SILATURAHMI KE KOTA MALANG
SILATURAHMI KE KOTA MALANG
(Berdua Bersama Ibu)
(Berdua Bersama Ibu)
“Keluarga adalah salah satu hal terpenting yang kita miliki, anugerah keindahan yang ada di semesta, dan keluarga yang utuh jauh lebih membahagiakan.”
Malang, 14 Juni 2019
Tiba di Malang, saya dan Ibu pun langsung merasakan hawa dingin di daerah itu. Batin saya, kok lupa ya untuk membawa jaket. Setelah melewati pintu keluar stasiun, saya langsung mengambil gambar bangunan yang ada tulisan “Stasiun Kota Lama Malang” menggunakan kamera HP saya, kemudian saya kirim ke Mbak Ice. Memberi kabar bahwa saya dan Ibu telah sampai di stasiun. Anehnya, Mbak Ice juga mengatakan bahwa beliau sudah ada di depan pintu keluar stasiun. Tapi ada dimana. Kok tidak ada. Padahal saya juga sudah ada di depan pintu keluar sama Ibu. Seperti itulah isi chat saya dan Mbak Ice di WhatsApp. Beberapa detik kemudian, Mbak Ice mengirimi saya sebuah gambar juga. Ternyata, setelah saya lihat itu adalah gambar gedung stasiun Malang. Ternyata kita berada di tempat yang berbeda.
Akhirnya, saya dan Ibu masih menunggu Mbak Ice untuk menjemput kami ke stasiun Kota Lama Malang dari stasiun Malang. Saya memang membeli tiket yang turunnya di stasiun Kota Lama Malang berdasarkan saran dari Mbak Ice. Tapi Mbak Ice malah menjemput saya ke stasiun Malang. Pikir saya, mungkin Mbak Ice lupa atau beliau mengira bahwa kedua stasiun tersebut itu sama. Karena Mbak Ice juga pendatang di Kota Malang. Ikut suaminya, bukan orang Malang asli.
Tiba di Malang, saya dan Ibu pun langsung merasakan hawa dingin di daerah itu. Batin saya, kok lupa ya untuk membawa jaket. Setelah melewati pintu keluar stasiun, saya langsung mengambil gambar bangunan yang ada tulisan “Stasiun Kota Lama Malang” menggunakan kamera HP saya, kemudian saya kirim ke Mbak Ice. Memberi kabar bahwa saya dan Ibu telah sampai di stasiun. Anehnya, Mbak Ice juga mengatakan bahwa beliau sudah ada di depan pintu keluar stasiun. Tapi ada dimana. Kok tidak ada. Padahal saya juga sudah ada di depan pintu keluar sama Ibu. Seperti itulah isi chat saya dan Mbak Ice di WhatsApp. Beberapa detik kemudian, Mbak Ice mengirimi saya sebuah gambar juga. Ternyata, setelah saya lihat itu adalah gambar gedung stasiun Malang. Ternyata kita berada di tempat yang berbeda.
Akhirnya, saya dan Ibu masih menunggu Mbak Ice untuk menjemput kami ke stasiun Kota Lama Malang dari stasiun Malang. Saya memang membeli tiket yang turunnya di stasiun Kota Lama Malang berdasarkan saran dari Mbak Ice. Tapi Mbak Ice malah menjemput saya ke stasiun Malang. Pikir saya, mungkin Mbak Ice lupa atau beliau mengira bahwa kedua stasiun tersebut itu sama. Karena Mbak Ice juga pendatang di Kota Malang. Ikut suaminya, bukan orang Malang asli.
Setelah menunggu beberapa saat, kemudian Mbak Ice datang bersama Kak Adi dan Dek Ibrahim dengan mengendarai sepeda motor. Saya bonceng ke Mbak Ice. Sedangkan Ibu dibonceng sama Kak Adi bersama Dek Ibrahim. Dalam hati saya, Alahmdulillah kaki ini bisa menginjakkan bumi Malang untuk kedua kalinya dengan tujuan bersilaturahmi ke rumah saudara.
Sebelum sampai ke rumah Mbak Ice, kami semua berhenti di sebuah Warung Makan. Mbak Ice mengajak kami untuk sarapan pagi terlebih dahulu. Nasi soto lah breakfeast kami saat itu. Sambil menunggu pesanan, kami pun membahas hal lucu kesalahan penjemputan tadi. Ternyata benar, Mbak Ice mengira bahwa stasiun Kota Lama Malang itu dan stasiun Malang itu sama. Untunglah ada Kak Adi yang tahu bahwa kedua stasiun tersebut berbeda.
Selesai sarapan, kami langsung menuju ke rumah Mbak Ice dan suaminya. Lokasi rumah Mbak Ice tidak jauh dari Alun-Alun Kota Malang. Lebih spesifiknya yakni di sebuah perkampungan belakang Mall Ramayana.
Alhamdulillah, kami pun tiba juga di rumah yang ditempati Mbak Ice bersama suaminya. Rumahnya sederhana, apa adanya, dan terasa tenteram dengan warna biru. Saya dan Ibu dipersilahkan untuk duduk di ruang tamu dengan disuguhi berbagai macam jajanan oleh Mbak Ice. Saat itu, langit sedang berkabut. Kata Mbak Ice baru nanti sekitar jam 11.00 akan ada sinar matahari. Langit berkabut sudah biasa terjadi setiap hari, tambah Mbak Ice memberi tahu saya dan Ibu.
Oh iya, sebelum saya melanjutkan cerita saya lebih jauh, saya akan memperkenalkan Mbak Ice terlebih dahulu. Mengapa diantara kami bisa dikatakan keluarga? Karena Kakek Mbak Ice yang bernama K.H. Imam itu adalah saudaranya Kakek saya yang bernama K.H. Muzahnan. Kemudian Ayah Mbak Ice yaitu Pak Encang adalah sepupu dengan Ibu saya, Emma’ Hatijah. Jadi, saya dengan Mbak Ice adalah saudara dua pupu. Seperti itu lah silsilahnya sehingga diantara kita bernama keluarga. Lalu kenapa Mbak Ice bisa tinggal di Malang? Karena suami Mbak Ice, yaitu Mas Sholeh orang Malang. Pekerjaan Mbak Ice yang sebagai seorang Perawaat dan suaminya sebagai seorang Guru sama-sama bertempat di Malang.
Banyak hal yang kami ceritakan bersama selama di rumah Mbak Ice. Yakni tentang kehidupan keluarga kami. Belum lama bercerita-cerita, Kak Adi pamit mau balik ke kosnya. Nah, kalau Kak Adi ini adalah Adik kandung Mbak Ice. Mbak Ice adalah anak pertama diantara tiga bersaudara. Yang kedua adalah Kak Opik. Lalu, yang ketiga inilah Kak Adi yang Insya Allah nanti pada bulan Agustus 2019 akan menikah. Mereka bertiga, semuanya sama-sama belajar dan memiliki pekerjaan di Malang.
Kami pun lanjut bercerita-cerita kembali setelah Kak Adi pergi. Si kecil Ibrahim yang baru berumur sekitar 4 tahunan tiba-tiba menghampiri saya sambil membawa mainannya yaitu lima biji magnet berbentuk bulat kecil-kecil. Saya pun menemaninya bermain magnet tersebut. Mainan Dek Ibrahim memang sangat sederhana sekali menurut saya, tetapi dia sangat senang bermain magnet itu. Dia mengajak saya untuk kreatif memainkan lima biji magnet itu bersamanya. Alhamdulillah, dia begitu senang dan langsung akrab pada saya karena saya mau menemaninya bermain magnet. Dengan berbagai macam jenis cara memainkan magnet, membuat dia tidak bosan untuk bermain dengan saya.
Setelah begitu lama bermain magnet di ruang tamu, Dek Ibrahim mengajak saya untuk nonton TV di ruang tengah yang telah menyala. Ternyata film FTV pagi. Aktor dan Aktrisnya adalah anak-anak remaja dengan cerita-cerita percintaan. Dek Ibrahim pun berbisik kepada saya, “Mbak, itu nakal”. Secara refleks, saya langsung senyam-senyum di depan dia dan mengiyakan argumennya. Anak sekecil ini sudah bisa membedakan mana film yang kurang baik dan yang baik, batin saya. Sehingga saya pun memberikan usulan untuk menonton yang lainnya saja. Dek Ibrahim pun memilih untuk menonton Sound the Ship & Masha and the Bear. Mbak Ice dan Ibu yang ada di ruang tamu, memanggil saya dan Ibrahim untuk makan martabak. Si Ibrahim langsung lari menghampiri. Mbak Ice memberinya beberapa potong martabak ke sebuah wadah untuk di bawa ke ruang tengah agar dimakan bersama saya. Ya, saya dan Ibrahim makan martabak berdua sambil nonton TV.
Tak terasa, akhirnya terdengarlah kumandang adzan. Ternyata waktu dzuhur sudah tiba. Padahal rasanya saya dan Ibu barusan sampai ke rumah Mbak Ice. Ibu saya shalat terlebih dahulu. Baru kemudian saya shalat yang mana Dek Ibrahim juga ikut-ikutan shalat di samping saya. Si malaikat kecil ini sebelumnya juga ikut berwudhu. Saat mau shalat pun meminta sarung dan peci putih kepada Mbak Ice. Kata Mbak Ice, dia selalu meniru kebiasaan yang di lakukan oleh Ayahnya hingga ingin menjadi imam shalat seperti Ayahnya. Wah, beruntung sekali Mbak Ice memiliki anak shaleh ini yang dididik dengan baik serta selalu diajarkan dan dicontohkan hal-hal baik oleh suaminya Mbak Ice.
Berbicara tentang suaminya Mbak Ice, yaitu Mas Sholeh, dulunya beliau merupakan seorang Musyrif di Ma’had Al-Jami’ah/Pesantren Mahasiswa UIN Sunan Maulana Malik Ibrahim Malang. Kata Ibu saya, beruntung sekali Mbak Ice mendapatkan pasangan hidup yang baik, shaleh, paham agama, bisa baca kitab kuning, sayang sama istri, sayang sama anak-anaknya, mendidik anak-anaknya dengan baik, serta juga sangat sayang dan peduli kepada seluruh anngota keluarga besarnya Mbak Ice. Sampai-sampai Ibu mendoakan saya. Kata Ibu, semoga saya nanti minimal memiliki suami yang seperti suami Mbak Ice. Semoga kata beliau nanti saya akan mendapatkan suami atau pasangan hidup yang sangat baik sekali. Sisi agamanya baik, kepribadiannya baik, akhlaknya baik, sayang, peduli, dan perhatian sama istri, sama anak, sama orang tua, sama mertua, dan sama seluruh anggota keluarga, kemudian juga setia dan jujur. Aamin ya Rabbal ‘Alaminn. Mbak Ice bercerita kepada kami, katanya Mas Sholeh itu setiap hari sebelum berangkat mengajar pasti selalu belajar terlebih dahulu. Kitab kuning yang dimilikinya yang ada di lemari ruang tengah selalu dibaca sebelum menagajar. Masya Allah, kagum sekali saya mendegarnya.
Setelah masak-masak di dapur, Mbak Ice pun shalat dzuhur. Seusai shalat, saya dan Ibu diajak untuk makan siang. Kali ini kami makan nasi dengan sambal tempe penyet dan sayur kangkung. Enak sekali masakan Mbak Ice ini. Sayangnya, si kecil Ibrahim tidak ikut makan siang. Dia lebih memilih nonton TV di ruang tengah. Tetapi, begitu dia tahu bahwa saya sudah selesai makan siang, dia langsung mengajak saya untuk main magnet lagi bersamanya. Bermainlah saya bersamanya lagi. Namun, tak lama kemudian Mbak Ice menyuruh saya untuk tidur siang saja dan berhenti bermain sama Ibrahim. Awalnya Ibrahim tidak mau berhenti bermain sama saya. Mbak Ice pun mengajak Ibrahim agar tidur siang juga karena nanti sore mau jalan-jalan ke Alun-Alun. Dengan dipaksa, akhirnya Ibrahim mau berhenti bermain. Saya pun bisa tidur siang.
Entah saya bermimpi apa tidak ingat, pas bangun ternyata saat melihat jam di HP sudah hampir sekitar jam 16.00 sore. Saat saya bangun, si kecil Ibrahim masih belum bangun. Ibu saya shalat ashar terlebih dahulu, kemudian baru saya setelah beliau, karena mukenahnya bergantian. Mas Sholeh pun datang mengajar. Begitu melihat kami seakan-akan beliau surprise kedatangan keluarga jauh dari Sumenep. Mas Sholeh bertanya kami datang kapan dan naik apa.
Saat Mas Sholeh dan Mbak Ice shalat ashar berjamaah, si kecil Ibrahim tiba-tiba bangun dan langsung mencari saya untuk mengajak bermain magnet lagi. Dek Ibrahim ternyata sangat suka dan senang ada saya untuk diajak bermain. Kalau saya sendiri memang sangat suka anak kecil. Hal ini bukan dikarenakan saya suka bertingkah laku seperti anak kecil, akan tetapi bersama anak kecil saya dapat memunculkan jiwa keibuan saya serta lebih mendewasakan saya. Bermainlah kembali saya sama dia sambil melihat TV di ruang tengah. Saat saya menoleh ke Ibu yang ada di ruang tamu, Ibu lagi memandang Mbak Ice dan suaminya yang sedang shalat berjamaah. Dalam hati saya berkata, doakan saja Bu, semoga nanti saya bersama suami memiliki rumah tangga yang indah, utuh, tenteram, dan selalu istiqomah untuk shalat berjamaah bersama serta saling mendukung untuk melakukan ibadah dan kebaikan.
Sekitar satu setengah jam kemudian, adzan maghrib pun berkumandang. Seperti biasa Ibu saya shalat terlebih dahulu. Sedangkan saya memilih untuk mandi terlebih dahulu sebelum shalat. Untuk kali ini, saat saya shalat maghrib, Ibrahim juga ikut shalat dan bertingkah seolah-olah dia sebagai imam. Sedangkan Mbak Ice kemudian shalat maghrib berjamaah lagi dengan suaminya.
Sebenarnya tadi sore kami sudah membicarakan bahwa ba’da maghrib kami mau bersilaturahmi ke rumah Kak Hendri. Kak Hendri juga termasuk big family kami semua dari Kakek saya. Jarak rumah Kak Hendri agak jauh dari rumah Mbak Ice. Memakan waktu sekitar kurang lebih setengah jam. Kami naik Mobilnya Mas Sholeh untuk pergi ke rumah Kak Hendri
Sampai di rumah Kak Hendri, beliau merasa surprise sekali karena saya dan Ibu datang bersilaturahmi dari Sumenep. Di rumah Kak Hendri, kami semua diajak makan malam bersama dan disuguhi berbagai jenis jajanan dan minuman yang enak. Topik cerita yang kami bicarakan dan kami ceritakan disini adalah tentang kehidupan keluarga kami. Saya ditanya-tanyai tentang pendidikan saya, kehidupan saya di Surabaya, dan sudah hafal berapa juz. Oh iya, disini saya dan Ibu tidak hanya berjumpa dengan Kak Hendri saja tentunya, tapi juga berjumpa dengan istri Kak Hendri, namanya Mbak Heni. Kemudian juga ada anak-anak Kak Hendri, Habibah dan Nafis. Kalau tidak salah, Habibah sudah kelas 2 SMA. Sedangkan nafis masih SMP, tetapi dia mondok di Pondok Pesantren Al-Rifai Malang sambil menghafalkan Al-Qur’an. Masya Allah, Allahummarhamna bilqur’an.
Karena Ibu lebih memilih untuk menginap di rumah Mbak Ice, akhirnya saya, Ibu, Dek Ibrahim, Mbak Ice, dan Mas Sholeh dengan berat hati pamit untuk pulang. Tentu dengan harapan semoga kita nanti bisa berjumpa kembali pada lebaran tahun depan dan di waktu atau kesempatan yang lain.
Sebelum benar-benar balik ke rumah Mbak Ice, kami terlebih dahulu mampir ke Alun-Alun Kota Malang. Kecuali Mas Sholeh, beliau tidak ikut karena ada kepentingan lain. Wah, ramai sekali Alun-Alunnya saat itu. Mungkin karena bertepatan dengan malam minggu. Indah sekali, ada air mancurnya dengan lampu warna-warni di tengahnya. Saya dan Ibu berfoto di depan air mancur itu. Bersama dek Ibrahim juga. Tidak hanya berfoto di dekat air mancur, tapi di depan Masjid Jami’ juga dan di depan tulisan Alun-Alun Kota Malang.
Kami tidak berlama-lama jalan-jalan di Alun-Alun. Suara alarm di HP saya berbunyi menandakan sudah jam 21.00. Kami semua memutuskan untuk pulang saja. Dari Alun-Alun ke rumah Mbak Ice kami jalan kaki. Tidak terlalu jauh, tapi lumayan lah bisa ditempuh dengan jalan kaki.
Tiba di rumah Mbak Ice Ibu dan saya secara bergantian melaksanakan shalat isya’. Tadinya kan pas berangkat ke rumah Kak Hendri ba’da Maghrib. Jadi masih belum shalat isya’. Subhanallah, semoga tidak membuat kami jauh dengan-Nya karena keterlambatan shalat yang kali ini. Si kecil Ibrahim pamit sebentar mau beli jajan ke toko samping rumah. Ternyata dia beli jajan, cokelat, dan susu. Dia mengajak saya setelah selesai shalat untuk memakan semua jajan itu bersama sebelum tidur. Awalnya saya tidak mau, namun dia merajuk dan memaksa saya untuk makan jajan itu bersamanya. Karena takut dia menangis, sayapun menemaninya sebentar. Setelah itu langsung tidur ke kamar masing-masing. Saya sekamar dengan Ibu. Sedangkan Dek Ibrahim sama Mbak Ice.
-----
-----
Malang, 15 Juni 2019
Beberapa kali saya mendengar alarm HP saya berbunyi. Sepertinya Alarm jam 02.30 yang berbunyi. Entah kenapa saya tak kuasa melawan kantuk. Berbeda dengan Ibu saya, dalam pandangan samar-samar, Ibu tidak ada di samping saya. Dalam keadaan sedikit sadar, saya mendengar Ibu yang melantunkan bacaan shalat sedang shalat malam. Sepertinya beliau melaksanakan shalat malam di mushalla di depan ruang tamu rumah Mbak Ice. Saya memang sangat kagum sekali kepada Ibu, beliau selalu istiqomah melaksanakan shalat malam setiap malam dimanapun beliau berada. Semoga kelak saya bisa selalu istiqomah seperti Ibu. Amiin.
Beberapa kali saya mendengar alarm HP saya berbunyi. Sepertinya Alarm jam 02.30 yang berbunyi. Entah kenapa saya tak kuasa melawan kantuk. Berbeda dengan Ibu saya, dalam pandangan samar-samar, Ibu tidak ada di samping saya. Dalam keadaan sedikit sadar, saya mendengar Ibu yang melantunkan bacaan shalat sedang shalat malam. Sepertinya beliau melaksanakan shalat malam di mushalla di depan ruang tamu rumah Mbak Ice. Saya memang sangat kagum sekali kepada Ibu, beliau selalu istiqomah melaksanakan shalat malam setiap malam dimanapun beliau berada. Semoga kelak saya bisa selalu istiqomah seperti Ibu. Amiin.
Adzan subuh pun berkumandang. Saya memaksa diri untuk bangun menuju kamar mandi mengambil wudhu dan melaksanakan shalat subuh. Seusai shalat, si kecil Ibrahim pun bangun dan langsung mencari saya lagi untuk diajak bermain bersamanya. Lalu, saya diajak keluar untuk keliling kampung sama dia. Enak sekali, bisa menghirup hawa pagi yang segar. Ini adalah kenangan yang indah bersama dia. Tak mungkin saya lupa saat-saat bersama malaikat kecil ini. Pasti saya nanti akan kangen.
Sebelum diantar ke terminal Bis di Malang, kami diajak untuk sarapan pagi sama Mbak Ice. Baru kemudian diantar ke terminal oleh Mbak Ice, Mas Sholeh, dan Ibrahim dengan mobilnya Mas Sholeh. Kenapa pulangnya kok naik Bis tidak naik Kereta Api lagi? Karena tiket hari Sabtu sudah habis yang duduk, tinggal yang berdiri semua. Awalnya saya beli tiket rencananya memang sudah mau beli tiket PP. Tapi sayangnya pulangnya tinggal yang berdiri. Jadi saya tidak mau.
Sekitar jam 06.30 kami sampai di terminar Bis Malang. Parahnya, tiba-tiba saya kebelet sakit perut. Karena sudah tidak bisa menahan lagi, saya pun pamit sebentar pergi ke toilet. Setelah legah, kami pun bersama-sama mencari Bis jurusan Malang-Madura. Alhamdulillah dicarikan sama Mas Sholeh dan Mbak Ice dan ternyata Bisnya ada. Saya dan Ibu pun naik ke dalam Bis dan berpisah dengan Mbak Ice, Mas Sholeh, dan Dek Ibrahim. Semoga tahun depan saya dan Ibu bisa bersilaturahmi lagi pada mereka.
Ucapan terima kasih sebanyak-banyak tentu sangat spesial terucap pada Mbak Ice dan suami yang sudah begitu baik pada saya dan Ibu selama ada di rumah mereka. Kepada Dek Ibrahim juga, yang mewarisi sifat baik kedua orang tuanya. Dari saya dan Ibu, semoga Allah membalas dengan kebaikan yang indah dan rezeki Mbak Ice sekeluarga dilipatgandakan oleh Allah. Amiin ya Allah.
Banyak sekali hal dan pelajaran berharga yang saya dapatkan selama silaturahmi ke Malang bersama Ibu. Baik itu tentang perjuangan hidup, mimpi, cita-cita, persaudaraan, kekeluargaan, kasih sayang, rumah tangga, kepedulian, dan kesetiaan, serta masih banyak lagi.
Di dalam Bis menuju pulang, saya dan Ibu kembali memiliki quality time untuk bercerita-cerita dan membicarakan tentang hidup kami. Ya Allah, terima kasih atas kesempatan yang sangat berarti ini.
“Keluarga, seperti banyaknya cabang di pohon, kita semua tumbuh ke arah yang berbeda, namun akar kita tetap satu”.
Surabaya, 05-06 juli 2019
Comments
Post a Comment
Beri komentar, kritikan, saran, dan masukan yang membangun. Terima Kasih! Salam Sastra dan Literasi!