LANGKAH KECIL MENUJU IMPIAN LANJUT STUDI S2
Langkah Kecil Menuju Impian Lanjut Studi S2
Tahun 2020 menjadi
periode penuh tantangan bagi saya. Pandemi Covid-19 yang melanda dunia membawa
dampak signifikan pada kehidupan akademik saya. Segala aktivitas akademik yang
biasanya berlangsung secara luring harus beralih ke daring. Dan pada Maret 2020
saya pun diharuskan pulang ke kampung halaman. Sidang skripsi yang seharusnya
menjadi momen bersejarah dilakukan secara online pada Juni 2020, begitu pula
dengan wisuda yang dilaksanakan secara virtual pada Oktober 2020. Rasanya ada
yang hilang, momen kebersamaan dengan teman-teman dan dosen tidak dapat
dirasakan secara langsung. Begitu juga pada hari wisuda, tidak bisa merasakan
bagaimana berkesannya wisuda secara luring.
Sejujurnya,
setelah menyelesaikan studi S1, saya memiliki harapan besar untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang S2 di tahun yang sama. Namun, melihat situasi pandemi
yang semakin memburuk, semangat saya sempat meredup. Ketidakpastian menjadi
bayang-bayang yang terus menghantui, membuat saya bingung menentukan langkah
selanjutnya.
Harapan saya saat
itu juga tertuju pada beasiswa LPDP yang biasanya terbuka untuk umum.
Sayangnya, di tahun tersebut, beasiswa ini hanya dibuka untuk program tertentu.
Saya memahami bahwa pandemi memaksa banyak hal berubah, banyak keterbatasan
yang harus diterima. Namun, tetap saja, rasa sedih itu ada.
Di balik semua
keterbatasan itu, saya mencoba mencari hikmah. Waktu yang ada saya manfaatkan
untuk menyusun rencana studi dengan lebih rapi, merenung, dan mempertimbangkan
segala sesuatunya dengan matang. Saya juga fokus meningkatkan kemampuan bahasa
Inggris, sebuah keterampilan yang sangat penting untuk studi lanjut. Pandemi
memberi saya waktu untuk belajar dan memperbaiki diri.
Melihat beberapa
teman yang langsung melanjutkan S2, ada rasa sedih yang muncul. Karena, saya
pun memiliki keinginan yang sama, tetapi situasi dan kondisi tidak memungkinkan.
Namun, perasaan ini menjadi motivasi bagi saya untuk terus berusaha dan tidak
menyerah pada keadaan.
Dalam kebingungan,
saya berdiskusi dengan ibu mengenai impian melanjutkan studi. Ibu memberikan
dukungan penuh, meskipun kami terbatas dalam hal biaya. Kami mencoba menghitung
biaya kuliah dengan dana yang ada, namun hasilnya sangat pas-pasan. Apalagi, tabungan
saya telah habis akibat musibah penipuan di awal tahun 2020 sebesar Rp.7.400.000.
Kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi saya, dan mungkin akan saya
ceritakan detailnya di lain waktu.
Sambil mencari
solusi untuk melanjutkan S2, saya menyibukkan diri dengan menulis dan mengikuti
berbagai event kepenulisan, terutama di bidang puisi. Kegiatan ini tidak hanya
mengisi waktu, tetapi juga menjadi terapi bagi jiwa saya yang sempat goyah.
Menulis menjadi cara saya mengekspresikan perasaan dan harapan.
Sempat terlintas
di benak saya untuk melanjutkan S2 di UINSA dengan program studi lain, meskipun
tidak linier dengan S1 saya. Biaya persemesternya lebih terjangkau, yaitu Rp.5.000.000 persemester. Namun, bagi ibu yang hanya seorang ibu rumah tangga, dan
dengan kepergian ayah dari dunia ini, jumlah tersebut tetap besar. Ibu
menyarankan agar saya tidak memaksakan diri pada prodi yang tidak linier dan
menyuruh saya bersabar menunggu peluang yang lebih sesuai.
Masa penantian ini
saya manfaatkan untuk terus belajar dan mempersiapkan diri. Saya percaya bahwa
setiap kejadian memiliki hikmah tersendiri. Pandemi mengajarkan saya tentang
kesabaran, perencanaan yang matang, dan pentingnya terus mengembangkan diri. Meskipun
jalan menuju impian terasa berliku, saya yakin dengan usaha dan doa, kesempatan
itu akan datang pada waktunya.
Harapan saya waktu
itu sebenarnya ingin sekali bisa melanjutkan S2 di Universitas Airlangga (UNAIR)
dengan program Magister Ilmu Linguistik. Selain karena program ini linier
dengan studi S1 saya, UNAIR berada di Surabaya, tempat yang sudah sangat saya
cintai. Di Surabaya, saya memiliki banyak relasi, kenangan, dan aktivitas yang
berarti, termasuk mengajar di TPQ. Meskipun pada tahun 2020 saya harus cuti
mengajar karena pandemi, saya sudah menyampaikan kepada kepala TPQ bahwa saya
akan kembali jika situasi mulai membaik. Rasa rindu terhadap aktivitas mengajar
di TPQ menjadi salah satu motivasi saya untuk kembali ke Surabaya.
Pada tahun yang
sama, teman saya memberikan informasi tentang Beasiswa Unggulan. Beasiswa ini
menjadi salah satu peluang yang saya pertimbangkan untuk melanjutkan studi.
Namun, ada kendala, beasiswa ini diperuntukkan bagi mahasiswa yang sudah
menjalani perkuliahan (on-going), bukan sebelum diterima di universitas. Hal
ini membuat saya kembali merenung dan mempertimbangkan, karena jika saya harus
masuk kuliah terlebih dahulu tanpa jaminan diterima beasiswa, saya khawatir
tidak mampu menanggung biaya yang sangat besar di kemudian hari.
Setelah mencari
informasi lebih lanjut tentang biaya kuliah di UNAIR, saya semakin merasa
berat. Berdasarkan pengalaman teman S1 yang lebih dulu melanjutkan S2 di sana,
saya mengetahui bahwa biaya awal yang harus dibayarkan mencapai Rp.17.000.000.
Biaya ini mencakup uang semester, uang gedung minimal Rp.8.000.000, dan biaya
her-registrasi sebesar Rp.1.000.000. Jumlah tersebut membuat saya sangat sedih,
karena tidak tahu harus mencari uang sebanyak itu dari mana.
Meskipun
menghadapi banyak kendala, saya tidak menyerah. Pada Desember 2020, dengan
restu ibu, saya kembali ke Surabaya untuk mengejar impian saya melanjutkan
studi S2. Ibu awalnya khawatir dengan keputusan saya untuk tinggal di kos,
tetapi setelah mengetahui bahwa saya akan tinggal satu kos dengan teman saya yang berprestasi, namanya Hotimah Novitasari atau akrab dipanggil Novi, beliau akhirnya
memberikan kepercayaan kepada saya untuk ngekos. Saya merasa sangat bersyukur atas dukungan
dan doa ibu, yang menjadi semangat saya untuk terus berjuang.
Setiba di
Surabaya, saya tinggal di sebuah kos sederhana dengan biaya Rp200.000 per
bulan, yang kemudian naik menjadi Rp225.000. Kos ini menjadi tempat tinggal
saya dari Desember 2020 hingga Agustus 2022. Meski fasilitasnya sederhana, saya
merasa nyaman karena berada di lingkungan yang mendukung. Kehidupan di kos ini
mengajarkan saya untuk hidup hemat dan mandiri.
Untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari, saya mengajar ngaji di TPQ setiap sore dari Senin hingga
Sabtu. Selain itu, saya juga mengajar privat ngaji dan les bahasa Inggris pada
malam hari. Alhamdulillah, Allah memberikan saya rezeki melalui berbagai
peluang mengajar. Pendapatan dari mengajar cukup untuk membayar kos dan makan
sehari-hari. Namun, saya tetap berpikir keras, bagaimana caranya agar bisa
mengumpulkan uang lebih banyak untuk biaya kuliah.
Pada awal tahun
2021, saya hampir mendaftar S2 di UNAIR dan berencana mencoba Beasiswa Unggulan
setelah diterima. Namun, saya akhirnya memutuskan mundur karena tidak sanggup
membayar biaya awal Rp17.000.000 yang harus dilunasi dalam waktu satu minggu.
Padahal, saya sudah membuat akun pendaftaran dan hampir menyelesaikan semua
persyaratan. Keputusan ini sangat berat, tetapi saya harus realistis dengan
kondisi keuangan saat itu.
Setelah Idul Fitri,
tepatnya pada Mei 2021, Alhamdulillah, Beasiswa LPDP kembali dibuka, yang mana memberikan
saya peluang untuk melanjutkan studi S2. Tidak hanya itu, Allah juga memberikan
tambahan rezeki dengan menjadikan saya asisten riset dosen dengan gaji yang sangat
cukup sehingga saya bisa menabung. Kesempatan ini menjadi awal dari perjalanan
saya mendaftar LPDP, yang akan saya ceritakan lebih detail di tulisan lain.
Dari perjalanan
ini, saya belajar bahwa keyakinan kepada Allah adalah kunci utama. Allah Maha
Kaya, dan rahmat-Nya sangat luas. Tidak ada usaha yang sia-sia jika kita
benar-benar berjuang. Saya percaya, setiap kesulitan pasti disertai kemudahan.
Kita hanya perlu bersabar, terus berusaha, dan berdoa tanpa henti.
Hikmah dari
perjalanan ini adalah, apapun yang kita cita-citakan, jangan pernah menyerah.
Meski jalan yang dilalui penuh liku, dengan tekad yang kuat dan keyakinan
kepada Allah, impian akan terwujud pada waktu yang tepat.
Catatan Anak
Perempuan
Surabaya | 21 Januari
2025
Comments
Post a Comment
Beri komentar, kritikan, saran, dan masukan yang membangun. Terima Kasih! Salam Sastra dan Literasi!