SURABAYA, AKU TIDAK HERAN PADAMU!

 


Surabaya, Aku Tidak Heran Padamu! 

“Surabaya, aku tidak heran jika kamu memintaku untuk berjuang. Sebab, dirimu memang merupakan Kota Pahlawan.”

(Surabaya, 14 Februari 2021)

    Sebenarnya, luka di kaki belum benar-benar sembuh. Apa boleh buat, meski ada banjir setinggi mata kaki, harus tetap dilewati, dilalui, dan diterabas. Tanpa peduli, luka itu akan kembali berdarah dan bernanah. Sebab, tujuan di ujung sana sudah begitu jelas. Kedua kaki harus segera sampai, sebelum terlambat. Jika darah di kaki bercucuran kembali, bukankan berpuluh-puluh tahun lalu di kota ini telah banyak tumpah darah pejuang. Jadi, darah yang sedikit di kaki itu, masih belum ada apa-apanya dari darah yang telah menentramkan kota ini.

    Musim hujan beberapa bulan ini, membuat sebagian tempat di Surabaya banjir ketika hujan sangat deras. Ah, hujan yang deras itu ternyata datang untuk menyeleksi, mana hati pejuang, mana hati pecundang. Mata tak bisa berbohong, tangis pun bercucuran atas hati yang gundah, galau, dan sedih karena menganggap hujan salah satu rintangan untuk membuat kaki yang terluka itu melangkah. Padahal, jika hati mau membaca alam, mungkin akan bertanya mengapa hujan begitu deras? Apakah ada hal yang membuat langit sedih sehingga menangis dan menjadi banjir? Maka dari itu, hati akan menyadari bahwa tangis yang menetes dari mata itu belum ada apa-apanya dari tangisan langit yang luar biasa.

    Langit yang menangis saja, tak pernah tak henti-henti terus menangis. Setelah itu, ia mereda lalu menghadirkan pelangi dan kembali cerah dengan sinar matahari, bulan, dan bintang. Malah, seusai hujan, langit menjadi lebih bersih. Sama halnya dengan kaki yang pernah terluka dan membuat mata menangis itu pun perlahan sembuh, dan terus melakukan tugasnya untuk melangkah. Ia pun semakin bersyukur dalam setiap langkahnya.

    Terus melangkah adalah salah satu bentuk implementasi sebuah perjuangan. Baik dalam keadaan kaki terluka atau baik-baik saja. Jika kaki terluka, masih bisa dicarikan obatnya. Dimanapun. Entah berupa salep atau dibawa ke dokter atau apa pun. Berbeda lagi apabila hati yang terluka. Obatnya tidak bisa dibeli di apotek atau dimanapun. Psikiater bisa saja angkat tangan. Pemilik hati sendirilah yang bisa membuatnya sembuh dengan obat ikhlas, sabar, dan memaafkan.

    Maka dari itu, cukup kaki saja yang pernah terluka. Jangan hati. Jangan sampai terluka. Jangan sampai dilukai atau melukai hati. Sebab, bila hati yang terluka, bisa membuat kaki yang baik-baik saja berhenti melangkah. Bahkan bukan hanya kaki, hati yang terluka juga bisa membuat seluruh tubuh terluka dan menangis.

    Tetapi, akan menjadi sebuah hal luar biasa dan patut diapresiasi. Apabila hati yang terluka mampu untuk terus melangkah. Melawan segala badai dan angin belati yang kejam. Sebab tujuan di depan sana sangat layak diperjuangkan meskipun dalam keadaan sakit hati. Ya, karena berjuang memang membutuhkan sebuah ketangguhan hati. Sebab, hati yang tangguh menjadi perisai untuk kalahkan pedih perih.

 

Catatan Anak Rantau

Surabaya | 18 Februari 2021

Comments

POPULAR POST