SELALU BUTUH UNTUK NGAJI KITAB

 

Selalu Butuh untuk Ngaji Kitab

Dulu, sebelum saya berangkat kuliah, Ayah berpesan kepada saya agar saya tidak berhenti ngaji kitab. Bahkan menyuruh saya untuk mencari guru agama untuk tetap mengaji.

    Keberangkatan saya ke Surabaya membuat saya harus terpisah dengan guru ngaji saya. Yaitu Kiai Munir dan Kiai Fathor Rois. Maka dari itu, pesantren kampus menjadi tempat yang paling direkomendasikan. Alhamdulillah di sini ada kegiatan ngaji kitab diantara kegiatan lainnya. Disamping karena orang tua begitu melarang keras saya ngekos. Selain itu juga karena takut tak mampu bayar biaya pesantren di luar kampus yang lebih mahal.

    Awalnya saya merasa tidak pantas untuk mengaji kitab At-Tibyan fi Adabil Qur’an. Karena saya bukanlah hafidzah seperti anak-anak yang ngaji kitab tersebut sejak awal mula. Tetapi kemudian, Ustadz Khobirul Amru Al-Hafidz mempersilahkan siapa pun untuk ngaji bagi yang mau.

    Saya tentu merasa senang sekali. Karena ngaji itu berbeda dengan belajar. Kalau ngaji itu target utamanya bukan koleksi informasi. Tetapi target utamanya adalah menyerap cahaya ilahi yang mengalir dalam ilmu. Dan ilmu itu memiliki dua dimensi. Yang pertama informasi. Yang kedua cahaya ilahi dan inilah yang paling utama dan paling dicari.

    Sebagaimana yang didawuhkan oleh Kiai Fathor Rois, tentang mengapa ngaji itu lebih peting dari belajar. Salah satunya adalah karena alat bantu ngaji bukan telinga, mata, dan akal. Melainkan rasa. Yaitu rasa takzim, mengagungkan, dan memuliakan. Dengan rasa itulah cahaya ilahi yang tersimpan dalam ilmu dapat diraih.

 

Catatan Hati Santriwati

Sumenep | 19 Mei 2020

Comments

POPULAR POST