MENGHADIRI PAMERAN DAN SEMINAR NASKAH KUNO KARYA ULAMA INDONESIA

 



Menghadiri Pameran dan Seminar Naskah Kuno Karya Ulama Indonesia

(Ulama Indonesia: Warisan Intelektual dan Kontribusinya Terhadap Peradaban Islam dan Perdamaian Dunia)

 

Pada hari Jum’at, 22 Desember 2023 saya mendapatkan kesempatan untuk menghadiri pameran dan seminar naskah kuno karya ulama Indonesia di Gedung Sport Center & Multipupose UIN Sunan Ampel (yang dihadiri oleh Ibu Khofifah Indar Parawansa, gubenrnur Jawa Timur) bersama beberapa Muwajjihah, dewan mahasantri, dan mahasantri Pesantren Mahasiswi Ma'had Al-Jami'ah UINSA, yang mana informasi dan undangan tersebut disampaikan oleh Ustadz Bahtiyar (Koordinator Asrama UINSA) di grup WA Koor dan Muwajjih/ah.

Start jam 18.00, saya dengan teman-teman pengurus di sana melihat pameran manuskrip dan naskah-naskah kuno karangan para ulama Indonesia terdahulu, seperti Hadratus Syaikh K.H. Hasyim Asy'ari, Syaikhona Kholil, Syaikh Nawawi Al-Bantani, dan yang lainnya.

Melihat naskah kitab kuno tersebut, sejenak saya langsung flashback dengan masa kecil saya dulu. Di mana, sejak kelas 1 MI dulu, ternyata saya pernah mengaji di langgar kepada Kiai Munir dan Kiai Abdul Halim menggunakan naskah kitab kuno seperti itu. Kitab-kitab tersebut di lingkungan saya sangat familiar disebut sebagai kitab "Arkan, duwana bajhang (Madura), hadis, sullam, safina", dan lain-lain. Metode mengajinya pun sebenarnya boleh dikatakan sangat unik. Dalam bahasa Madura, namanya "ngaji tontonan". Ya, seperti itulah orang tua saya menyebutnya, Ketika menyuruh saya untuk "ngaji tontonan" di langgar.

Kenapa sangat unik, karena metodenya pertama-tama yang dibaca lafalnya, lalu dimaknai dengan bahasa Jawa perkata, lalu dimaknai lagi dengan bahasa Madura dengan deskripsi yang lebih panjang. Itu bukan secara tertulis, tetapi secara lisan. Jadi, guru mengucapkan, santri menirukan. Yang mana, outputnya adalah sampai hafal mulai dari lafal hingga deskripsi dan penjelasan maknanya secara lisan. Hingga kadang, lucunya, Ketika ingat masa itu, saya memilih diam ketika sudah tidak tahu untuk melanjutkan atau lupa dengan deskripsi yang telah diberitahu oleh guru saya (Hehehe).

Padahal sudah dikasih tahu sampai beberapa kali sama guru saya, tapi sayanya belum langsung ingat dan hafal-hafal juga. Ya, seperti itulah, mengaji dengan metode seperti ini menginginkan agar muridnya bisa hafal dan berusaha untuk menghafal dan mengingatnya. Jadi, kalau satu kalimat/lafal belum hafal, maka tidak akan dinaikkan ke lafal selanjutnya sampai benar-benar hafal. Meskipun harus diulang berpuluh-puluh kali (Hehe).

Itu dulu masih tahun 2000-an awal. Entah sekarang apakah masih ada santri yang "ngaji tontonan" menggunakan naskah kitab kuno tersebut. Tapi, kemungkinan masih ada kitab-kitab tersebut di langar guru saya dan begitupun di langgar-langgar Kiai/di Pesantren yang lain. Memang, keberadaan kitab-kitab seperti ini sudah sangat jarang ditemukan.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Rektor UINSA, yaitu Prof. Akh Muzakki, Grad Dip., SEA., MAg., M.Phil., PhD., bahwa tantangannya di masa sekarang adalah masa yang terus bertransformasi menjadi masyarakat yang semakin digital. Sehingga, Disperpusip Provinsi Jawa Timur, mengarsipkan manuskrip dan naskah-naskah kuno ke dalam bentuk digital, yang mana naskah tersebut bisa diakses dan dibaca melalui website khasjatim, yang merupakan sebuah platform berbasis website berisi naskah-naskah kuno yang terdigitalisasi.

 

Catatan Mahasiswi | Surabaya, 23 Desember 2023

Comments

POPULAR POST