PERJALANAN KE VILLA BUKIT TLEKUNG BATU MALANG



Perjalanan ke Villa Bukit Tlekung Batu Malang
(Bersama Sundari dan Najib)

Awalnya sempat pesimis, untuk launching buku perdana di Bukit Tlekung Batu Malang. Karena tidak tahu harus berangkat sama siapa. Namun, adanya Sundari dan Najib, menghilangkan rasa pesimis saya. Kami bertiga pergi bersama-sama. 

-----

            Hari selalsa, 23 Desember 2019, sekitar jam 13.00 saya dan Sundari naik bis dari depan kampus UINSA ke terminal Bungurasih. Sedangkan Najib tidak ikut bersama kami, dia sudah lebih dahulu ada di Bungurasih menunggu kami di sana. Entah, mengapa waktu begitu berjalan cepat, padahal begitu adzan dzuhur terdengar langsung mandi, shalat, siap-siap, dan menunggu bus di depan kampus. Alat mandi sampai kelupaan untuk dibawa. Dan sampai Bungurasih hampir jam 14.00 siang. 

            Sampai di Bungurasih, saya masih menyempatkan ke ATM. Parah, lupa mengisi dompet. Tak seberapa lama ngantri ATM dan ambil uang, lalu saya dan Sundari menuju bus ekonomi jurusan Malang. Di sana telah ada Najib menunggu kami. Dia hampir marah pada kami, karena kami baru sampai. Sebab, dia katanya sudah terlalu lama menunggu kami. Selama dia menunggu kami, sudah 5 bus terlewati sebab kami belum datang juga. Bus yang kami naiki adalah bus ke-6 kata Najib semenjak dia sampai di Bungurasih. Ternyata, laki-laki memang harus sabar menghadapi perempuan. Dan kami, sebagai perempuan juga harus berbenah diri agar lebih cepat. 

            Tak lama kemudian bus yang kami tumpangi pun berangkat. Saat itu sekitar jam 2 lebih. Kurang lebih sekitar 2 jam kami sampai di daerah Karanglo pada jam empat sore. Kami turun di situ, untuk pindah ke angkot menuju Batu. Rute-rute ini, dari Surabaya hingga ke Batu, saya peroleh dari bertanya ke teman saya. Nadia namanya. Dia orang Malang asli. Jadi dia tahu rute menuju Batu dan dapat ditempuh dengan apa saja. Cukup lama kami menunggu angkot di sini. Mungkin memakan waktu sekitar setengah jam, baru dapet angkot. Terasa cukup jauh perjalanan yang kami tempuh. Setelah turun dari angkot ini, kami pun naik angkot lagi untuk menuju terminal Batu. Selama di angkot yang pertama tadi, kami begitu asik mengobrol dan bercerita, sampai jajan yang kami bawa tertinggal di angkot ini. Kami baru sadar setelah angkot kedua yang kami naiki melaju cukup jauh. Sudah terlanjur, kami pun mengikhlaskan jajan itu. Walau sebenarnya jajan itu kami sengaja bawa untuk Purwanto. Sebab, itu adalah jajan sidang skripsi Sundari dan jajan seminar proposal skripsi saya. Kami ingin Purwanto makan jajan kami ini. Karena saya dan Sundari berangan-angan agar Purwanto cepat tertulari dan segera sempro juga. 

            Sekitar jam 5 sore kami sampai di terminal Batu. Kami bertiga shalat ashar di sini. Selesai shalat, kami makan mie ayam bersama di salah satu warung makan yang ada di terminal Batu ini. Kami bertiga selalu asik bercerita bersama. Lalu, Sundari bilang mau lihat buku saya yang nanti akan dilaunching. Saya pun kaget, dari mana dia tahu bahwa saya akan launching buku. Padahal saya tidak pernah bilang sama dia. Najib juga. Ah, jadi malu gimana gitu saya sama mereka. Bersama mereka berdua saya gembira sekali seharian. Banyak bercerita dan berbagi pengalaman. 

            Selesai makan, kami pun membayar makanan kami. Saya cukup heran, harganya murah. Kami hanya menghabiskan Rp. 21.000 untuk mie ayam, es teh, dan kerupuk buat kami bertiga. Dan bapak si penjualnya juga terlihat begitu ramah pada kami. Di samping makan, kami juga diperbolehkan untuk numpang charge HP. Tak lama seusai kami makan, Purwanto, Dek Sholihan, dan Dek Zulkarnain datang untuk menjemput kami bertiga. 

            Adzan maghrib pun berkumandang. Kami semua sepakat untuk shalat terlebih dahulu di masjid dekat terminal Batu sebelum pergi ke Villa. Saya dan Sundari bergantian shalat dan mandi. Setelah itu langsung menemui Najib dan yang lainnya di depan masjid di area laki-laki. Mereka bilang lama banget menunggu kami berdua. Entah lah, padahal kami sudah berusaha sesingkat mungkin mandi, shalat, dan bersiap diri. Apakah kadar ukuran lama laki-laki dan perempuan itu berbeda mungkin. 

            Tanpa berdebat terlalu lama, kami pun langsung pergi menuju Batu. Dengan sangat berat hati, saya bonceng sama Purwanto. Saya akui ini tidak boleh dan dosa bonceng sama laki-laki. Tapi, meminta Sundari untuk menyetir malam-malam juga kasihan. Apalagi saat itu cuacanya rintik-rintik hujan kecil. Ditambah jalanan menuju Villa agak macet, berkelok-kelok, dan menanjak juga. 

            Saat memasuki area Villa, entah kenapa saya merasa langsung ketakutan. Seperti memasuki area kuburan. Hal mistis yang pernah saya dengar, sesegera mungkin langsung saya buyarkan dari pikiran saya. Saya sangat yakin aman selama niat saya baik dan tetap menjaga sikap. 

            Dan Alhamdulillah, ternyata kaki saya ini berpijak juga di sini. kedatangan kami disambut sama adik-adik panitia AMBISI. Sebelum kami ngobrol bersama, saya sama Sundari shalat Isya’ terlebih dahulu. Baru kemudian kami nimbrung dan makan-makan jajanan ringan yang sempat kami beli di Indomaret tadi di tengah perjalanan menuju Villa. Kami bertanya bagaimana keadaan adik-adik hingga saat ini sedari kemarin, acaranya bagaimana, lancar atau tidak, acara yang belum apa saja, kendalanya apa, dan lain-lain. 

            Pada malam hari itu, saya dan Sundari tiba-tiba diminta untuk menjadi juri inagurasi oleh adik koordinator divisi acara. Awalnya kami sempat menolak, sebab saya dan Sundari sudah pernah menjadi juri di malam inagurasi Penabara tahun lalu. Namun, karena mereka benar-benar menginginkan kami untuk menjadi juri dengan alasan yang diberikan, kami pun bersedia. 

            Sekitar jam setengah 8 malam, acara inagurasi di mulai. Ternyata banyak sekali adik-adik baru AMBISI angkatan 2019. Kalau tidak salah ingat kurang lebih ada sepuluh kelompok. Penampilan mereka sangat menghibur kelelahan perjalanan kami tadi. Ada yang menampilkan mini drama, perkusi, dance, musikalisasi puisi, dan puisi berantai. Mereka kreatif-kreatif semua dan telah berusaha menampilkan yang terbaik. Saya beri applause untuk mereka semua.  Setelah mereka tampil semua, saya diberikan kesempatan oleh panitia untuk memberikan review atau evaluasi di depan adik-adik. Ah, senang sekali bertemu dan menyapa mereka semua. 

            Perjalanan mengesankan dan menarik bersama Sundari dan Najib. Jika tidak ada mereka, mungkin saya tidak akan berangkat sendiri dan tidak akan sampai menginjakkan kaki di Villa Bukit Tlekung ini. 

Surabaya, 28 Januari 2020

Comments

POPULAR POST