 malam. Yah, hal ini wajar sih menurut saya bagi mahasiswa yang tentu kegiatan dan tugasnya lebih banyak dari seorang siswa. Ini masih untung dan baik, memiliki batas waktu atau ada peraturan jam maksimal harus pulang ke asrama di jam 09.00, daripada mungkin di tempat lainnya yang dibebaskan pulang jam berapapun, tidak diurus, dan tidak diperhatikan oleh siapapun.

    Walaupun pernah, dulu saya saat menjadi mahasantri/di tahun pertama kuliah dan tinggal di asrama, HP saya pernah hilang. Entah siapa yang mengambil. Kejadiannya pada bulan Februari 2017. Pada saat mahasiswa waktunya pembayaran UKT. Kebetulan, di liburan semester pertama kuliah, saya memilih untuk tidak pulang kampung. Saya menetap di asrama saja dengan segala kegiatan di Surabaya. HP saya dicuri oleh maling yang entah siapa dia pada malam hari. HP saya ada di kamar sedang dicharger. Saya tidur di kasur bersama seorang teman kamar saya yang datang di hari itu untuk membayar UKT. Sebelumnya saya masih menggunakan HP tersebut di malam hari sebelum tidur. Karena batre HP saya lowbat, saya pun menchargernya. Lalu, saya tidur. Colokan chargernya ada di depan kaki tempat tidur teman kamar saya/di bawah jendela kamar. Pas saya bangun pada jam 03.00 pagi, mau ambil HP yang dicharger, malah tidak ada. Padahal di hari tersebut saya berencana ingin menghadiri acara seminar di UNAIR bersama teman saya. Saya pun sontak menangis. Bagaimana mau tidak menangis, itu adalah HP android pertama yang saya miliki, sebelumnya saya tidak punya HP Android. Dan itu HP-nya dibelikan oleh orang tua. Anehnya, charger HP, sim card, memory eksternal HP, casing HP, itu semua dicopoti dan ditinggal oleh si pencuri HP saya. Saat saya bangun untuk ambil HP, saya hanya mendapati casing HP, yang mana di dalamnya ada sim card dan memory eksternal HP saya. Pikir saya, kok baru ada ya, maling yang masih sempat bongkar HP untuk mencopoti sim card dan memory eksternal saya. Sebenarnya niatnya mau mencuri atau mau pinjam lalu dikembalikan? Suara tangisan saya terdengar oleh pengurus/musyrifah yang saat itu bangun mau ke kamar mandi. Lalu saya dihampiri dan ditanya kenapa. Saya pun mengatakan kepada beliau bahwa HP saya hilang. Kejadian hilangnya HP saya itu benar-benar aneh dan tak mampu saya menebak. Posisi kamar pada malam itu, pintu kamar tidak dikunci, karena sebelum-sebelumnya saya bersama teman kamar memang tidak mengunci pintu kamar, dan aman-aman saja. Sejak awal menetap/tinggal di asrama kami sebelum-sebelumnya memang tidak mengunci pintu kamar ketika mau tidur karena biasanya ada pengurus membangunkan kami untuk bangun subuh. Dan salah satu jendela kamar kami dibiarkan terbuka/dibuka di malam itu oleh teman kamar saya, katanya panas. Saya tidak mempermasalahkan hal itu. Dugaan saya, bisa jadi malingnya adalah orang luar, yang mengambil HP saya menyelundup melalui jendela kamar asrama yang satu terbuka itu. Bisa saja malingnya laki-laki yang manjat sampai lantai 3. Yah, mungkin dan bisa jadi. Apa sih di dunia ini yang tidak mungkin? Jika memang benar malingnya adalah orang luar dan laki-laki, saya hanya bisa bersyukur sampai sekarang, ungtunglah saya dan teman kamar saya pada saat itu tidak diapa-apain dan selamat. Hikmahnya, apa pun itu, kalau mau tidur pastikan jendela kamar tertutup rapat, pintu kamar dikunci, dimanapun itu, rumah, asrama, kost, dan kontrakan. Kasus hilangnya HP saya tersebut sudah diusut dan diselidiki bersama para pengurus asrama dan Ustadz Bahtiar. Membaca tanda-tanda, berdasarkan cerita sebelum dan seusai kejadian, dari awal hingga akhir, bahkan sampai melibatkan teman kamar saya, hingga menggeledah seluruh kamar dan lemari mahasantri yang ada di asrama pada saat itu. Walaupun hasilnya nihil, HP saya tidak terlacak keberadaannya dan siapa yang mencuri sampai sekarang. Semoga Allah memberikan keikhlasan di hati dan ganti yang lebih baik untuk saya dan orang tua saya. Orang yang mengambil HP saya tersebut, kelak/pada suatu hari nanti di hari hisab, pasti akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya. Baiklah, lupakan hal ini. Ambil hikmahnya, jadikan pelajaran, dan harus lebih waspada.

    Alhamdulillahirabbil’alamin, saya diberikan anugerah dan kesempatan oleh Allah tinggal di asrama sampai lulus kuliah. Bagaiamana bisa? Memang, jatah tinggal di asrama kampus adalah hanya 1 tahun lamanya. Karena asrama kampus itu memang diperuntukkan bagi mahasiswa baru UINSA yang berminat saja tinggal di asrama dalam waktu 1 tahun. Setelah itu harus keluar dari asrama. Bisa tetap lanjut tinggal di asrama di tahun berikutnya bahkan sampai lulus, tetapi dengan ketentuan dan syarat tertuntu, serta melalui seleksi yang cukup ketat. Bagi yang lolos seleksi, nanti tidak akan berstatus mahasantri lagi, tetapi harus mengabdi menjadi pengurus/musa’idah/Dewan Mahasantri asrama.

    Jadi, di awal tahun ajaran 2017/2018 kuliah, ketika rekrutmen pengurus asrama dibuka, saya pun mendaftarkan diri saya. Disamping orang tua yang begitu merekomendasikan agar saya tetap lanjut tinggal di asrama, saya pribadi juga berminat dan nyaman tinggal di asrama. Saya pun meminta Surat Rekomendasi dari musyrifah saya untuk ikut mendaftar sebagai pengurus/Dewan Mahasantri, karena ini merupakan salah satu syarat yang harus dilengkapi/dipenuhi. Berkas-berkas administrasi pendaftaran pun saya setor ke Kantor Pusat Ma’had Al-Jami’ah UINSA sebelum deadline. Setelah itu saya mengikuti tahapan selanjutnya, yaitu tes baca kitab, hafalan juz 30, kemampuan berbahasa Arab dan Inggris, serta wawancara/tes komitmen. 

    Saya pun menunggu pengumuman hasil seleksinya. Saya cukup dibuat gelisah dengan pertanyaan diri saya sendiri, apakah saya lolos atau tidak, jika tidak lolos nanti harus tinggal dimana, dan pertanyaan lainnya yang membutuhkan jawaban. Sehingga saya selalu meminta doa dari Ibu dan dari setiap teman yang ada di depan saya atau sedang bersama saya agar saya didoakan dan diterima untuk lanjut tinggal di asrama.

    Pengumuman yang saya tunggu-tunggu itupun keluar juga. Saya mendapatkan informasi bahwa saya lolos/diterima dari Kakak Dewan Mahasantri saya di lantai 3 dulu, yaitu Ustadzah Neila. Beliau mengirimi saya foto kertas/lembar pengumuman yang memuat nama-nama yang diterima menjadi Dewan Mahasantri di Ma’had Al-Jami’ah UINSA melalui WA. Saya pun bahagia bercampur haru dan langsung sujud syukur. Kebetulan saat itu saya ada di Sampang ikut kegiatan Bina Desa Jilid V, kalau tidak salah ketika itu baru selesai mengajar di salah satu kelas sekolah binaan.

    Setelah acara Bina Desa Jilid V selesai, saya pun langsung pulang ke asrama tanpa pulang ke Sumenep terlebih dahulu. Sampai di Surabaya, saya bergabung dengan seluruh pengurus baru, pengurus sebelumnya, dan para musyrifah. Hari-hari kami cukup dibuat sibuk, karena gedung asrama putri akan dijadikan asrama putra. Begitu juga sebaliknya, asrama putra di dekat gedung Auditorium itu akan dijadikan asrama putri. Sehingga, kami harus pindah dan usung-usung barang kami ke tempat yang baru di sana. Asrama putri saat itu juga ketambahan satu gedung baru. Dulunya adalah gedung Fakultas Sains dan Teknologi (FST). Tempatnya pas banget ada disamping gedung asrama putra (dulu) yang sekarang telah menjadi asrama putri. Sedangkan gedung FST pindah ke gedung Rektorat yang lama.

    Hari demi hari, mungkin sampai satu atau dua minggu lebih, kami bersih-bersih gedung asrama putri yang baru (asrama putra dulunya) dari lantai 1-5 serta gedung asrama putri yang baru (yang sekarang disebut Pesmi 2), menstrilkan, menyiapkan semua kamar, mengecek kelengkapan kasur, mengecek perabot yang layak pakai atau tidak, dan mengecek semuanya apakah terdapat kerusakan dan lain sebagainya. Setelah selesai disterilkan, pengurus pun dibagi tempat tidurnya, siapa saja yang menempati lantai 1-5 di Pesmi 1, dan siapa saja yang harus menempati Pesmi 2. Di tahun pertama saya menjadi pengurus, saya kebagian menempati gedung Pesmi 2 bersama Ustadzah Heni (sebagai musyrifah kamar/Pesmi 2 saat itu), Ustadzah Fitri (Senior Dewan Mahasantri), Mbak Khoir dan Nadia (Teman Dewan Mahasantri yang Seangkatan).

    Tahun kedua menjadi pengurus/di tahun ketiga kuliah, saya kebagian menempati gedung Pesmi 1 di Lantai 5 bersama Ustadzah Fitri dan Alvi (Adik Dewan Mahasantri yang baru di tahun 2018). Di awal kami menempati, belum ada musyrifah kamar. Satu/dua minggu kemudian, baru ada musyrifahnya. Beliau adalah musyrifah baru, yaitu Ustadzah Hamilah dari Bangkalan yang saat itu sedang melanjutkan S2 di UINSA. Dan di tahun ketiga menjadi pengurus/tahun keempat kuliah, saya kebagian menempati gedung Pesmi 1 lagi, tetapi di lantai 4. Bersama Ustadzah Fatimah (Musyrifah lantai 4), Indah (Adik Dewan Mahasantri 2018), dan Farah (Adik Dewan Mahasantri 2019).

    Kegiatan asrama mulai dari tahun pertama sampai tahun ketiga selama saya menjadi pengurus, saya merasa cukup lebih padat daripada masa saya menjadi mahasantri. Karena ketambahan ngaji kitab tafsir yasin, fathul qorib, dan risalah ahlussunnah waljama’ah, serta kegiatan yang lainnya. Tetapi menurut saya, semua kegiatan itu sama sekali tidak mengganggu kuliah. Tugas kuliah pun juga bisa dikerjakan dan diselesaikan setelah kegiatan asrama. Karena kegiatan asrama di malam hari itu sehari-harinya tidak sampai jam 09.00 malam, maksimal sampai jam 08.00 malam. Kecuali kegiatan ekstrakurikuler di malam Ahad, bisa sampai jam 09.00 malam.

    Lebih jelasnya, saya akan menuliskan kegiatan di asrama secara runtut perharinya. Sebab banyak sekali calon mahasiswa yang bertanya kegiatan di asrama apa saja dan semacamnya. Oleh sebab itulah, salah satu alasan saya menuliskan pengalaman tinggal di asrama, dikarenakan banyak sekali yang bertanya kepada saya melalui akun media sosial saya tentang pengalaman hidup saya di asrama UINSA seperti apa.

    Baik, karena asrama/pesantren kampus itu merupakan sebuah lembaga/institusi, bukan rumah pribadi, bukan kost, dan bukan rumah kontrakan, tetapi mirip pondok pesantren atau merupakan Ma’had Al-Jami’ah, maka sudah pasti memiliki peraturan dan kegiatan yang wajib dipatuhi dan diikuti oleh seluruh orang yang tinggal di dalamnya. Yang saya share berikut ini merupakan jenis kegiatan terupdate dari tahun 2017-2019. Pada kegiatan malam hari ada apa saja? Setiap malam wajib shalat jama’ah isya’ di masjid, lalu di malam Selasa ada kegiatan ngaji kitab fathul qorib, malam Rabu ada kegiatan ngaji kitab risalah ahlussunnah waljama’ah, malam Kamis ada kegiatan ngaji kitab bidayatul hidayah (di tahun 2016-2017 & 2019) & kitab tafsir yasin (di tahun 2018 saja) dan pembacaan Surat Al-Waqi’ah, malam Jum’at ada kegaitan istighotsah dan tahlil, malam Sabtu ada kegiatan wajib baca di depan kamar masing-masing lantai/asrama, malam Ahad ada kegiatan ekstrakurikuler, dan malam Senin libur alias tidak ada kegiatan.

    Kitabnya dapat dari mana? Bagi yang SMA/MA-nya lulusan pondok pesantren, jika pernah punya kitab tersebut silahkan dibawa. Bagi yang tidak punya atau mau beli lagi yang baru bisa beli di pengurus ketika telah bermuqim di asrama. Lalu apa saja kegiatan ekstrakurikuler asrama? Ada English Club, Arabic Club, MSQ, MHQ, Banjari, Kitab Kuning, Tilawah, Pena Mahasantri, dan Kaligrafi. Itu semuanya aktif sejak tahun 2017. Jadi, jangan khawatir ada satu kegiatan ekstrakurikuler yang tidak jalan. Karena setiap kegiatan ekstrakurikuler tersebut memiliki pendamping/mentor/tutor dari Dewan Mahasantri dan penasehat/pemateri/narasumber dari musyrif/musyrifah. Jika di universitas/fakultas sudah mengikuti ekstrakurikuler, tetap wajib harus mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di asrama. Tinggal di asrama adalah pilihan kita sendiri, maka berarti kita juga memilih untuk mengikuti seluruh rangkaian aturan dan kegiatan di dalamnya. Sama halnya ketika kita memilih kuliah di UINSA, berarti kita juga memilih untuk mengikuti aturannya. Itu adalah paket lengkap. Ekstrakurikuler di universitas/fakultas bersifat sunnah, bisa diikuti bisa tidak. Sedangkan ekstrakurikuler di asrama bersifat wajib diikuti oleh seluruh yang tinggal di asrama saja. Tidak bisa diikuti oleh yang bukan anak asrama. Maka, saran saya, jangan sia-siakan peluang tersebut. Dan saya rasa, kita cukup bisa memahami mana yang wajib dan mana yang sunnah. Saya rasa kita juga sudah cukup dewasa untuk membagi waktu. Orang yang sibuk pasti pandai membagi waktu. Dan saya rasa kita juga sudah cukup bijak dan bisa bertanggungjawab, apabila tidak bisa mengikuti/berhalangan karena sesuatu hal yang penting lainnya, maka bukan tidak hadir tanpa keterangan, tetapi meminta maaf/izin kepada pengurus. Izin pasti akan didapat apabila jelas alasannya. Beda lagi apabila kita memang malas untuk mengikuti dan tidak mengindahkan kegiatan asrama.

    Lanjut, di kegiatan pagi ada apa saja? Setiap pagi wajib shalat berjama’ah subuh di masjid, lalu setelah itu di Senin pagi ada kegiatan tahsinul qur’an, Selasa pagi ada kegiatan yaumul lughah, Rabu pagi ada kegiatan setor hafalan juz 30, Kamis pagi ada kegiatan kultum, Jum’at pagi ada kegiatan pembacaan surat Al-Kahfi, Sabtu pagi ada kegiatan pembacaan surat Al-Fath, dan Ahad pagi ada kegaiatan senam bersama/outbound/jalan-jalan bersama. Really, It’s a wonderful activity and experince.

    Jika melanggar apakah dibiarkan saja? Setiap minggunya ada rekapan. Siapa saja yang melanggar. Dan ketika berani melanggar pasti harus menerima konsekuensi. Hal ini dimaksudkan untuk mendidik/mengedukasi dan memberikan efek jera. Jadi bukan untuk menghardik atau menyiksa. ‘Iqob/punishmentnya terdiri dari level ringan, sedang, dan berat. Tergantung dari berapa kali, atau berapa belas kali, atau berapa puluh kali tidak ikut shalat berjama’ah/tidak ikut kegiatan/melanggar peraturan. Beberapa contoh ‘iqobnya adalah seperti membaca surat Al-Mulk, Al-Waqi’ah, Ratibul Haddad, Diba’, dan bisa jadi ‘iqob yang lainnya, sesuai pelanggaran yang telah khilaf dilakukan. Setiap kegiatan di asrama itu pasti ada absensinya. Jadi, jangan lupa pastikan tanda titik tertanda di absensi yang dipegang pengurus dengan menampakkan dirinya. Tidak ada yang namanya Titip Absen (TA). Karena pengurus itu selalu memantau dan berpartisipasi juga dalam setiap kegiatan, jadi akan ketahuan mana yang hadir/ikut dan mana yang tidak ada.

    Bagaimana, apakah tertarik untuk dibina, dibimbing, menjadi lebih baik, memperbaiki diri, berkumpul dengan orang-orang baik, dan mengajak pada kebaikan di bawah naungan Ma’had Al-Jami’ah? Insya Allah, pasti mau semua, pasti banyak yang rebutan dan antri untuk tinggal di asrama/pesantren kampus. Aamiin.

    Hal yang membuat saya takjub adalah pada saat penerimaan mahasantri baru di tahun 2019. Karena di hari pertama dibukanya pendaftaran asrama, kouta asrama putri langsung full. Katanya sekitar jam 09.00 pagi sudah full. Informasi ini saya dengar dari teman-teman Dewan Mahasantri yang ada di Ma’had, yang mana saya pada saat itu lagi ada di lokasi KKN.

    Mahasantri tahun 2020? Belum ada. Karena sejak Maret tahun 2020 hingga tulisan ini ditulis pada saat ini, Pandemi corona masih belum selesai. Saya, hanya bisa berdoa dan selalu berdoa, semoga pandemi corona segera Allah angkat dari bumi, dan keadaan kembali normal seperti semula. Jujur, saya rindu asrama kampus. Saya merindukan semuanya dan segala halnya di sana. Berkumpul dengan musyrifah dan mahasantri kembali. Thalabul ‘ilmi dan berjuang kembali dengan nutrisi kajian kitab, tahsin, derik sandal menuju masjid, antri wudhu, dan semuanya.

    Semoga di tahun 2021 Ma’had Al-Jami’ah UINSA kembali bisa menerima mahasantri baru. Dan jujur, besar harapan, semoga saya masih bisa dan memiliki kesempatan untuk bergabung dan mengabdi kembali di Ma’had Al-Jami’ah serta melanjutkan thalabul ‘ilmi di jenjang S2/Magister/Pascasarjana di Surabaya. Aamiin ya Rabbal ‘Alamin.

    Banyak pula yang bertanya pada saya apakah ada asrama selain pesantren kampus? Ada. Apa saja? Sejauh yang saya ketahui, asrama/pesantren mahasiswa dan mahasiswi yang ada di sekitar/lingkungan kampus UINSA diantaranya adalah Pesantren Al-Jihad, An-Nur, An-Nuriyah, Al-Jawi, Al-Masykuriyah, Al-Husna (Khusus untuk Putra), Baitul Jannah Education Center (BJEC), Asrama Aisyah, Mitra Arofah, dan Pesantren Tahfidz untuk Hafidzah di Kutisari, serta asrama/pesantren lainnya yang belum saya ketahui.

    Lalu kost di sekitar kampus UINSA apakah ada? Jangan ditanya, banyak sekali. Menurut pandangan saya pribadi, tinggal di kost itu Insya Allah aman dan baik-baik saja, tidak selalu buruk sebagaimana pandangan orang-orang yang menilai/memandang buruk. Sejauh yang saya ketahui, ada kok kost yang mulai dari harga dua ratus ribu rupiah perbulan ke atas. Tetapi tetap, tinggal di kost tidak seketat dan sediurusi serta dibina seperti di asrama/pesantren. Kembali pada pribadi masing-masing dalam menjaga dirinya, mengatur dirinya, dan semuanya. Sebenarnya meskipun tinggal di asrama/pesantren juga tetap kembali pada pribadi masing-masing dalam menggerakkan dirinya untuk patuh pada peraturan dan berpartisipasi dalam setiap kegiatan asrama/pesantren. Kalau jiwanya ingin bebas meskipun tinggal di asrama, ini bahaya, bisa sering bolos kegiatan dan melanggar peraturan.

    Untuk seluruh orang yang ada di tanah rantau, terutama mahasiswa, dan teruntuk calon mahasiswa juga yang akan hidup di tanah rantau, semoga Allah akan selalu membimbing setiap langkah kita, menuntun tujuan kita, memberi petunjuk atas segala harapan, mewujudkan segala impian dan cita-cita, serta mengumpulkan kita bersama orang-orang baik di lingkungan/tempat tinggal yang baik pula. Aamiin.     

 

Catatan Anak Rantau

Surabaya | 03 April 2021

                                 

Comments

POPULAR POST