KULIAH DAN IKUT SEMINAR KAMPUS

 


Kuliah dan Ikut Seminar Kampus

    Saat saya berstatus sebagai mahasiswa baru, dulu berseliweran informasi bahwa memiliki sertifikat itu sangat diperlukan untuk memenuhi nilai/poin SKEK ketika mau daftar sidang skripsi. Oleh karena itu, selama menjadi mahasiswa mulai dari awal semester sangat dihimbau untuk mengikuti seminar-seminar. Begitulah perkataan kating dan beberapa dosen.

   Saya memiliki pendapat atau semacam perbincangan terkait hal tersebut. Berdasarkan pada pengalaman hidup saya saat kuliah dulu. Baik, dimulai dari pembahasan apa itu nilai SKEK? Jadi, SKEK itu merupakan sebuah standar kompetensi selain pembelajaran di dalam kelas. Oleh karena itu, nilai SKEK dapat diperoleh dari mengikuti seminar, lomba, bina desa, kepanitiaan, jabatan organisasi, youth event, exchange program, overseas conferences, dan lain-lain.

    Yah, bisa dikatakan bahwa persyaratan memenuhi poin SKEK itu, agar kita sebagai mahasiswa tidak menjadi mahasiswa kupu-kupu. Apa itu kupu-kupu? Kupu-kupu merupakan singkatan dari kuliah-pulang kuliah-pulang. Apabila kita aktif dalam sebuah organisasi, kepanitiaan, dan semacamnya bisa dikatakan sebagai mahasiswa kura-kura. Waduh, apa lagi itu kura-kura? Bukan penyu yang lucu itu. Tapi merupakan singkatan dari kuliah-rapat kuliah-rapat. Pokoknya tergantung kesibukan lain yang kita ikuti/lakukan selain kuliah. Misal sering ikut seminar, bisa jadi dibilang mahasiswa kusem-kusem.

    Unuk mengetahui apa saja macam-macam poin SKEK, bisa dilihat di website/siakad kampus (sekarang telah bertranformasi ke sinau). Disana semua ada.

    Saran saya, biar tidak terburu-buru saat pendaftaran sidang, file scan PDF-nya bisa dicicil dari semester awal dan langsung di-upload ke akun google drive pribadi. Lalu linknya dibagikan/disalin di form SKEK. Biar tidak seperti saya, baru upload pas mau daftar sidang skripsi. Padahal sebenarnya form SKEK di siakad/sinau sudah bisa diisi dari sebelum-sebelumnya.

    Beneran tuh ya, dulu saya itu sering sekali ikut seminar di kampus. Biar mendapatkan sertifikat. Eh, tapi niatnya bukan semata-mata sertifikat saja kok. Niatnya juga untuk belajar lebih banyak hal lagi dalam acara seminar itu. Saya pilih-pilih juga beragam seminar yang ada di kampus. Berdasarkan pertimbangan managemen waktu yang saya miliki serta pemateri seminarnya. So, seluangnya waktu saya itu kapan. Kalau berbenturan dengan jam kuliah, biasanya tidak saya ikuti.

    Tapi kadang malah kasusnya seperti ini, pematerinya keren, tapi berbenturan dengan jam kuliah. Kadang ketika waktunya saya bisa, tapi pematerinya kurang keren, saya kurang srek, dan kurang berminat dengan jenis seminar tersebut. Jadinya ya, terkadang tetap saya ikuti seminar yang tidak begitu saya minati, asalkan waktu saya bisa untuk mengikutinya.

    Ah, sebenarnya banyak kasus dalam hal mengikuti seminar di kampus. Saya pernah ikut-ikutan metode teman-teman lainnya asalkan tetap bisa mendapatkan sertifikat. Walaupun sebenarnya hal semacam itu bertentangan dengan jiwa saya. Yaitu, daftar seminar apa pun jenisnya tidak peduli. Yang penting daftar. Meskipun tidak bisa hadir. Sertifikatnya nanti bisa diambil di panitia kesekretariatannya. Kapanpun saya bisa/mau untuk mengambilnya. Tinggal menghubungi contact person panitianya. Tetapi terkadang ada juga panitia yang memberikan deadline pengambilan sertifikat sampai tanggal berapa/diberi jangka satu minggu. Tolong ini jangan ditiru ya. Poin minus-nya ketara banget kalau kita daftar seminar hanya untuk mendapatkan sertifikat. Sedangkan ilmunya tidak dapet.

    Ada lagi yang seperti ini, daftar ikut seminar, lalu datang ke acara seminar sebentar untuk ambil hak konsumsinya dan sertifikatnya (kalau diizinkan), kemudian pergi. Tetapi biasanya, sertifikat itu tidak diperbolehkan diambil di awal acara. Baru dibagikan setelah acara seminar selesai. Pernah tidak ya saya seperti ini? Sepertinya tidak deh. Pernahnya yang seperti ini, saya datang ke acara seminar tersebut berdasarkan waktu luang yang saya miliki. Apabila seminar belum selesai dan saya harus masuk kuliah, maka saya izin ke panitia untuk meninggalkan acara seminar tersebut karena harus masuk kelas. Kalau seminar tersebut ternyata masih belum selesai juga sampai saya selesai kelas, saya kembali lagi menghadiri sisa acara seminar tersebut.

    Lalu apakah ada seminar yang diikuti dari awal sampai akhir? Iya, ada. Apalagi seminar tersebut adalah seminar organisasi/komunitas/himpunan prodi sendiri. Baik dikarenakan memang memiliki tanggungjawab sebagai panitia atau dianjurkan harus berpartisi sebab merupakan anggota dan bagian dari komunitas tersebut. Contoh, saya adalah mahasiswa sastra inggris, maka saya sangat dianjurkan mengikuti seminar yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Prodi Sastra Inggris (HIMAPRO-SI).

    Kira-kira kalau jadi panitia tetap harus membayar? Kalau menjadi ketupel sepertinya tidak usah bayar. Eh, tapi seingat saya, dulu saya pernah menjadi bagian panitia di acara Scholarship Seminar. Waktu itu saya menjadi bagian dari divisi kesekretariatan. Saya tetap bayar dan mendapatkan sertifikat. Pernah juga dulu komunitas Aliansi Mahasiswa Bidikmisi yang saya ikuti mengadakan seminar. Saya juga menjadi panitia di bagian divisi acara. Saya tidak bayar dan tidak mendapatkan sertifikat. Yaiyalah jelas ya. Mungkin bisa dikatakan ada uang maka ada barang. Kemudian di tahun-tahun berikutnya saya menjadi pengurus harian. Tiap kali komunitas saya tersebut mengadakan acara seminar, saya langsung hadir. Berpartisipasi dalam acara tersebut dari awal-akhir. Tanpa bayar/daftar seminar sebelumnya. Dapat sertifikat? Bukan mendapatkan sertifikat. Tetapi dapat SK (Surat Keterangan). Nah, jadi kalau menjadi panitia seminar/pengurus harian sebuah organisasi, nanti akan mendapatkan SK sesuai jabatannya. SK tersebut juga bisa di-upload untuk mendapatkan nilai SKEK. Saran saya, sering-seringlah berpartisipasi dalam kepanitiaan, yang mengadakan acara, yang mengurusi, serta menyusun acara. Karena yang kita dapatkan tidak hanya ilmu dalam acara yang kita adakan, tetapi juga ilmu leadership, kerjasama, dan managemen acara. Bahkan sudah plus SK/sertifikat. Tanpa bayar/daftar ikut seminar. Karena kita yang mengeluarkan biaya dan mencari dana untuk mengadakan seminar tersebut. Tidak hanya di seminar, tetapi juga dalam kegiatan/event lainnya.

    Biasanya berapa biaya daftar seminar? Kalau di kampus saya, start from Rp.10.000 ke atas. Murah banget kan ya. Harganya pas dan bersahabat banget dengan isi kantong/dompet mahasiswa. Perlu dicatat, bahwa harga seminar itu juga berdasarkan siapa pemateri/narasumber seminarnya. Kalau artis/selebgram/menteri/penulis terkenal, sepertinya di atas Rp.10.000. Karena kita, panitia yang mengadakan seminar harus ngasih fee untuk narasumber. Salah satu sumber dananya adalah dari hasil penjualan tiket seminar.

    Oh iya, saya ingin bercerita juga bahwa dulu di kampus saya sangat senang mengikuti acara seminar yang pesertanya pakai seleksi. Jadi tidak semua peserta yang daftar seminar tersebut lolos seleksi untuk diterima mengikuti seminar itu. Karena panitia hanya membatasi 25/50/100 (atau lebih) peserta. Ya, acara seminar ini tentu sangat keren sekali. Apalagi pesertanya pakai diseleksi. Panitia benar-benar mencari tidak sembarang peserta. Karena biasanya pada saat daftar, kita diarahkan untuk melakukan pendaftaran dengan cara mengisi google form pada link yang telah panitia sebar. Di google form tersebut kita mengisi data diri dan diberikan pertanyaan-pertanyaan. Apa pertanyaannya? Biasanya ditanyai komitmen/kesanggupan mengikuti acara tersebut dari awal sampai selesai. Terus biasanya diberikan pertanyaan sesuai event tersebut, gambaran/pendapat kita terhadap tema acara tersebut, dan lain sebagainya. Alhamdulillah, beberapa kali saya dulu pernah keterima dalam jenis seminar yang pesertanya pakai diseleksi terlebih dahulu.

Apakah setelah dinyatakan lolos seleksi wajib bayar untuk mengikuti acara tersebut? Iya. Pada saat daftar ngisi google form tidak usah bayar. Hanya peserta terpilih yang harus bayar. Apakah ada seminar yang pakai sistem menyeleksi peserta dan peserta yang lolos tidak usah bayar? Berdasarkan pengalaman saya belum ada. Saya keterima, lalu bayar biaya kontribusi. Mungkin di acara seminar lainnya ada. Bahkan ada sebuah event yang pakai sistem menyeleksi peserta, setelah diterima tidak bayar, malah dikasih hadiah/dibiayai penuh. Misalnya seperti lomba gratis dan lain sebagainya. Namun, kebanyakan juga yang pakai sistem seleksi peserta malah mengharuskan peserta yang daftar sudah harus bayar di awal. Meskipun belum tentu peserta tersebut yang mendaftar lolos seleksi/terpilih. Mahal pula biaya pendaftarannya. Ada juga event yang dari awal sampai keterima/terpilih full gratis dan malah mendapatkan reward.

    Adapun sertifikat yang diimingkan/dijanjikan oleh panitia sehingga bisa menggoda/membuat tertarik peserta untuk daftar event/seminar tersebut adalah sertifikat bernama. Nama kita dituliskan/dicantumkan di sertifikat tersebut dengan tinta print-out/cetak. Karena umumnya di kebanyakan seminar-seminar itu, kita mendapatkan sertifikat tanpa nama. Without the existance of our name there. Kita sendiri yang harus menulis nama kita memakai pulpen/spidol. Harga seminar yang memperoleh sertifikat bernama nama kita dan yang tanpa nama, tentu lebih mahal seminar yang sertifikatnya tertulis nama kita. Keren pokoknya sistem/metode penjualan tiket seminar seperti ini, agar diburu oleh banyak peserta.

    Saya pribadi pun telah mengalami menjadi peserta yang tertarik daftar seminar yang nantinya akan mendapatkan sertifikat bertuliskan nama saya. Pokoknya uang saya juga cukup banyak dikeluarkan untuk mengikuti seminar. Bahkan setiap bulan saya agendakan dan saya list setidaknya ada 1 seminar yang saya ikuti. Sampai saya tidak pernah mengkalkulasi sudah berapa sertifikat seminar yang saya miliki untuk mencapai poin minimal SKEK. Semua sertifikat yang saya miliki baru saya rekap ketika mau daftar sidang skripsi. Sampai saya kaget sendiri, ternyata nilai SKEK saya lebih dari 300 poin. Ini bukan sombong, tapi ini curhat dan share pengalaman. Padahal minimal SKEK yang dibutuhkan adalah 60 poin saja. Sudah keterlaluan banget itu saya.

    Sebenarnya sertifikat yang banyak saya miliki adalah sertifikat lomba cipta puisi yang berupa e-sertifikat. Karena lombanya juga sistem online. Yang hard file, kebanyakan memang merupakan sertifikat dari seminar-seminar yang saya ikuti. Lomba juga ada, tapi tidak begitu banyak.     

    Itulah pengalaman saya berburu seminar. Baik dari segi metode dan tipe. Cara mengikuti/berpartisipasi dalam seminar memang banyak warna. Yang baik ditiru. Sedangkan yang tidak baik jangan ditiru. Lalu, seminar apa yang pernah saya ikuti saat kuliah dulu? Banyak sekali. Saya akan menyebutkan beberapa saja. Kalau disebutkan semua nanti tulisan/lembaran ini menjadi form SKEK seperti di siakad. Saya sebutkan jenisnya saja. Yang pernah saya ikuti adalah scholarship seminar, interfaith seminar, seminar inspiratif, seminar budaya, seminar ekonomi, seminar keagamaan, dan masih banyak lagi. Jenis seminar itu tergantung dari siapa yang mengadakan. Kalau fakultas adab dan humaniora biasanya yang bertajuk sastra, kepenulisan, dan beasiswa keluar negeri. Kalau fakultas ekonomi dan bisnis islam biasanya yang berbau ekonomi pula. Begitupun seminar yang diadakan fakultas, prodi, organisasi, dan komunitas lainnya. Kebanyakan seminar yang diadakan juga mencerminkan bendera mereka masing-masing.

    Dan lagi, di kampus itu tidak hanya ada seminar. Tetapi ada saudaranya juga, seperti workshop, pelatihan, conference, dan kuliah umum. Dengan berpartisipasi dalam acara tersebut nanti kita juga akan mendapatkan sertifikat. Fungsi sertifikat itu sebenarnya disamping sebagai persyaratan untuk memenuhi poin SKEK, juga sebagai bukti nyata bahwa kita benar-benar mengikuti acara tersebut. Karena ada loh, sebuah rekrutmen yang mempertanyakan pengalaman kita sudah mengikuti seminar apa saja. Nah, sertifikat tersebut bisa dilampirkan.

    Jadi yuk, ikut seminar! Kalau perlu nabung/menyisihkan sebagian uang yang kita punya untuk daftar seminar yang kita inginkan atau sangat kita butuhkan. Jangan dibuat jajan semua. Bisa juga disisihkan untuk daftar lomba-lomba yang berbayar. Kalau menang Alhamdulillah, nanti kita mendapatkan reward. Tetapi kalau belum menang, berarti kita harus lebih banyak belajar lagi.

    Jangan sampai kita pinjam dan beli sertifikat. Tidak malu sama titel sarjananya? Apalagi sampai buat/desain sendiri (yang bisa desain sertifikat). Kecurangan yang membuat saya iri. Kok mereka seperti itu ya. Kok kayaknya saya dulu benar-benar bagi waktu dan nyisihin uang buat ikut seminar. Mereka kok gampangan seperti itu. Iya sih benar yang beli sertifikat juga ngeluarin uang. Tapi instant banget. Ketara banget kalau tidak mau berproses. Dan yang dikejar adalah? Apa? Duh, no comment lebih banyak. Positif thinking aja. Mungkin mereka benar-benar sibuk mengerjakan suatu hal dan ada halangan yang tak memungkinkan.

    Walaupun secara gamblang, seminar yang berbayar itu sama halnya dengan beli sertifikat. Tapi itu tidak sama. Karena kita di awal sudah punya kemauan untuk ikut, daftar, hadir ke seminar, dan ambil sertifikat itu. Yah, meskipun saya sadar, saya sendiri pun pernah daftar seminar, tapi tidak ikut seminar tersebut. Karena berhalangan datang ke seminar, maka tinggal meminta jatah sertifikat yang dijanjikan panitia.

    Sebenarnya miris sekali dengan mereka yang baru beli e-sertifikat di luaran sana di waktu mendekati pendaftaran sidang skripsi. Pokok asal itu berupa sertifikat. Lalu dikasih namanya, di-print, dan di-upload untuk kebutuhan poin SKEK. Segampang itu ya cara berpikirnya. Sebenarnya itu hak mereka. Saya memang lebih baik no comment saja.

    Tetapi, pada tulisan ini. Saya ingin berpesan kepada seluruh mahasiswa dan calon mahasiswa. Ikuti yang baik-baik saja. Luangkan dan manage waktu untuk kuliah dan ikut seminar/workshop/event bergengsi lainnya, untuk mendapatkan ilmu/wawasan/motivasi yang lebih banyak dan luas. Bukan semata-mata untuk sertifikat. Tetapi tertarik pada substansi event tersebut yang sangat membuat kita ingin ikut berpartisipasi. Kalau perlu ikuti yang pakai sistem pesertanya diseleksi. Karena itu lebih menantang diri kita. Hal itu menjawab pertanyaan pantaskah/layakkah kita tergabung dalam event/seminar tersebut.

    Baik, selamat thalabul ‘ilmi dan berproses!

 

Catatan Hati Mahasiswi

Surabaya | 08 April 2021

Comments

POPULAR POST