CATATAN SELAMA SAKIT


CATATAN SELAMA SAKIT
“Sakit, menyadarkanku banyak hal.”

Sejak 07 Februari di sore hari sehabis bersih-bersih kamar Asrama karena baru selesai dicat, entah kenapa tiba-tiba kepala saya jadi sakit dan badan pun agak panas. Saya kira ini tidak akan lama, mungkin saja hanya sedikit capek. Seusai shalat maghrib, saya turun ke lantai 3 karena diajak makan pentol oleh Ustadzah Ulfa yang baru saja datang dari Sumenep. Disitu saya masih berkumpul, ngobrol, cerita-cerita, dan bercanda bersama para Ustadzah. Tiba-tiba, ditengah-tengah obrolan, saya bersandar pada Mbak Yuyun (Teman seangkatan dan Koordinator Dewan Mahansatri di Pesmi). Mbak Yuyun langsung kaget sambil menyentuh leher dan dahi saya, katanya badan saya panas sekali saat itu.

Beberapa saat kemudian, saya pamit duluan balik ke lantai 5 untuk shalat isya’. Sambil naik tangga saya berkata pada diri saya sendiri, bahwa saya tidak akan sakit, ini pasti hanya sebentar, besok pasti sudah akan kembali seperti semula. Selesai shalat, saya pun masih lanjut untuk ngaji, cukup banyak, karena seusai shalat mulai dari dzuhur belum sempat ngaji. Jadi, saya berusaha untuk selalu istiqomah Recite Al-Qur’an sehabis shalat yang lima waktu, jika belum sempat, maka harus diganti.

Pada saat saya lagi ngaji, tiba-tiba Adik kamar saya datang, namanya Aisyah Indah Alvinur. Akrab dipanggil Alvi. Ia seorang hafidzah, sudah hatam 30 Juz. Selama 2 hari sejak kedatangannya dari Jawa Tengah, dia terpaksa harus sabar mengungsi di Kamar Pesmi 2, karena kamar kami masih dicat. Saat dia datang ke kamar malam hari itu, saya dan Ustadzah Mila sangat senang. Kangen, pasti. Akhirnya suasana kamar pecah karena ada dia. Saya sampai berhenti sejenak mengaji, untuk bicara dengan dia.  Lalu ketika saya lanjut mengaji, dia juga melafalkannya. Em...Masyaa Allah, dia sekarang sudah lancar hafalannya setelah dimuroja’ah lagi ke salah satu pesantren di Jawa Tengah. Entah dia sampai mana cerita-cerita dengan Ustadzah Mila hingga dia bilang bahwa besok mau ke Ponorogo untuk sowan ke Ustadzah Hafidzahnya, tapi dia sedih karena tidak ada teman. Saya pun bilang saat itu juga mau menemani dia. Dia senaaanggg sekali.

Saya mau menemani dia, karena saya merasa bahwa diri saya tidak akan sakit, besok pasti baik-baik saja. Hari pun semakin malam dan saya sudah selesai ngaji. Cuaca saat itu dingiiinnn sekali, di luar pun juga hujan. Tapi aneh, saya merasa badan sangat panas, tapi dingiiinn ingin pakai selimut, tangan juga sampai gemeteran. Dan, ternyata benar. Malam itu tidur saya tidak nyenyak sekali. Saya pun sadar, bahwa saya ternyata sakit.

Esok harinya sehabis subuh Alvi datang ke kamar. Dia memegang dahi saya yang terbaring di kasur. Sebab semalam sebelum tidur saya ngechat dia melalui WhatsApp bahwa saya merasa kedinginan dan suhu badan tiba-tiba jadi sangat panas. Saya sebenarnya ingin sekali menemani dia ke Ponorogo, tapi saya meminta maaf pada dia karena kepala sangat sakit dan badan juga agak lemas.

Namun sekitar jam 09.00, saya merasa kok sepertinya badan saya tidak terlalu parah. Akhirnya saya paksa untuk pergi ke fakultas karena saya ingin minta tanda-tangan Dosen Wali saya. Seusai mandi, saya merasa kok sepertinya badan agak segar, meskipun kepala sangat nyut-nyutan dan pusing. Sampai di fakultas, sayangnya saya tidak bertemu dengan Dosen Wali saya, beliau di mejanya tidak ada. Kemudian saya pergi ke ruang akademik untuk menanyakan Sertifikat TOEFL Intensif B.Inggris kapan bisa diambil, ternyata masih belum dicetak untuk yang angkatan 2016. Saya pun agak merasa sedih, dan memutuskan untuk kembali ke Pesmi. Sebelum saya benar-benar keluar dari gedung fakultas, saya bertemu dengan Alvi di lobi sebelum pintu keluar. Jadi kami itu memang sefakultas, hanya berbeda jurusan. Alvi itu jurusan Sastra Arab. Kata dia, saya terlihat sangat pucat dan lemas.  Dia menyuruh saya untuk istirahat dan pulang ke Pesmi. Sebelum benar-benar pulang, saya ke belakang kampus ditemani Alvi untuk beli Air Larutan Penyegar. Pikir saya, setelah minum itu mungkin badan akan lebih baikan.

Rencananya, jika saya tidak dalam kondisi seperti ini, saya dan Alvi akan berangkat ke Ponorogo sekitar jam 10.00 setelah bertemu Dosen Wali kami masing-masing. Tetapi Allah memiliki rencana yang lain. Hingga akhirnya Alvi berangkat sendirian, dan saya istirahat ke Pesmi. sesampai di kamar, saya merasa bahwa badan semakin panas, kepala sakit, dan diri ini sudah tidak bisa dipaksa untuk keluar kemana-mana. Mulai dari sehabis dzuhur sampai malam hari saya istirahat terus berbaring di atas kasur. Badan panas, tapi saya merasa kedinginan dan memakai selimut. Hal ini berlangsung sepanjang hari hingga malam. Sore harinya saya pun terpaksa izin belum bisa ngajar ke TPQ. Malam harinya, seusai shalat isya’ saya langsung memutuskan untuk tidur. Namun terasa sekali, tidur saya tidak nyenyak. Terasa ada sesuatu yang mengganggu. Tengah malam tiba-tiba terjaga dan merasakan hal yang tidak nyaman pada diri. Lalu mencoba untuk menutup mata kembali dalam keadaan tubuh panas. Berusaha untuk melaksanakan shalat malam, tapi ternyata belum kuat. Namun tetap untuk shalat wajib yang lima waktu saya paksa badan dan diri saya untuk berdiri dan bersujud menghadap-Nya. Saya menjadi sadar, bahwa seharusnya di saat tubuh kita sehat, harus bisa memanfaatkan waktu untuk menyempatkan shalat malam. Karena kalau sudah sakit seperti ini, entah kenapa hormon-hormon jadi malas, lemas, dan tidak semangat.

Keesokan paginya, sudah tidak bisa dipungkiri lagi, ternyata saya sakit. Rasa untuk makan apa pun hilang. Tubuh lemas, tidak bisa kemana-mana untuk beli lauk. Hingga kalau mau makan, harus nitip ke Ustadzah di Asrama. Masak nasi pun di kamar, bukan saya yang melakukan, tapi dimasakin sama Ustadzah Mila. Beliau adalah musyrifah di kamar lantai 5. Sungguh, hari Sabtu dan Minggu saya di kamar terus. Bisanya hanya ke kamar mandi untuk mandi dan wudhu’. Selebihnya tidak bisa, turun ke lantai bawah saja tidak. Karena dalam keadaan seperti itu, saya merasa sangat tidak nyaman untuk melakukan apa-apa atau beraktivitas seperti biasanya.

Selama saya sakit, di kamar ada Ustadzah Mila yang merawat saya, bantu saya, dan memotivasi saya. Beliau menyuruh saya agar memaksa diri buat makan, memperbanyak minum air putih, dan minum obat. Beliau juga membuatkan saya bubur untuk makan serta memberi saya obat demam dan sakit kepala. Beliau mengatakan bahwa motivasinya orang sakit adalah ingin sembuh. Untuk sembuh maka harus memaksa diri untuk tetap makan setidak enak apa pun rasa yang dirasakan saat itu. Saya sangat bersyukur ada beliau di kamar saat saya sakit. Saya berdoa, semoga Ustadzah Mila rezekinya dilancarkan oleh Allah dan mendapatkan jodoh yang shaleh, menjaga dan mencintai Ustadzah Mila dengan sangat tulus.

Saya jadi teringat tahun lalu, saat saya sakit juga. Tahun lalu kamar saya bukan di Pesmi 1, tapi di Pesmi 2. Dulu saat saya sakit di Pesmi 2, di kamar ada Ustadzah Heni, musyrifah Pesmi 2 yang Alhamdulillah sekarang sudah hidup bahagia bersama suami. Beliaulah yang begitu memperhatikan saya, saat saya sakit. Saya masih ingat, saat tiba-tiba beliau menyelimuti saya. Dulu saya juga sakit demam, badan panas, tapi merasa kedinginan. Beliau juga memasakkan nasi, membelikan lauk, memotivasi saya agar tetap makan, dan memberi saya obat.

Sebenarnya saya bisa dikatakan orang yang sangat jarang sakit. Mulai dari saya kuliah dan hidup di Surabaya, ini adalah sakit kali kedua yang saya alami. Saya sangat bersyukur Allah memberikan saya kesehatan, dan saat sakit, Allah hadirkan sosok yang berhati malaikat untuk saya. Saya juga termasuk orang yang tidak terburu-buru untuk periksa ke dokter saat sakit. Karena selama masih bisa dengan obat seadanya dan dirasa tidak akan parah, jadi tidak ke dokter. 

Tidak pernah saya memiliki keinginan untuk sakit, agar ada yang memperhatikan. Sungguh tidak sama sekali. Karena sebelum hidup di Surabaya, saya pernah sakit. Dan sakit itu benar-benar tidak enak, bukan kondisi yang dirasa nyaman. Ketika sakit, pasti membuat orang sekitar terutama Ibu saya, merasa sedih. Dan saya tidak ingin membuat orang-orang yang saya sayangi bersedih. Membuat mereka bahagia saja belum. Lalu bagaimana kalau diri ini sakit?

Mengambil hikmah positif dari sakit, banyak sekali pelajaran yang bisa diambil. Diantaranya adalah: Pertama, saat sehat harus benar-benar memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk melakukan hal baik dan kebajikan, karena kalau sudah sakit mungkin tidak akan seleluasa saat sehat, mungkin bisa tetap melakukan hal baik tapi terbatas karena badan tidak lagi sekuat saat sehat. Kedua, saat sehat juga harus berusaha untuk melakukan hal atau cara bagaimana untuk mempertahankan serta menjaga kesehatan dengan baik, misalnya dengan tidak telat makan, mengkonsumsi makanan yang sehat, dan menutrisi tubuh dengan cukup. Ketiga, saat sehat lakukanlah hal yang telah menjadi amanah, tugas-tugas, dan kewajiban. Karena kalau sudah sakit, badan sudah tidak nyaman untuk melakukan apa pun, yang dirasa nyaman saat sakit hanyalah istirahat di atas kasur. Tidur pun belum tentu nyenyak. Dan masih banyak lagi hikmah lain yang saya rasakan saat sakit.

Sakit saya yang kali ini cukup lama dari sakit-sakit yang sebelumnya. Biasanya saya sakit 1-2 hari saja. Tapi ini sampai 6 hari. Dan yang saya rasakan adalah sakit itu bukanlah kondisi yang nyaman untuk menjalani hari-hari, mempertahankan hidup, dan terutama beribadah kepada-Nya. Contoh saja, dalam kehidupan sehari-hari saya punya aturan terhadap diri saya sendiri, bahwa setiap selesai shalat harus baca Al-Qur’an. Tapi selama saya sakit, saya sudah sangat memaksa diri saya untuk tetap membaca Al-Qur’an, tapi rasa sakit dan kondisi tubuh memaksa untuk segera istirahat ke atas kasur. Saat ngaji di saat sakit pun, tidak normal sebagaimana saat sehat, untuk bersuara saja tidak kuat, lemas, bahkan pernah saya mengaji saat sakit dengan keadaan nafas tidak stabil, harus berhenti sejenak beberapa kali, bahkan pernah tidak mengeluarkan suara. Jadi sekali lagi, “sakit bukanlah kondisi yang nyaman, bahkan untuk beribadah kepada-Nya”.

Tapi jika kita mengalami sakit, hal yang paling harus dilakukan adalah sabar, tegar, tabah, ikhlas, dan jalani saja. Karena hal ini bisa jadi merupakan salah satu ujian dari Allah untuk mengetahui keimanan kita pada-Nya. Sebagaiman dalam Al-Qur’an Surat Al-‘Ankabut Ayat 2: “Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “kami telah beriman”, dan mereka tidak diuji?”. Dengan ayat ini saya juga merenung dan bermuhasabah banyak hal. Iya ya, emas saja untuk diketahui kemurniannya, harus dibakar dalam api yang sangat panas bahwa ia benar-benar emas. Begitu juga keimanan manusia, tidak hanya dinilai saat sehat, namun dilihat juga saat sakit bagaimana. Saat saya sakit, saya sempatkan untuk berdoa pada Allah sehabis shalat dengan doa yang berbeda dari sebelumnya. “Ya Allah, saya merasa tidak kuat saat saya dalam keadaan sakit, tapi saya percaya bahwa segala sesuatu yang Engkau takdirkan untuk saya adalah hal yang pasti saya mampu untuk menjalani. Maka berikanlah kesabaran, ketabahan, ketegaran, dan keikhlasan. Dan sehat kembali, adalah kondisi yang saya inginkan kemabali untuk melanjutkan perjuangan hidup.”

Ya, seperti itu potongan doa saya saat sakit waktu itu. Sungguh, sehat juga merupakan harta yang paling berharga dalam hidup yang Allah kasih. Sehat adalah kondisi nyaman untuk melakukan hal apapun dan terutama juga untuk beribadah kepada-Nya.

Intinya, sehat adalah hal yang harus disyukuri dengan banyak melakukan hal baik. Dan sakit, adalah hal yang juga harus kita syukuri dengan bersabar, ikhlas, dan mengambil hikmah indah.

Saat saya sakit yang kali kedua di Surabaya ini, entah saya juga tidak tahu, hingga terbesit dalam benak saya. Bahwa hal yang harus saya perhatikan dan harus saya pertimbangkan adalah: “salah satu kriteria mencari pasangan hidup adalah mencari yang mau merawat dan menerima saya saat sakit.”

Saya heran juga, baru kali ini saya sakit sampai 6 hari. Ada beberapa perkiraan penyebab saya sakit. Diantaranya, pertama mungkin karena sehari sebelum saya sakit, saya menerjang hujan saat pulang dari TPQ. Meskipun tubuh sudah dibungkus dengan jas hujan, saya ingat betul, hujan saat itu sangat deras, lebat, berangin, dan ada petir. Saya sebenarnya sangat takut, tapi saya ingin segera pulang ke Pesmi. Saya itu terkena hujan di tengah jalan. Kalau hujan turun saat saya masih ada di TPQ, mungkin saya akan memilih untuk menunggu sampai hujan reda. Saat hujan turun di tengah perjalanan pulang ke Pesmi, saya juga bingung mau berteduh dimana. Karena rumah kanan kiri jalan berpagar tertutup semua. Warkop-warkop banyak laki-laki. Jadi, saya memutuskan untuk menerjang hujan dengan sepeda onthel yang saya kendarai. Kedua, mungkin karena kecapekan, tapi capek apa saya juga tidak paham, karena kegiatan saya pun juga tidak terlalalu padat. Beda dengan kegiatan saat aktif kuliah. Liburan kali ini sepertinya masih banyak santainya. Ketiga, mungkin karena musim pancaroba yang mana orang-orang bisa gampang sakit.

Alhamdulillah sekali, sakit saya yang ini tidak begitu parah, tidak sampai opname (Na’udzubillah), bukan DB, dan bukan sakit yang parah lainnya. Serta juga bukan saat aktif kuliah.

Saat saya sudah mulai enakan dan mulai sembuh, saya berharap dan berdoa, semoga akan selalu diberikan kesehatan oleh Allah. Dan semoga saya juga bisa menjaga dan mempertahankan kesehatan saya. Serta dengan kesehatan yang Allah kasih, saya bisa melakukan hal baik dan berbuat kebajikan lebih banyak dan bersemangat lagi untuk menebarkan kebaikan terhadap semua makhluk Allah. Kalau sedikit meniru kata-kata Kak Oki Setiana Dewi, selama nafas ini masih terus berhembus, saya akan terus berjuang dan berjuang, hingga akhir hayat.

Dan Alhamdulillah, saya juga diberikan kesempatan untuk merampungkan tulisan saya dan berbagi cerita tentang saya saat sakit. Semoga bisa diambil hikmah indah di dalamnya yaaa, Amiin.

Surabaya, 13 Februari 2019

Comments

POPULAR POST