IDUL FITRI DI KAMPUNG HALAMAN
Idul
Fitri di Kampung Halaman
Idul
fitri, di samping memiliki arti yang suci, juga mengajarkan banyak makna
tentang arti hidup, bagaimana bersikap, merekatkan tali keutuhan keluarga
dengan silaturahmi, menjaga persaudaraan, memusnahkan kebencian, menebar dan
menyambut dengan salam, sapa, dan senyuman, serta mengajarkan betapa butuh mengucapkan
maaf dengan mudah dan saling memaafkan dengan hati yang bersih. Ridho berhias
keberkahan adalah bingkai indah yang akan menyertai setiap langkah dan doa-doa
dalam setiap sautan percakapan dan perjumpaan. Jamuan akhlak luar biasa menjadi
hadiah paling indah. Ya, keluarga dan kekeluargaan adalah kekayaan sejati dan
seutuhnya. Sampai nanti. Selamanya.
(Sumenep, 02 Mei 2022)
Momentum
1 Syawal
Pada
momen idul fitri, suasananya membuat hati ingin mengasah kembali untuk memaknai
hari yang suci ini. Bukan hanya ingin membersihkan diri dari rasa kebencian,
iri, dan penyakit hati lainnya. Tetapi, ingin menjadikan hati lebih baik dari
sebelumnya dan menjaganya agar selalu bersih seterusnya.
Biasanya,
idul fitri akrab sekali dengan momen mudik lebaran, pulang ke kampung halaman,
dan saling maaf-maafan. Tetapi setiap pribadi bisa memilih, apakah akan tetap
di tanah rantau atau pulang ke tanah kelahiran untuk merayakan lebaran. Begitu
juga dalam bermaaf-maafan, setiap pribadi bisa meminta maaf secara langsung
atau melalui telfon dan media sosial.
Tahun
2022, adalah tahun ketiga lebaran dalam masa pandemi covid-19. Bersama rasa
syukur yang tiada terukur, saya sangat bahagia diberikan kesempatan kembali
oleh Allah SWT bisa selalu berlebaran bersama keluarga besar saya di kampung
halaman, walaupun semenjak tahun 2016 saya merantau ke Surabaya. Saya sama
sekali tidak pernah merayakan idul fitri di tanah rantau. Alhamdulillah selalu
Allah berikan nikmat kesempatan beridul fitri di tanah kelahiran mulai dari
sebelum ada pandemi hingga ada pandemi. Semoga, pandemi segera selesai dan
kehidupan berjalan normal, serta segala hal semakin membaik.
Dan
ini, adalah hari raya idul fitri kelima tanpa kehadiran sosok Ayah dalam hidup
saya. Ayah, kami selalu merindukanmu. Bagi kami, sosokmu selalu ada dalam
setiap langkah kami. Dan kami selalu menganggap bahwa dirimu selalu bersama
kami dalam keadaan apa pun. Ayah, kami persembahkan mata air air mata maaf kami
kepadamu selama hidup kami yang mungkin pernah menyakiti dan melukai hatimu. Kami
telah menabung rindu kami dengan sebaik dan semaksimal mungkin yang bisa kami
lakukan di dunia ini agar Allah mempertemukan kita semua kembali dengan mudah
di akhirat nanti.
Betapa
sangat berartinya idul fitri bagi saya yang sejak merantau, hanya bisa berkesempatan
pulkam di hari Sabtu dan Minggu. Tetapi, biasanya hari Sabtu dan Minggu itu
tidak saya gunakan untuk pulang kampung. Kalau pada saat kuliah, biasanya
digunakan untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah atau ada kegiatan asrama dan
organisasi. Sejak memiliki pekerjaan di Surabaya, terkadang sering juga mendapatkan
lembur kerja di hari Sabtu dan Minggu. Jadi, saat kuliah biasanya saya itu
pulang kampung di setiap liburan semester. Kemudian sejak bekerja, pulang
kampungnya di bulan Januari dan di libur hari raya idul fitri. Di liburan idul
fitri inilah saya memiliki banyak kesempatan waktu cukup lama sampai sekitar
kurang lebih 2 minggu untuk ada di kampung halaman.
Seperti
apa momentum idul fitri di kampung halaman saya? Sederhana tetapi spesial.
Momentum ini sudah saya rasakan selama 24 tahun semenjak dari saya kecil.
Momentum idul fitri di kampung saya itu sudah ramai dari malam takbiran, semua
mushalla dan masjid di kampung riuh dengan gema takbir yang menandakan malam
itu telah memasuki hilal 1 syawal. Tak hanya itu, petasan pun berdentuman ikut
menyambut kedatangan 1 syawal. Pada pagi harinya, mulai ba’da subuh takbir
berkumandang syahdu, dan petasan juga terdengar berdentuman dari pagi-pagi
buta. Setiap orang di kampung, tentu sudah mandi, bersiap-siap, dan mengenakan
pakaian terbaiknya, lalu berangkat ke mushalla/langgar/surau untuk melaksanakan
shalat ied.
Kalau
di kampung saya itu, yang banyak dan dekat dari rumah adalah mushalla/langgar/surau.
Sebab, masjid di kampung saya jaraknya agak jauh dari rumah. Dan berdasarkan
tradisi di kampung saya, orang-orang biasanya shalat idul fitri dan merayakan idul
fitri ke mushalla/langgar/surau masing-masing tempat mereka mengaji dulu.
Contohnya saya ini, dulu saya mengaji di langgar yang diasuh oleh Kiai Munir,
jadi saya merayakan idul fitrinya di sana. Karena di langgar saya tidak
mengadakan shalat ied untuk perempuan, saya dan keluarga shalat ied di langgar
yang diasuh oleh Kiai Hasani, jaraknya sangat dekat dari rumah, tepatnya ada di
selatan rumah saya.
Nah,
berbicara pelaksanaan shalat ied di langgar/mushalla/surau yang ada di kampung
saya, jadi ada langgar yang memang mengadakan shalat ied untuk laki-laki dan
perempuan. Ada yang hanya diadakan untuk laki-laki. Ada juga yang diadakan
untuk perempuan saja. Jadi tradisinya di sini tidaklah melaksanakan shalat ied
di lapangan seperti di kota, namun shalatnya di langgar/mushalla/surau di dekat
rumah, karena di kampung saya mushalla/langgar/surau yang di asuh oleh para
kiai memang terhitung cukup banyak. Sebab kampung saya termasuk
kawasan/lingkungan pesantren.
Kemudian
bagaimana perihal berlebaran di mushalla/langgar/surau tempat mengaji
masing-masing? Di sana ngapain saja? Tentu berkumpul, bersalaman, saling
bermaaf-maafkan dengan seluruh orang dan teman yang dulu pernah mengaji di
situ, dan yang paling utama kami berjumpa, sungkem dan salim, serta meminta
maaf kepada Kiai/guru yang mengajari kami dari kecil. Tak hanya itu, kami di
situ juga membantu menyiapkan hidangan untuk semua orang dan makan bersama
selesai menunaikan shalad ied, lalu kora-kora/mencuci piring. Ya, sesederhana
dan sespesial itu momen idul fitri di kampung saya. Dan itu adalah momen yang
sangat berarti bagi saya.
Teruntuk
para pembaca dan semuanya, dari saya pribadi dan keluarga besar saya, apabila
kami memiliki salah, dan apabila kami pernah melukai dengan sengaja ataupun
tidak sengaja, dalam keadaan sadar maupun tidak disadari, kami mengucapkan
mohon maaf lahir dan batin. Semoga, tali persaudaraan dan kekeluargaan kita
semakin erat. Serta semoga kita berjumpa kembali dengan ramadhan dan idul fitri
tahun depan.
Momentum
Silaturahmi
Silaturahmi
sebenarnya telah berawal semenjak berjumpa dengan guru, tetangga, teman dan
semua orang di mushalla/langgar/surau. Kemudian, biasanya di hari itu juga,
orang-orang di kampung dan termasuk keluarga saya sendiri mengunjungi rumah
nenek, tepatnya ibu dari Ayah kami. Karena di kampung saya itu, suami ikut ke
rumah istri.
Jadi,
di hari pertama idul fitri, saya bersama Ibu, Mbak, Kakak Ipar, dan kedua
keponakan saya bersilaturahmi terlebih dahulu ke rumah nenek yang ada di desa
Longos. Masih satu kecamatan. Jaraknya cukup jauh. Kami tempuh dengan naik
sepeda motor.
Intinya,
di momen hari raya idul fitri dari hari pertama, terisi dengan saling
silaturahmi. Baik kami yang berkunjung atau dikunjungi oleh sanak famili
keluarga besar kami. Baik yang rumahnya dekat maupun yang rumahnya jauh.
Ya,
momen idul fitri seakan memang menjadi tumpuan tempat bersatunya keluarga
besar. Walaupun hanya setahun sekali bertemu. Tepatnya, di momentum silaturahmi
saat hari raya idul fitri.
Seakan-akan,
idul fitri menjadi pengingat, teguran, dan perekat tali keluarga. Serta
menyadarkan kembali, bahwa keluarga adalah asal, akar, sehingga kita bisa ada
di saat ini. Keluargalah yang memberikan dukungan penuh, baik dengan doa dan
berupa materi untuk thalabul ‘ilmi di tanah rantau.
Setelah
beberapa hari ini saya diajak bersilaturahmi pada keluarga yang rumahnya jauh. Ternyata,
betapa mereka sangat senang di datangi cucunya ini. Ya, anggaplah sebutannya saya
cucu mereka gampangannya, berhubung saya tidak begitu tahu dan paham struktur
atau pohon famili orang tua. Ketika saya sudah dikasih tahu bahwa itu keluarga
Ayah dan Ibu, maka saya akan ingat dan tahu bahwa mereka semua adalah keluarga
besar saya.
Setelah
beberapa hari ini bersilaturahmi ke keluarga Ayah dan Ibu pula, banyak kisah,
cerita, sejarah, serta hikmah yang saya ambil dari sebuah perjalanan hidup yang
memiliki pelajaran berarti. Bahkan, ada sebuah kisah yang membuat mata saya
berkaca-kaca, ingin menangis, dan tak kuasa membendung air mata. Apalagi ketika
mengenang kisah hidup almarhum Ayah saya. Rasanya dada tiba-tiba menjadi sesak,
tenggorokan seperti tersumbat, mulut terdiam tak mampu untuk berkata-kata. Anak
yang kehilangan Ayahnya di umur 19 tahun ini, tak bisa digambarkan lagi seperti
apa kerinduan yang telah ia coba simpan di samudera hatinya. Ayah, kisah-kisah
kebaikanmu selalu kami kenang. Perjalanan pahit manis kehidupanmu selalu
menginspirasi diri ini. Ayah, terima kasih telah menjadi Ayah yang sangat baik
dan menjadi tauladan bagi anakmu ini. Ayah, anakmu ini sangat bersyukur karena
Allah telah mengkaruniai Ayah terbaik sepertimu.
Pada
idul fitri tahun ini pula, saya sangat bersyukur karena bisa bersilaturahmi dan
berjumpa dengan sosok sahabat saya saat sekolah MA dulu. Sudah hampir 6 tahun
saya dan dia tidak pernah bertemu semenjak saya kuliah ke Surabaya. Dan baru di
lebaran tahun ini bisa bersua kembali dengannya. Ia adalah sosok sahabat yang
baik. Banyak hal baik yang saya pelajari dari sosoknya. Keluarganya sahabat saya
itu juga sangat baik pada saya. Dulu, saat pulang sekolah atau ada acara di
sekolah, biasanya saya selalu diajak mampir ke rumahnya dan diajak makan di
sana. Ayah Ibunya juga sudah saya anggap seperti Ayah Ibu saya. Dan dia sudah
saya anggap seperti saudara saya sendiri. Satu hal, yang saya ingat dan tak
akan pernah saya lupakan, Ayah sahabat saya ini saat Ayah saya meninggal,
beliaulah yang menjadi imam shalat jenazah saat Ayah saya dishalati sebelum
dikuburkan.
Lebaran
tahun ini, mata air air mata saya meluap ke permukaan. Banyak hal berarti yang
saya temui pada idul fitri tahun ini ya Allah. Semoga, semua ini akan membuat
dan mengantarkan diri saya menjadi pribadi yang memiliki hati dan jiwa yang
lebih baik lagi. Semoga diri ini menjadi sosok yang akan selalu menyambung tali
silaturahmi dengan keluarga Ayah dan Ibu.
Doa
Pada Momentum Idul Fitri
Tentu
banyak sekali doa-doa yang lahir pada momen idul fitri ini. Saya sangat
berterima kasih kepada seluruh keluarga besar saya yang mendoakan saya. Ada yang
mendoakan semoga tercapai cita-cita saya, mendapatkan ilmu yang barokah dan
bermanfaat, mendapatkan suami yang shalih dan berakhlak mulia, serta doa-doa baik
lainnya.
Begitupun
dari saya, setiap doa baik untuk diri saya, saya juga mendoakan semoga Allah
membalas dengan berlipat-lipat kebaikan. Karena balasan kebaikan dari Allah
pasti sangat membahagiakan setiap hati manusia. Sebab, saya bukanlah
siapa-siapa tanpa Allah dan tak akan bisa apa-apa tanpa Allah.
Semoga
saya dan kita semua akan berjumpa kembali dengan bulan suci ramadhan dan idul
fitri selanjutnya. Semoga kita diberikan umur panjang yang berkah dan berada di
jalur kebaikan.
Untuk
Ibu saya, semoga Ibu berumur panjang dan barokah, diberikan kesehatan, dilimpahi
rezeki yang banyak, dari arah yang tidak disangka-sangka dan barokah. Semoga Ibu
selalu diberikan ketenangan hati dan kebahagiaan, serta selalu dijaga dan
dilindungi dalam bingkai kebaikan oleh Allah. Terima kasih sudah begitu
mencintai dan menyayangi saya. Selalu mendukung dan menyemangati saya. Dan terima
kasih terima kasih lainnya yang tak akan pernah cukup untuk dituliskan di sini.
Untuk
saudara-saudara saya dan seluruh keluarga besar saya, semoga segala hal baik
selalu Allah limpahkan kepada kalian semua. Serta untuk semua orang yang telah
baik pada saya dan keluarga saya, semoga Allah membalas kebaikannya. Dan untuk
orang-orang yang pernah jahat dan tidak baik pada saya dan pada keluarga saya,
saya telah memaafkan, karena segala hal telah saya serahkan pada Allah. Sebab saya
percaya bahwa Allah adalah Hakim yang Maha Bijaksana dan Raja yang Maha Adil.
Pertanyaan apakah saya sudah punya tunangan yang sepertinya saya temui di setiap keluarga yang saya kunjungi maupun yang datang ke rumah, saya hanya bisa meminta doanya agar dipermudah dan diberikan yang terbaik oleh Allah dalam urusan jodoh. Saya hanya bisa berdoa, meminta, berharap, dan percaya kelak sosok yang akan Allah takdirkan sebagai jodoh dunia-akhirat saya adalah sosok imam yang baik, setia, shalih, berakhlak mulia, dan menyejukkan hati. Dan begitupun diri saya, semoga kelak saya bisa menjadi sosok istri yang baik baginya. Mungkin saat ini kita masih belum disatukan, bisa jadi karena Allah memberikan kita masing-masing kesempatan untuk saling memperbaiki diri dan menghias diri dengan kematangan ilmu, kesiapan lahir batin, dan akhlak untuk bersama-sama membina rumah tangga nantinya.
Catatan Hati Anak Perempuan
Sumenep | 06 Mei 2022
Comments
Post a Comment
Beri komentar, kritikan, saran, dan masukan yang membangun. Terima Kasih! Salam Sastra dan Literasi!