IMPIANKU MEMBIRU DI LANGIT SURABAYA

Impianku  Membiru  di  Langit  Surabaya

Bagiku, hidup adalah perjuangan yang Indah. Ya, sangat Indah karena aku punya banyak impian. Dengan mimpi-mimpi itulah aku punya semangat untuk melangkah, merencanakan hidup, dan menatap masa  depan. Salah satu dari sekian banyak impianku adalah aku ingin kuliah di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya serta mendapatkan beasiswa Bidikmisi. Beasiswa pendidikan ini sangat aku impikan. Kenapa? Karena aku memiliki keinginan besar untuk melanjutkan studiku ke perguruan tinggi, tetapi aku hanyalah seorang perempuan di sebuah pelosok desa di Madura yang berasal dari keluarga amat sederhana. Ayahku sakit-sakitan sejak aku kelas 6 MI, hingga beliau tidak bisa sepenuhnya bekerja keras untuk menafkahi keluarga. Sedangkan Ibu, berusaha menggantikan Ayah untuk mencari penghasilan setiap hari, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dan membiayai pendidikanku. Oleh karena itulah beasiswa Bidikmisi sangat aku inginkan. Sebagai anak, aku tidak tega Ibu terus-menerus memeras keringat demi aku. Dan sebagai manusia yang mengarungi bahtera untuk mencari ilmu, aku pasti sakit hati apabila usahaku putus di tengah jalan.
     
Beberapa bulan yang lalu, saat aku dinyatakan diterima di UIN Sunan Ampel Surabaya sebagai mahasiswi jurusan Sastra Inggris melalui jalur SNMPTN, aku sangat bersyukur dan bahagia sekali. Lalu aku melanjutkan langkahku yaitu mempersiapkan semua berkas-berkas yang diperlukan untuk mendaftar beasiswa Bidikmisi dengan berkaca pada persyaratan-persyaratan di tahun sebelumnya, dengan meminta bantuan sekolah dan Ibu sebelum aku berangkat ke Surabaya. Jujur, prosesnya tidak mudah. Aku harus punya keberanian untuk mengajukan diri ke sekolah MAku agar didaftarkan Bidikmisi. Selain itu, aku dan Ibu harus bolak-balik ke rumah Pak Kades untuk meminta SKKM. Namun, susah payah ini tidak pernah membuat aku untuk menyerah.

Ketika kedua orang tuaku menjadi alasan bagiku untuk meraih semua mimpi-mimpi, aku akan terus berjuang dan berjuang, serta tidak akan pernah berhenti di persimpangan.

Ceritaku di sini, aku tulis dengan perasaan terharu bercampur bahagia. Karena pada tanggal 08 November 2016, aku dinyatakan diterima sebagai mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi UINSA. Aku melihat pengumuman itu melalui HP Android teman kamarku di Pesmi (Pesantren Mahasiswi  Ma'had Al-Jami'ah  UINSA), sebab waktu itu aku masih belum punya Hp Android sendiri. Sungguh, aku terkejut, terharu, terisak, dan langsung sujud syukur. "Allahu Akbar, Alhamdulillah... Terimakasih ya Allah... Terimakasih...".

Aku pun teringat usahaku demi mengurusi dan melengkapi berkas-berkas persyaratan pendaftaran beasiswa Bidikmisi. Tanggal 10 September 2016, aku pulang ke Sumenep sendirian. Saat itu aku harus bersabar, karena Bis yang aku tumpangi penuh, hingga aku harus berdiri mulai dari Surabaya sampai kota Sampang. Apalagi di Tanah Merah Bangkalan terkena macet kurang lebih selama 3 jam. Bayangkan, aku berdiri di dalam Bis sekitar 5 jam. Perasaan takut terjadi apa-apa selama perjalanan dan takut ada orang yang menjahati, hal  itu aku buyarkan dengan impianku. Aku harus sampai pada tujuanku di depan sana.

Tetapi tidak, menurutku usahaku ini tidaklah seberapa. Semua ini, adalah karena perjuangan Ibu. Apa yang aku dapatkan di sini, adalah berkat doa-doa Ibu. Aku tidak akan ada apa-apanya di sini, tanpa kegigihan sosok Ibuku. Ya, aku masih ingat sekali. Tanggal 21 September 2016, Ibu bela-belain datang ke Surabaya sendirian mengantarkan berkas-berkas yang aku butuhkan untuk pendaftaran beasiswa Bidikmisi. Sebab, waktu aku pulang kemarin, berkas-berkas itu tidak bisa diproses dalam sehari. Jadi aku titipkan ke Ibu karena aku harus kembali ke Surabaya agar tidak meninggalkan kuliah. Ibu bercerita, bahwa berkas-berkas itu diproses lama oleh sekolah MAku. Ibu tidak hanya satu dua kali bolak-balik mendatangi kepala TU. Hanya demi aku. Ya  Allah, mataku berkaca-kaca, ternyata Ibuku luar biasa.

Setelah aku menyerahkan berkas-berkas pendaftaran ke bagian Akademik di hari terakhir pendaftaran yaitu pada tanggal 23 September 2016, di hari-hari berikutnya Ibu selalu menanyakan kabar penerimaan beasiswa Bidikmisi itu. Apakah aku diterima atau tidak. Sedangkan pengumuman masih belum keluar. Aku jadi khawatir. Aku takut. Dan aku pun berdoa saat itu, "Ya  Allah, jika usaha saya tidak berarti apa-apa di sisimu, saya mohon lihatlah perjuangan Ibu saya ya  Allah..., hargailah usaha Ibu yang pontang-panting memperjuangkan saya di  sini". Dan aku yakin, di pulau seberang sana Ibu pasti selalu mendoakanku.

Sungguh, sejak awal aku menaruh harapan yang luas di langit Surabaya ini agar impian-impianku membiru. Di bawah terik panas matahari dengan langit yang cerah di atas sana, aku bahagia berjuang di kota Pahlawan ini dan sadar bahwa betapa dahsyatnya doa-doa ibu untuk aku.

"Allah, I'll  catch my  dreams. And  i'm  sure that the dreams will come true. Thank  you so much for my mother and  colorful in my life."

Surabaya, 28 Desember 2016

Comments

POPULAR POST