WISUDA AL-QUR'AN YANG MENYENTUH PERASAAN



Wisuda Al-Qur’an yang Menyentuh Perasaan
           
Saya paling tidak bisa menahan air mata yang ingin tumpah, ketika ada suatu hal yang begitu menyentuh hati saya. Baik itu berupa kesedihan maupun sebuah kebahagiaan. Salah satu hal yang begitu menyentuh perasaan saya serta membuat saya sangat terharu, adalah pada saat saya menyaksikan langsung dengan mata saya sendiri, anak-anak di TPQ tempat saya mengajar, mereka melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an di Acara Wisuda Al-Qur’an dan Tahfidz pada hari minggu, 22 Desember 2019 yang lalu. Ada 10 anak yang diwisuda. Mereka membaca beberapa surat dari Juz 30 dengan tartil dan suara yang merdu. Mata saya berkaca-kaca. Anak sekecil itu sudah pandai melafadzkan ayat-ayat Allah. Bahagia sekali orang tua yang memiliki anak seperti itu. 

Farah Fadhilah, Hamdiyah Hajar, M. Fatkhur Rofick, Hasan Sadili, Anindia Fitria Ahmad, Jazilatul Hikmiyah, Rayhan A. Al-Farizy, Ahmad Zulkifli, M. Alfian Rahman, dan Fadia Naylul Muna. Ya itulah nama-nama mereka yang diwisuda saat itu. Anak-anak yang murni jiwanya, yang masih bersih hatinya. 

Saya sebagai MC, yang berada di sisi dekat panggung ketika itu, menyaksikan mereka dengan penuh bangga dan rasa haru. Meski mereka bukanlah anak saya sendiri, namun saya merasa sangat bahagia ada anak seperti mereka. Apalagi ketika mereka diuji satu-satu oleh Ustadz Drs. Arif Syu’aib mengenai tajwid dan ghoribnya, di depan seluruh tamu dan undangan yang hadir, serta di depan orang tua mereka sendiri yang menyaksikannya di bawah panggung. Begitu pula saat Ustadz H. Muzammil Masduqi, S.Ag menguji hafalan Al-Qur’an mereka, saya dibuat takjub dengan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an yang mereka baca pada sesi sambung ayat. 

Keadaan yang paling membuat saya tidak bisa lagi membendung air mata saya, adalah pada saat anak-anak luar biasa itu, menghampiri, memeluk, mencium, berterima kasih seraya menangis di pangkuan orang tuanya setelah sesi uji publik telah selesai. Air mata saya langsung menganak sungai. Anak-anak itu lah, yang nantinya memberikan mahkota bagi kedua orang tuanya di surga. Saya sendiri, sebagai seorang anak, ingin kelak juga bisa mempersembahkan hal yang sangat berarti untuk orang tua.

Hal ini benar-benar membuat saya langsung teringat dan flashback dengan Almarhum Ayah saya. Beliau selalu berpesan kepada saya, saat beliau masih hidup, agar saya rajin dan istiqomah membaca Al-Qur’an setiap hari, serta perlahan-lahan juga dihafalkan. Dulu kata Ayah, bacaan saya masih belum bagus, beliau menyuruh saya untuk terus rutin mengaji setiap selesai shalat. Saya semakin tidak kuat sekali menahan air mata saya ketika ingat pada Ayah. Saya ingat betul, sungguh, masih sangat ingat betul. Tidak akan pernah terlupakan. Saat di mana saya menemani Ayah yang terbaring sakit. Beliau memegang tangan saya lalu mengusap ubun-ubun saya. Dan saat itu lah beliau mengatakan pada saya bahwa saya harus tetap berjuang mencari ilmu dan cinta membaca Al-Qur’an beserta maknanya jika Ayah mendahului umur saya. 

Sejak kelas 2 MA, saya mulai menghafalkan Juz 30. Saya hafalkan selama bulan Ramadhan. Kemudian mencoba mempraktekkan yang disarankan oleh Kiai Munif Zubairi (Pengasuh Pondok Pesantren Nasy’atul Muta’llimin), untuk menghatamkan Al-Qur’an selama 6 hari. Sejak kelas 1 MA, saya pun suka menonton Hafidz Indonesia, melihat anak-anak kecil yang sudah hafal beberapa juz Al-Qur’an bahkan ada yang hafalannya sempurna 30 Juz. Ini sangat memotivasi diri saya. Kemudian program Tahfidz di MTs Nasy’atul Muta’allimin juga begitu memotivasi diri saya, dimana anak-anak murojaah setiap jam 6 pagi sebelum pelajaran dimulai pada jam 7. Waktu saya MA, di situ lah saya memiliki impian untuk kuliah. Saya mendapatkan informasi dari kerabat yang pernah kuliah di Malang, katanya harus hafal beberapa juz Al-Qur’an apabila ingin mendapatkan beasiswa saat kuliah. Ya Allah ingin sekali saya kuliah ketika itu hingga saya mulai menghafalkan Juz 30. Dan benar, saya merasakan keajaiban-kejaiban datang hingga mengantarkan saya bisa kuliah. Sebelum saya berangkat kuliah, saya telah menuliskan dan memanage diri saya nanti di kampus harus aktif di apa. Saya menulis di buka saya, bahwa kelak saat hidup di dunia kampus harus memilih sebuah komunitas Al-Qur’an atau berkumpul dengan orang-orang yang begitu dekat dengan Al-Qur’an. Saya selalu berdoa hal ini pada Allah. Dan Alhamdulillah, selama kuliah Allah mengumpulkan saya dengan orang-orang yang selalu belajar dan cinta pada Al-Qur’an, yaitu di Pesantren Mahasiswi Pusat Ma’had Al-Jami’ah UIN Sunan Ampel Surabaya serta di TPQ Hidayatullah Jagir Wonokromo Surabaya. Saya benar-benar sangat mensyukuri hal ini. Kota Surabaya, yang oleh beberapa orang desa tempat saya tinggal, dinilai tempat tidak baik, pergaulan bebas dan semacamnya. Namun, ternyata tidak. Tidaklah seluruh isi tempat yang ada di Surabaya itu tidak baik. Dulu, saya begitu dikhawatirkan sebelum berangkat kuliah, takut terjerumus pada lingkungan yang tidak baik. Namun, niat saya ke Surabaya, murni ingin thalabul ‘ilmi. Bukan untuk gaya hidup. Ilmu tajwid yang dulu belum pernah saya ketahui, saat menimba ilmu di Surabaya sekarang menjadi tahu. Cara baca Al-Qur’an saya yang kurang benar, sekarang diketahui letak kesalahannya di mana. Terima kasih Surabaya, telah menjadikan diri saya belajar lebih tentang Al-Qur’an dan menambah pengetahuan saya. Semoga, saya akan selalu didekatkan dan mencintai Al-Qur’an hingga berakhlak Al-Qur’an. 

Melihat anak-anak luar biasa yang telah diwisuda itu, dalam hati saya pun berdoa, sebagai calon seorang Ibu, kelak jika saya memiliki seorang anak, semoga ia juga bisa menjadi kebanggaan umat, yang pandai dalam belajar, pandai melafadzkan ayat-ayat Allah, senantiasa melantunkan asma-Nya, dan senantiasa memiliki semangat untuk berjalan dalam keridhaan Allah. 

Saya sangat bersyukur bisa mengajar dan belajar di TPQ ini bersama malaikat-malaikat kecil itu. Ya, saya banyak belajar di sini. Semakin membetulkan bacaan Al-Qur’an saya. Mendalami tajwid. Serta belajar ghoribul Qur’an, semuanya berawal dari sini. Betul, dulu terakhir kali saya belajar tajwid adalah pada saat MTs, namun belum hatam sampai ke ghorib. Belajar bacaan saktah pada surat yasin, itu pun diajari oleh orang tua. Kemudian bacaan imalah pada surat Huud ayat 41 juz 12, itu dari orang tua juga, katanya cara bacanya harus memiringkan bunyi fathah di huruf ra’ pada kasroh. Jadi saya waktu itu belum tahu bahwa itu bernama bacaan imalah. Baru pas belajar di Surabaya, oh ternyata bacaan itu adalah bacaan imalah

Di TPQ Hidayatullah, saya tidak hanya belajar cara membaca Al-Qur’an dan mendalami tajwid. Tetapi di sini, saya pun belajar untuk berbagi. Ya, berbagi, menyayangi, dan mencintai anak-anak kecil yang tidak terlahir dari rahim saya. Di sini, mereka membuat saya berperan sebagai orang tua mereka. Pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan. Saat saya menghadapi anak-anak ketika menangis, merajuk, kencing di kelas, muntah, dan bahkan ada yang ee’ di kelas. Di sini lah saya diajari untuk berperan sebagai sosok Ibu, untuk memahami, menyayangi, mencintai, sabar, membersihkan, mensucikan, dan menghendel semua itu dengan hati yang lapang. Masya Allah nak, sifat kekanak-kanakan saya terbuang seketika. 

Tak kalah luar biasa,  guru-guru hebat di TPQ Hidayatullah ini, memang sosok yang ilmu Al-Qur’annya jauh lebih tinggi dari saya, seperti Ustadz Sholihuddin Amin, S.HI (Kepala TPQ Hidayatullah), Usatdzah Mimi Jamilah (Wakil Kepala TPQ Hidayatullah), Ustadz Dliyaul Muflihin (Sekretaris), Ustadzah Azizah, Ustadzah Fika, Ustadzah Nia, Ustadz Hamid Alwi, Ustadz Umam, Ustadzah Ica, Ustadzah Roudhoh, Ustadzah Fatma, Ustadzah Ani, dan Ustadzah Ila. Saya banyak belajar dari para Ustadz-Ustadzah luar biasa itu. Dan saya sangat berterima kasih karena beliau semua telah berbagi ilmu pada saya yang masih belum ada apa-apanya ini. 

Ya Allah, jujur, tidak ada hal yang paling indah, paling menenangkan, paling menyentuh perasaan, dan paling membahagiakan, saat kita selalu berusaha untuk mendekatkan diri pada Allah melalui Al-Qur’an, dibaca setiap selesai shalat, menemani hari-hari dan langkah hidup yang penuh perjuangan. 

Surabaya, 10-11 Januari 2020

Comments

POPULAR POST