LEBARAN BERSAMA KELUARGA
Lebaran Bersama Keluarga
“Keluarga adalah rumah yang teduh, menemukan cinta yang utuh, dan dari sinilah kita banyak belajar dan bertumbuh”
Idulfitri 2023
Keluarga di rumah. Tentu tidak usah ditanyakan lagi, pasti selalu dirindukan. Alhamdulillah, pada idulfitri tahun ini, saya memiliki kesempatan kembali untuk pulang kampung dan merayakan hari raya idulfitri bersama keluarga di rumah. Hari Ahad sore (17 April 2023), saya pulang dari Surabaya dengan naik travel kenalan Ibu. Yang awalnya direncanakan pulkam di hari Senin pagi, ternyata bisa lebih awal pulang karena beruntung sekali ada mobil travel di hari itu menuju ke Sumenep. Memang bisa dibilang dadakan. Karena kalau saya pulang di hari Senin paginya, maka saya harus naik bis, sedangkan saya memiliki banyak barang yang harus dibawa pulkam. Tentu saya tidak sanggup jika harus menenteng barang-barang itu di Terminal Bungurasih ke tempat bis. Maka dari itulah, saya memilih ikut travel yang langsung menjemput saya ke depan asrama dan bisa mengangkut semua barang yang saya bawa pulang.
Sekitar jam 16.00 saya sudah naik ke mobil travel. Sedihnya, di jalan kota Surabaya terkena macet lama, mulai dari menjelang maghrib sampai isya’ (Shalatnya bagaimana? Kebetulan saat itu saya lagi datang bulan, serius). Sehingga saya baru sampai rumah sekitar jam 00.30, ditambah lagi sebelumnya bersama rombongan travel mampir makan malam di Bangkalan. Tapi tidak apa-apa, Alhamdulillah bisa sampai rumah dengan selamat. Ibu, Kakak sepupu, Nenek, dan Bibi menyambut kedatangan saya, jadi terharu, mereka sampai terjaga hingga dini hari untuk menunggu kedatangan saya.
Saya sangat bersyukur lahir dan ada di keluarga ini. Walaupun ada suka dukanya, jalannya tak selalu mulus, kadang juga ada gesekan komunikasi, tetapi bagi saya keluarga ini adalah keluarga yang selalu merangkul dan peduli dengan anak-anak dan saudaranya. Maka dari itu, sejauh apa pun saya menempuh pendidikan, sebisa mungkin tak ingin melewatkan momen lebaran tanpa keluarga. Saya yang dari sejak kecil sampai MA selalu merayakan idulfitri bersama keluarga, baik hari raya idulfitri maupun iduladha, rasanya kalau tidak bersama mereka gimana gitu. Kalau idulfitri Alhamdulillah dari dulu saya selalu bisa merayakannya di rumah bersama keluarga. Tetapi, kalau iduladha, pernah beberapa kali saya memilih merayakannya di tanah rantau, pernah juga ketepatan ada di lokasi KKN. Tapi rasanya memang beda, seperti ada hal yang berbeda gimana gitu.
Yah, walaupun sebenarnya kalau melihat orang-orang, seperti yang kuliah ke luar negeri, yang dilarang pulkam ke Indonesia sebelum studinya selesai, tentu mereka merayakan idulfitri di sana, dengan temen-teman dan warga muslim di luar negeri di tempat studinya. Mungkin kalau saya juga kuliah ke luar negeri, maka tidak akan bisa pulkam untuk merayakan idulfitri bersama keluarga. Siapa sih yang tidak ingin merayakan idulfitri bersama orang tua dan keluarga? Saya rasa semuanya pasti menginginkan hal ini. Tetapi intinya, kalau bagi saya sendiri, selagi masih sangat bisa dan mungkin untuk berlebaran bersama keluarga, sejauh apapun saya merantau, kalau bisa pulang dan tidak dilarang atau berkaitan dengan peraturan tertentu, maka harus pulang. Apalagi saya sendiri, toh hanya di Surabaya. Sumenep dan Surabaya itu tidak jauh. Karena, entah kenapa, saya merasa idulfitri itu, hari yang berbeda dari hari-hari yang lain. Ya, meskipun di hari yang lain bisa pulkam, tapi saya pernah membaca bahwa ketika di momen idulfitri, kita harus meminta maaf kepada orang tua, saudara, keluarga, dan tetangga. Walaupun sebenarnya apabila memang berhalangan pulkam, bisa dilakukan melalui telfon atau video call dengan semakin canggihnya handphone sekarang. Tapi, masih ada tapinya lagi. Feel, ketika bersalim langsung dengan orang tua, saudara, keluarga, dan tetangga, nah itulah yang menurut saya tidak akan didapat dan tidak tergantikan, apabila hanya melalui telfon.
Kesimpulannya, tentu ini sebagai bentuk renungan atau reminder bagi diri saya sendiri. Di mana pun saya berada, jika memungkinkan untuk pulkam ketika idulfitri, maka harus pulkam. Bertemu dengan orang tua dan keluarga juga tetangga. Dan yang tak boleh terlupakan pula, guru ngaji sedari kecil di langgar.
Oke, ini adalah masa menempuh studi di tanah rantau. Lalu, bagaimana kalau ternyata berjodoh dengan seseorang di tanah rantau dan tidak berjodoh dengan orang Sumenep? Bagaimana dengan merayakan idulfitri bersama orang tua dan keluarga? Waduh, pertanyaan yang memelukan diskusi dan jawaban cukup panjang. Nanti saja kapan-kapan saya bahas hal ini.
Intinya, sejauh ini, hingga saat ini, sangat bersyukur masih diberikan kesempatan untuk selalu merayakan idulfitri dan shalat ied bersama keluarga di tanah kelahiran. Kalau sesekali merayakan idulfitri bersama keluarga di tanah suci apa nggak mau gitu? Loh, ya tentu mau banget kalau ini.
Kembali lagi pada idulfitri bersama keluarga di rumah, Alhamdulillah di tahun ini kita bisa memakai baju dengan warna dan motif yang sama atau biasa disebut sarimbit keluarga.
Kalau bercerita bagaimana hari pertama idul fitri di rumah, sepertinya kurang lebih cerita saya sama dengan tulisan-tulisan saya sebelumnya. Hari pertama itu kita pergi shalat ied di mushallanya sosok Kiai di sebelah selatannya rumah pada jam 07.00 pagi. Setelah itu, kita pergi ke langgar guru ngaji masing-masing, habis itu kumpul di rumah buat salim dan salaman plus foto bersama, lalu silaturahmi ke nenek/mertua dan keluarga dari Ayah/Suami masing-masing. Kalau saya ke mana? Ya ke rumah nenek dari Ayah lah, belum punya mertua, kan belum punya suami emang (Wkwkwk). Ups, jangan ditanya saya kapan menikah. Tanyakan hal itu pada Allah SWT. Dan didoakan saja yang terbaik ya.
Lanjut, hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawal, jadi ini adalah hari yang cukup random. Karena di hari-hari ini kami kedatangan family atau kita berkunjung ke rumah family. Jadi sangat kondisional banget. Bahkan pernah ya, kita udah siap mau berangkat mau berkunjung ke rumah saudara, eh ternyata ada family duluan datang ke rumah. Kadang juga, kita udah terlanjur silaturahmi ke rumah salah satu family, eh ternyata di rumah kedatangan family dari Malang, Bangkalan, atau manalah banyak pokoknya. Indah dan unik sekali pokoknya tradisi saling silaturahmi di momen hari raya idulfitri ini.
Lebaran ke-6 Tanpa Ayah
Untuk Ayah, bagi kami Ayah selalu ada bersama kami. Ayah selalu ada di hati kami semua. Insya Allah, kami akan selalu mengirim Al-fatihah dan doa dari sini buat Ayah. Ternyata, di tahun 2023 ini adalah idulfitri ke-6 kalinya tanpamu di dunia ini Ayah. Kami semua, sangat merindukan Ayah.
Ayah, selama nafas ini masih terus berhembus, kami pasti akan selalu menjaga Ibu, untuk Ayah. Dan juga, menjaga kekeluargaan ini terus harmonis, dan menjauhi pertengkaran, seperti yang Ayah wasiatkan sebelum meninggalkan dunia ini.
Terima kasih sudah mengajarkan kami untuk saling sayang dan mengasihi satu sama lain. Terima kasih sudah mengajari kami bahwa keluarga itu, memang sangat berarti dan sangat berharga saat kita hidup di dunia. Dan, ketika ada salah satu sosok anggota keluarga yang lebih dulu dipanggil oleh Allah, ternyata memang sekehilangan itu ya rasanya, sedih, sakit, terluka, dan harus mengasah diri untuk belajar sabar, ikhlas, merelakan, dan tetap melanjutkan kehidupan yang telah ditinggalkan oleh orang terkasih. Dan ternyata, dengan ditinggalkannya oleh orang yang dikasihi, juga mengajarkan kami untuk berpikir, merenung, dan membangun cita-cita yang indah untuk kehidupan pada suatu hari nanti setelah kehidupan di dunia. Yaitu, bagaimana caranya agar kita bisa kembali bersatu di akhirat nanti. Bisa menjadi penolong keselamatan keluarga di akhirat nanti, bukan menjerumuskannya ke dalam api. Sehingga, kami sadar, bahwa kami harus melakukan kebaikan-kebaikan dan perbuatan yang terbaik, agar mudah disatukan kelak oleh Allah SWT di tempat yang bahagia dan dirahmati-Nya.
Lebaran Ketupat
Kalau di Madura itu, jangan mencari ketupat di hari pertama sampai ketujuah di bulan Syawal. Tidak akan nemu. Ya, mungkin penduduk di daerah kota atau sebagian masyarakat yang lain ada yang buat di hari-hari itu. Tapi, umumnya, berdasarkan adat dan tradisi sejak dulu, ketupat itu baru ada di hari kedelapan bulan Syawal atau disebut dengan Hari Raya Ketupat. Jadi, sebenarnya hari raya ketupat ini diperuntukkan bagi orang-orang yang berpuasa Syawal atau berpuasa 6 hari mulai tanggal 2-7 Syawal.
Di hari raya ketupat, biasanya orang-orang banyak yang membuat “Sutu” atau Soto. Tapi, soto ini sangat berbeda dengan soto ayam atau soto daging seperti yang ada dan dijual oleh pedagang di Surabaya. Soto ini ada ketupatnya, ada sounnya, ada ayam suwirnya, kecambah goreng, dikasih kecap, terus dikasih kuah. Enak dan mantap. Bagi yang suka pedas bisa ditambh “cengi” atau sambal yang khas Madura banget. Hm, jadi ngiler soto jadinya saya nulis tentang soto (Wkwkwk).
Pengen “Sutu”? Kuylah main ke rumah. Untuk kamu yang masih dirahasiakan oleh Allah sehingga saya belum tahu siapa dirimu, kapan sih akan datang ke rumah? (Wkwkwk).
Catatan Anak Perempuan
Sumenep | 30 April 2023
Comments
Post a Comment
Beri komentar, kritikan, saran, dan masukan yang membangun. Terima Kasih! Salam Sastra dan Literasi!